Suara-ntt.com, Kupang-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTT menilai sikap pemerintah provinsi yang dinilai tidak tegas dalam penerapan disiplin protokol kesehatan menyebabkan meningkatnya kasus COVID-19 di NTT khususnya di Kota Kupang yang berasal dari transmisi lokal.
“Ini karena kurang ketegasan pemerintah dalam penerapan disiplin protokol kesehatan di NTT,” kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Patris Lali Wolo kepada wartawan di Gedung DPRD Provinsi NTT, Rabu (16/12/2020).
Patris mendesak pemerintah provinsi untuk meningkatkan koordinasi dan melakukan evaluasi terhadap penanganan pandemi covid-19 di daerah ini karena kasusnya terus meningkat.
Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan, eskalasi kasus covid-19 di Kota Kupang semakin tinggi, bahkan yang berasal dari transmisi lokal pun sangat banyak.
Penambahan kasus yang berasal dari transmisi lokal ini menunjukkan masyarakat tidak disiplin terhadap protokol kesehatan covid-19 dan ketidaktegasan pemerintah dalam bersikap. Anggaran yang disiapkan sangat banyak tidak berbanding lurus dengan skema penanganan covid-19 yang dilakukan pemerintah.
“Evaluasi dan koordinasi harus lebih masif untuk penanganan dan pelayanan kepada masyarakat. Prinsipnya, anggaran yang telah dialokasikan harus diimplementasikan secara baik,” kata Patris.
Ia menegaskan, fasilitas kesehatan terkait penanganan covid-19 harus lebih meluas dan jawaban terhadap hasil pemeriksaan harus lebih cepat. Hal ini harus dilaksanakan pemerintah agar tidak mencemaskan masyarakat akibat menunggu hasil pemeriksaan yang sangat lama.
Persoalan yang terjadi selama ini menunjukkan pemerintah kurang serius menangani pandemi covid-19, padahal anggaran yang dialokasikan sangat besar.
Anggota DPRD NTT dari Fraksi PKB, Ana Waha Kolin mengatakan, informasi tentang perkembangan dan penanganan covid-19 yang mesti diketahui masyarakat sangat lambat. Kalaupun ada pemberitaan di media massa, tidak terlalu rutin karena sangat bergantung pada wawancara yang dilakukan wartawan kepada narasumber.
“Pemerintah sebaiknya membuat perjanjian kerja sama melalui memorandum of understanding (MoU) dengan media massa agar informasi tentang covid-19 tidak terputus dan selalu tersaji. Dengan demikian seluruh persoalan menyangkut covid terpantau dengan baik,” ungkap Ana.
Wakil Ketua DPRD NTT, Inche D.P. Sayuna anggaran yang dialokasikan untuk penanganan covid yang bersumber dari APBD NTT sangat banyak yakni mencapai Rp800 miliar. Rinciannya, Rp100 miliar untuk kesehatan, Rp600 miliar untuk pemulihan ekonomi, dan Rp100 miliar untuk jaring pengamanan sosial (JPS). Dengan dukungan anggaran dimaksud, lembaga dewan mendorong pemerintah agar swab test harus dipercepat.
“Bila perlu pemerintah melakukan swab test secara massal untuk memutus mata rantai penyebaran corona virus karena jumlah kasusnya terus naik,” kata Inche.
Ketua DPRD NTT, Emelia J Nomleni menyebutkan, penanganan covid untuk skema JPS menggunakan dua bentuk yakni beras dan uang. Untuk bantuan dalam bentuk beras sedikit mengalami persoalan karena kualitas berasnya sangat rendah, seperti yang terjadi di Manggarai. Terkait persoalan dimaksud, pemerintah telah menggantinya dengan beras yang lebih berkualitas.
Ia menambahkan, hingga saat ini masih ada empat kabupaten yang belum mendapat bantuan beras dari skema JPS dimaksud. Karena itu pemerintah didorong agar segera merealisasikan bantuan untuk empat kabupaten yang tersisa dari 22 kabupaten/kota di NTT.
Diharapkan sebelum berakhirnya tahun 2020, bantuan untuk empat kabupaten itu sudah terlaksana. (Hiro Tuames)