Suara-ntt.com, Jakarta-Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui Jakarta Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) memonitor adanya peningkatan intensitas sirkulasi udara di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Peningkatan intensitas sirkulasi udara tersebut menjadi satu sistem yakni Bibit Siklon Tropis 99S, yang mulai terbentuk di sekitar Laut Timor sebelah utara Australia,” ujar Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II El Tari Kupang Agung Sudiono Abadi, Sabtu (26/2/2022) dilansir dari digtara.com.
Lokasi tepatnya lanjut Agung, berada di posisi 12.6 derajat lintang selatan 128.3 derajat bujur timu. Area tersebut sudah masuk di wilayah tanggung jawab TCWC Australia.
Menurut Agung, sistem Bibit Siklon 99S memiliki tekanan udara minimum di pusatnya mencapai 1001mb dan kecepatan angin maksimum di sekitar pusatnya mencapai 25 knots atau 46 kilometer per jam.
Berdasarkan pantauan citra satelit cuaca Himawari-8 kanal IR, terlihat adanya kumpulan awan-awan konvektif yang telah bertahan selama 12 jam terakhir.
Dia menyebut, dari analisis angin per lapisan terpantau pembentukan sirkulasi pada lapisan permukaan hingga menengah.
Pembentukan pola sirkulasi angin yang meningkat menjadi sistem bibit siklon tersebut, diperkuat dengan adanya faktor konvektifitas udara yang signifikan di wilayah timur Indonesia, sebagai dampak dari aktifnya fenomena gelombang atmosfer Madden Julian Oscilation, Gelombang Kelvin, serta Gelombang Equatorial Rosbby di wilayah timur Indonesia.
Data model prediksi BMKG, menunjukkan adanya pergerakan sistem sirkulasinya menuju ke arah Selatan dan menjauh wilayah Indonesia.
Sementara itu lanjut dia, potensi sistem 99S tersebut untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam periode 24-48 jam ke depan masih berada dalam kategori menengah dengan potensi peningkatan sirkulasi yang semakin terorganisir untuk periode 72 jam ke depan.
“Suatu kriteria bibit siklon dapat dikatakan meningkat menjadi Siklon Tropis adalah apabila kecepatan angin maksimum di sekitar sistemnya mencapai minimal 35 knot atau 65 kilometer per jam,” ujar dia.
Keberadaan sistem sirkulasi tersebut lanjut Agung, dapat membentuk daerah pertemuan dan belokan angin di wilayah Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, sebagian Jawa – Bali, NTB, NTT.
Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan, di sekitar wilayah pusat tekanan rendah dan di sepanjang daerah pertemuan dan belokan angin tersebut.
Dalam periode 24 jam ke depan, sistem 99S tersebut dapat memberikan dampak tidak langsung terhadap kondisi cuaca dan gelombang di wilayah Indonesia, termasuk NTT.
Selain itu, potensi hujan sedang hingga lebat, disertai kilat, petir, angin kencang yang dapat berdampak pada potensi terjadinya bencana hidrometeorologi yakni banjir bandang dan longsor.
Untuk wilayah perairan khusus di NTT, tinggi gelombang 1,25 – 2,5 meter terjadi di Laut Flores, Perairan utara Kepulauan Flores, Laut Sawu, Perairan Kupang dan Perairan Rote dan Selat Ombai.
Sedangkan tinggi gelombang antara 4-6 meter terjadi di Laut Timor.
Dia menjelaskan, BMKG melalui Jakarta TCWC terus melakukan pemantauan perkembangan potensi Siklon Tropis dan aktivitas dinamika atmosfer lainnya beserta potensi dampak cuaca ekstremnya.
Terkait dengan potensi cuaca ekstrem tersebut, masyarakat diimbau untuk menghindari kegiatan pelayaran di wilayah perairan yang terdampak.
Kemudian, menghindari daerah rentan bencana seperti lembah sungai, lereng rawan longsor, pohon yang mudah tumbang, tepi pantai, dan lainnya.
Selanjutnya, mewaspadai potensi dampak seperti banjir bandang, banjir pesisir dan tanah longsor terutama di daerah yang rentan.
“Stakeholder yang terkait kebencanaan untuk terus meningkatkan kewaspadaan dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait lainnya,” kata Agung.
(HT)