Suara-ntt.com, Kupang-Upah Minimum Provinsi atau UMP tahun 2022 yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar Rp1.975.000. Besaran upah itu mengalami kenaikan Rp 25.000, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT, Benediktus Polo Maing, mengatakan, penetapan UMP tahun 2022 oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan persetujuan yang ditanda tangani oleh gubernur pada tanggal 29 November 2021 lalu.
“Jadi kalau kita bandingkan dengan UMP tahun 2021 hanya Rp 1.950.000. Berarti ada kenaikan sebesar Rp 25 ribu rupiah,” ujar Sekda Polo Maing, saat menggelar konferensi pers di Kantor Gubernur NTT, Selasa 23 November 2021.
Menurut Polo Maing, penetapan UMP tahun 2022 akan menjadi acuan bagi kabupaten/kota lain yang ada di Provinsi NTT, untuk segera menetapkan lebih lanjut terkait Upah Minimum diĀ masing-masing daerah.
“Dengan penetapan ini, diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota segera menindak lanjuti dengan penetapan Upah Minimum, dan mensosialisasikan kepada semua pihak, serta melakukan monitoring pelaksanaan dari semua pihak terkait,” jelas Sekda Polo Maing.
Dia mengatakan, proses penetapan UMP diusulkan oleh Dewan Pengupahan Provinsi NTT, dengan melibatkan sejumlah unsur terkait yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha atau pemberi kerja (Apindo), asosiasi pengusaha indonesia, dan unsur pekerja yang diwakili oleh pekerja seluruh Indonesia.
“Jadi ada lembaga-lembaga yang ada di dalam tim ini. Tugas dari dewan ini adalah menghitung UMP dan mengusulkan ke gubernur, dan atas usulan tim, gubernur menetapkan keputusan terkait besaran UMP,” terangnya.
Ia menerangkan, pihaknya juga membentuk tim, atau badan pengawasan di setiap Kabupaten/Kota dan provinsi dengan nama Lembaga Kerja Sama Triparti, yang teridiri dari unsur pemberi kerja dan unsur perwakilan dari penerima kerja.
Tujuan pembentukan tim pengawasan adalah untuk menangani persoalan antara pemberi kerja dan penerima kerja. Sehingga akan disampaikan ke pemerintah melalui Dinas Nakertrans untuk dilakukan mediasi.
“Tetapi kalau tidak tercapai kesepakatan dalam mediasi maka akan di angkat ke Lembaga Kerja Sama Triparti untuk mediasi lebih lanjut. Kalau tidak ada kesepakatan juga maka diangkat lagi ke lembaga peradilan perindustrial untuk menyelesaikan persoalan ini,” pungkasnya. (HT)