Pemeriksaan Sampel Darah Pengadaan 200 Ekor Babi di Instalasi Tarus Diduga penuh Rekayasa

oleh -146 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Pemeriksaan sampel darah pengadaan 200 ekor babi di Instalasi Tarus Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) patut diduga penuh rekayasa.

Pasalnya dari pengadaan ratusan ekor babi itu yang diambil sampel darahnya hanya 15 ekor sementara 185 tidak dilakukan. Padahal dalam kontrak sudah disebutkan bahwa semua anakan babi harus diambil sampel darahnya.

Hal itu dilakukan untuk mendeteksi virus African Swine FeverĀ (ASF) apakah anakan babi yang diadakan itu terinfeksi atau tidak. Sementara dalam kontrak sudah dianggarkan dana sebesar Rp 50 juta.
Dimana masing-masing anakan babi dikenakan biaya sebesar Rp 250.000.

Pemeriksaan sampel darah dilakukan UPT Laboraterium Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT untuk mendeteksi virus ASF karena hingga saat ini belum ada obat vaksin.

“Kak dalam pengadaan itu sudah ada biaya untuk pemeriksaan sampel darah sebesar 50 juta rupiah. Tapi yang diambil sampel darah hanya 15 ekor saja sementara 185 ekor lainnya tidak. Pertanyaan kita kalau hanya 15 ekor yang diambil sampel darahnya maka dana yang dikeluarkan hanya Rp 3.750.000 sementara sisa dana sebesar Rp 46.250.000 dari 185 ekor babi itu kemana,” tanya sumber terpercaya yang tidak mau disebutkan namanya.

Sumber itu juga menyebutkan, waktu pemeriksaan kontraktor menyetujui untuk semua anakan babi diambil sampel darahnya hanya Fredik Wairata selaku Ketua Tim Selektor Pengadaan Babi tidak mau.

“Waktu itu kontraktor mau semua anakan babi diambil sampel darahnya hanya pak Fredik Wairata selaku Ketua Tim Selektor Pengadaan Babi yang tidak mau. Beliau bilang biar kita ambil secara sampling,” ujar sumber itu meniru Fredik Wairata.

Sementara itu Ketua Tim Selektor Pengadaan Babi, Fredik Wairata yang dikonfirmasi media ini berdalil bahwa tidak semua anakan babi diambil sampel darahnya.

“Kalau anakan babi dari satu lokasi maka darahnya diambil secara sampling. Tidak semuanya diambil darahnya,” ungkapnya.

Untuk diketahui bahwa dalam kontrak itu tertuang anakan babi harus diperiksa semua tidak secara sampling.

Selain itu informasi yang diperoleh bahwa ada empat ekor babi yang dijual dan tiga ekor mati. Untuk babi yang mati dijual dengan harga bervariasi dari Rp 1-3 juta sementara pagu harga dalam kontrak sebesar Rp 6,5 juta. Dan yang disetor sebagai PAD hanya satu ekor.(Hiro Tuames)