Suara-ntt.com, Kupang-Bredasarkan data Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi NTT, jumlah usaha mikro kecil dan menegah (UMKM) di Provinsi NTT per 31 Desember 2019 sebanyak 104.188 UMKM.
“Untuk usaha mikro kita saat ini ada sekitar 70-an ribu, usaha kecil ada 24 ribu lebih dan usaha menengah ada sekitar 1.030,” kata Kepala Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UKM Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT, Johanes Mau, S.Sos, M.M melalui Kepala Seksi Fasilitasi Usaha Koperasi dan UKM, Hendrik Riwu, S.Sos, M.M kepada media ini di ruang kerjanya, Rabu (29/1/2020).
Hendrik mengatakan, data yang ada selama ini bersifat offline atau exel. Alasan kenapa dirinya buat aplikasi Sidonal atau sistem informasi data online supaya datanya tidak offline tetapi online.
“Kita melakukan aplikasi Sidonal ini supaya kita bisa mendata pelaku usaha yang masih eksis saat ini. Dengan menggunakan aplikasi ini para pelaku usaha bisa mendaftar sendiri,”ungkapnya.
Terkait dengan pertumbuhan UMKM di NTT kata dia maka dibentuklah aplikasi Sidonal untuk menemukan pelaku usaha di NTT secara keseluruhan. Dengan mendaftar di aplikasi itu bisa mendapatkan ijin usaha dan juga bisa mendapatkan data termasuk pertumbuhan secara otomatis dari semua kabupaten/kota terhadap lokus destinasi pariwisata yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dikatakan, saat ini pihaknya membuat suatu peraturab gubernur (Pergub) tentang pemberdayaan UMKM di NTT melalui desa model PKK.
“Saya sudah konsultasi ke Jakarta di Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Koperasi ternyata di Indonesia ini belum ada pergub seperti itu.
Yang kita lakukan untuk pemberdayaan desa model PKK adalah kita menghimpun seluruh pelaku UMKM di seluruh NTT wajib berproduksi melalui desa model PKK.
Misalnya di Kota Kupang ada 15 kelurahan dimana sentra produksinya ada di Kelurahan Manutapen. Jadi semua desa akan melakukan MoU dan serahkan ke dekranasda untuk melakukan MoU dengan pihak perhotelan. Karena tujuan kita adalah masyarakat berproduksi baik iti souvenir, aksesoris, handycraft maupun kuliner kering akan di include di bill hotel,”ujarnya.
Ada 527 Hotel dan Home Stay di NTT
Pada sisi lain Kepala Seksi Fasilitasi Usaha Koperasi dan UKM, Hendrik Riwu mengatakan, sejauh ini jumlah Hotel dan Home Stay di NTT sebanyak 527 unit. Dimana harus include di bill hotel dengan harga Rp 50.000 ke bawah.
“Kita asumsi saja bahwa satu hotel ada 20 orang menginap per hari dan kita pasang Rp 20.000 saja per orang maka include di hotel dan produk yang dikeluarkan per hari permintaan pasar sekitar 10.540 produk sehingga masyarakat dipaksa untuk berproduksi melalui PKK. Mereka akan bentuk kelompok usaha untuk berproduksi sehingga keluarlah produk yang layak.
Jadi sudah ada standar di Pergub itu bahwa produk yang diinclude di bill hotel adalah produk yang lolos seleksi dan standar produksi secara nasional. Minimal produk itu higenis, mempunyai kemasan yang standar, mempunyai IRT, mempunyai masa expayer, halal, dan ISO,” pintanya.
Dikatakan, Pergub itu sistem kerjanya melalui desa model, dekranasda dan hotel. Dimana dekranasda dan hotel akan membuat MoU pembagian hasilnya seperti apa.
“Kita menyambut NTT bangkit dalam rangka mencegah stunting di desa, mengurangi angka kemiskinan, menyerap tenaga kerja baru, mengurangi penggangguran, menambah PAD dan menambah pendapatan perkapita karena Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1978 mengatakan bahwa usaha mikro modalnya Rp 50 juta maksimal penjualannya Rp 300 juta dengan jumlah pekerja satu sampai tiga orang. Kalau usaha kecil modalnya Rp 300 juta maksimal penjualannya Rp 2,5 miliar dengan jumlah pekerjanya 3 sampai 7 orang kemudian untuk usaha menengah modalnya Rp 500 juta maksimal penjualannya Rp 10 miliar dan seterusnya,”jelasnya.
Pada tahun 2019 lalu kata dia, melalui APBD, Pemerintah Daerah Provinsi NTT memberi bantuan modal usaha kepada wirausaha pemula sebanyak 450 orang untuk 10 Kabupaten di Daratan Sumba yakni Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah. Kemudian daratan Timor yakni Kota Kupang, Kabupaten Kupang, TTS, TTU, Belu dan Malaka.
Lebih lanjut kata dia, dana yang diberikan sebesar Rp 7,5 juta per orang. Dan setiap kabupaten ada 45 orang yang mendapat bantuan ini. Dana itu langsung ditransfer ke rekening mereka oleh Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT.
Namun hanya Kabupaten TTS yang penerima bantuan itu hanya 42 orang saja. Tiga orang gagal karena terbentur di administrasi. Karena di Pergub sangat jelas bahwa penerima bantuan itu maksimal usainya 45 tahun, mempunyai rintisan usaha dibidang produktif, mempunyai sertifikat pelatihan, mempunyai ijasah, KTP dan KK.
“Kita harapkan agar semua pejabat yang ada bisa membuat inovasi sesuai tupoksinya dan itu sangat posetif. Supaya kita tidak melakukan copy paste terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah berulang-ulang kali dilakukan setiap tahun sejak NTT ini berdiri.
Selain itu kita juga harapkan dengan adanya program dari Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur dengan tagline NTT bangkit dan sejahtera kita bisa berdiri dan berlari dengan melakukan inovasi terhadap tupoksi. Kita bisa melakukan inovasi dengan mengidentifikasi masalah, lalu tawarkan solusi. Dan itu yang saya lakukan sehingga adanya aplikasi Sidonal dan Pergub ini,”bebernya. (Hiro Tuames)