Kasus Dugaan Korupsi Aset Daerah Labuan Bajo, Saksi Ngaku Ditawari Rp 100 Juta untuk Terbitkan SHM

oleh -175 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Dalam sidang
kasus dugaan korupsi aset daerah di Keranga, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang, dimana Saksi I atas nama Ketut Suarsana yang dihadirkan JPU mengaku bahwa dirinya pernah ditawari oleh terdakwa Ali Antonius dengan sejumlah uang senilai Rp 100 juta guna kepengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Adam Djudje.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini dipimpin Ketua Majelis Hakim, Fransiska Paula Nino didampingi Hakim Anggota, Lizbet Adelina dan Teddy Windiartono.

Kemudian hadir terdakwa Ali Antonius, Harum Fransiskus dan Zulkarnain Djudje didampingi kuasa hukumnya Yanto MP. Ekon cs. Turut hadir JPU, Herry CH. Franklin, Hendrik Tiip dan Emerensiana Jehamat.

Dijelaskan Saksi, penawaran uang senilai Rp 100 juta ini oleh terdakwa Ali Anonius guna kepengurusan SHM untuk Adam Djudje (alm) di Roterdam pada tahun 2016 lalu.

“Saya pernah ditawari uang senilai Rp 100 juta oleh terdakwa Ali Antonius untuk kepengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Adam Djudje (alm) di Kupang tepatnya di rumah makan Roterdam,” kata saksi.

Saksi I Ketut Suarsana selaku Kepala Seksi (Kasi), Pengukuran pada BPN Manggarai Barat tahun 2016 lalu menambahkan bahwa dirinya pernah bertemu dengan Adam Djudje, dalam kepengurusan sertifikat hak milik atas tanah seluas 30 hektare di Labuan Bajo, Kabupaten Mangggarai Barat.

“Saya pernah bertemu dengan pak Haji (Adam Djudje), terkait dengan kepengurusan SHM miliknya diatas tanah seluas 30 hektare di k Kerangan, namun tidak dapat diterbitkan karena peta sebelumnya milik Pemkab Manggarai Barat,” ujar saksi.

Menurut saksi, dalam kepengurusan SHM atas nama Adam Djudje (alm), pernah diundang oleh terdakwa Ali Antonius untuk bertemu di Kupang. Pada pertemuan itu, dirinya diminta untuk menerbitkan SHM namun ditolak dengan alasan bahwa tanah tersebut milik Pemda Manggarai Barat sehingga diperlukan rekomendasi dari Pemda Mabar.

“Saat itu pak Ali mau kasih uang seratus juta rupiah di restoran Rotterdam pada tahun 2016, namun saya menolaknya dan meminta agar pak Ali meminta rekomendasi ke Pemda terlebih dahulu,” ungkap saksi dalam persidangan.

Saksi menerangkan bahwa dalam kepengurusan tanah tersebut, memiliki dua peta bidang yang dimana saksi akui tanah tersebut merupakan tanah milik Pemkab Mabar.

“Wakty itu ada dua peta yang diajukan, BPN menolak penerbitan hak milik, karena tanah itu merupakan tanah milik Pemda Mabar,” ujar saksi.

Dalam persidangan juga saksi menegaskan bahwa walaupun memiliki alas hak, SHM tidak dapat diproses karena adanya peta yang bertuliskan tanah tersebut milik Pemkab Mabar.

“Tidak bisa diproses karena ada peta yang bertuliskan tanah Pemkab Mabar,” kata saksi.

Terdakwa Ali Antonius dalam persidangan membantah bahwa dirinya tidak pernah bertemu dengan saksi di Kupang serta menyerahkan uang senilai Rp 100 juta.

“Saya tidak pernah bertemu dengan saksi di restoran Roterrdam, dan menyerahkan uang Rp 100 juta itu, dan saat pertemuan sebelumnya itu saya hadir sebagai mediasi atas persoalan klaim-klaim orang atas tanah tersebut,” jelas terdakwa Ali Antonius.

Untuk diketahui bahwa dalam putusan pra peradilan antara terdakwa Agus Dulla melawan Kejati NTT terdapat peta gambar lokasi Toro Lema Baru Karo dan Kerangan, yang diserahkan fungsionaris adat kepada Pemda Kabupaten Manggarai Barat tertanggal 26 April 1997 dan peta hasil penataan alm. H. Adam Djudje.(HT)