Ketua Komisi III DPRD NTT:APH Silahkan Masuk dan Periksa Proses Pembelian MTN

oleh -169 Dilihat

RDP antara Komisi III DPRD dan BPK Perwakilan NTT Bahas Soal Pembelian MTN di Ruang Rapat Komisi pada Senin, 25 Juli 2022. (Foto Hiro Tuames)

Suara-ntt.com, Kupang-Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTT mempersilahkan dan meminta aparat penegak hukum (APH) untuk masuk dan memeriksa semua orang yang terlibat didalam proses pembelian Medium Terms Notes (MTN) pada PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance yang dilakukan oleh Bank NTT.

Dari hasil pembelian MTN itu, Bank NTT  mengalami kerugian sebesar Rp 50 miliar karena PT SNP Finance sudah dinyatakan pailit sehingga tidak bisa beroperasi lagi.

Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTT, Jonas Salean dengan tegas meminta aparat penegak hukum (APH) untuk memeriksa semua yang terlibat didalamnya karena ini adalah uang rakyat.

“APH harus masuk dan periksa jangan tinggal diam karena ini uang rakyat,”kata Jonas kepada wartawan usai rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPRD dan BPK Perwakilan NTT di kantor DPRD Provinsi NTT pada Senin, 25 Juli 2022.

Dia mengatakan, perusahaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance pada tahun 2016 sudah pailit dan tahun 2019 lalu Bank NTT masih melakukan investasi atau pembelian MTN sebesar Rp 129 miliar.

Dikatakan, dari pembelian MTN itu Bank NTT mengalami kerugian dan BPK Perwakilan NTT akan menghitungnya jika ada permintaan dari APH.

“Nanti kita lihat apakah itu kerugian negara karena itu adalah kewenangan atau ranahnya APH. Sementara dari BPK Perwakilan NTT mengatakan bahwa itu adalah kerugian perusahaan karena prosedurnya salah,”ungkapnya.

Pada prinsipnya Komisi III DPRD Provinsi NTT mendukung dan menghormati kinerja dari BPK Perwakilan NTT jika dalam melakukan hasil audit harus berkonsultasi dengan tingkat pusat.

Lebih lanjut kata dia, temuan dari BPK Perwakilan NTT sangat jelas dan tidak bisa dipungkuri bahwa ada kerugian perusahaan. “Kita bukan mau kasih susah orang tapi kita tuntut prosedur karena ini sudah menjadi konsumsi publik atau masyarakat,”tegasnya.

Sementara itu Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)Perwakilan NTT, Adi Sudibyo menilai Bank NTT kurang cermat atau hati-hati dalam pembelian Medium Terms Notes (MTN) dari  PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance sehingga menyebabkan kerugian mencapai Rp 50 miliar.

“Mereka (Bank NTT, red) kurang cermat, pruden atau hati-hati dalam melakukan investasi atau membeli MTN sehingga menyebabkan kerugian.perusahaan mencapai 50 miliar rupiah,”katanya.

Adi mengatakan, pembelian MTN saat itu dimana memang Bank NTT belum mempunyai SOP penempatan dana dalam bentuk surat berharga sehingga penjanjian antara PT. SNP Finance dengan Bank NTT menjadi hilang dan berpotensi menyebabkan kerugian perusahaan sebesar Rp 50 miliar.

“Waktu itu kami menyarankan uang Rp 50 miliar harus dibukukan dan dilakukan pencatatan dari Bank NTT karena perusahaan PT. SNP Finance sudah dipailitkan oleh pemerintah sehingga tidak tercatat sebagai piutang. Dan saran kita adalah bank NTT melakukan langkah-langkah recovry atau perbaikan dan berkoordinasi dengan kurator,”ungkapnya.

Berkaitan dengan pailit itu maka Bank NTT tidak mencatat itu sebagai piutang perusahaan sehingga dihapuskan supaya tidak ada utang. “Kami meminta Bank NTT agar piutang itu bisa dikembalikan,”ujarnya.

Turut hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) itu antara lain; Ketua DPRD Provinsi NTT, Emilia Noemleni, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Inche Sayuna, Kepala BPK Perwakilan NTT, Adi Sudibyo, Ketua Komisi III DPRD NTT, Jonas Salean dan anggota Komisi III DPRD NTT. (Hiro Tuames)