Suara-ntt.com, Kupang-Ada sejarah baru yang dipecahkan Dr. drh. Maxs Urias Ebenhaezar Sanam, M.Sc di Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang.
Beliau merupakan orang pertama di fakultas tersebut yang meraih gelar Professor (Guru Besar) di Bidang Mikrobiologi dan Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang dan merupakan profesor ke-40 di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang.
Acara pengukuhan tersebut dilakukan Rapat Senat dan dipimpin oleh Sekretaris Senat, Prof. Dr. Jefri S. Bale, ST, M. Eng, yang didampingi oleh seluruh Anggota Senat dan sejumlah Guru Besar pada Undana Kupang,
“Atas nama masyarakat dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, saya menyampaikan proficiat dan sukses kepada Saudara Prof. Dr. drh. Urias Ebenhaezar Maxs Sanam, M.Sc serta segenap Civitas Akademika Universitas Nusa Cendana yang hari ini mencatat dan mengukir sebuah sejarah baru di lembaga ini. Hari ini secara resmi Universitas Nusa Cendana menambah lagi seorang Guru Besar dalam bidang Mikrobiologi dan Parasitologi, dan menjadi Guru Besar ke-40 di Universitas Nusa Cendana. Mudah-mudahan pengukuhan hari ini terus memacu dan memicu semua dosen di lembaga ini untuk berjuang dan berkompetisi dapat menjadi guru besar, seperti yang telah diraih oleh Prof. Sanam,”kata Wakil Gubernur NTT, Josep A. Nae Soi di Auditorium Universitas Nusa Cendana, Penfui Kupang pada Rabu, 8 Maret 2023.
Doktor Ilmu Hukum Jebolan Universitas Padjadjaran Bandung ini menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi NTT turut berbangga atas prestasi akademik tertinggi yang telah diraih oleh Prof. Sanam, dimana beliau tercatat juga sebagai Profesor Pertama Aktif pada Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Undana Kupang.
“Menjadi profesor tentunya menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi seorang akademisi, karena ini sebuah prestasi dengan pangkat tertinggi pada jenjang perguruan tinggi. Ini sebuah capaian akademis yang membanggakan bagi isteri, anak-anak dan keluarga, bahkan seluruh masyarakat NTT ikut bergembira dan bersyukur dengan peristiwa hari ini,”ungkapnya.
Politisi Senior Partai Golkar ini juga mengatakan, semua yang hadir di auditorium Undana ini bergembira seperti lagu Gaudiamus Ititur, karena seorang Putera Terbaik NTT, berhasil dikukuhkan menjadi Profesor. Keberhasilan yang diraih oleh Profesor Sanam dilalui melalui sebuah perjuangan yang tidak mudah, penuh tantangan dan tak kenal menyerah.
“Gelar professor yang diraih oleh Pak Sanam juga memberi makna bahwa setiap individu harus belajar dengan penuh semangat, harus kuat dalam menghadapi berbagai tantangan, disertai daya juang yang tinggi. Setiap orang yang telah berjuang dan tidak gampang menyerah, maka padanya pantas diberi mahkota kemenangan dan kebanggaan, seperti yang telah dilakukan oleh Profesor Sanam. Belajar itu bukan sekedar uintuk mencapai gelar tertinggi, tetapi ilmu yang ia dapati harus benar-benar bermakna dan memberi nilai positif sebagai sumbangsih mulia bagi kemajuan peradaban manusia. Selamat karena hari ini Pak Profesor Sanam telah memberi nilai itu, sekarang tinggal saja terus ditularkan kepada semua akademisi dan generasi muda lainnya bahwa kelak mereka yang lain bisa mencapai prestasi ini, asalkan mau belajar dengan daya juang tinggi penuh kedispilinan, dan tetap tegar menghadapi berbagai tekanan dalam hidup. Yang harus diingat bahwa menjadi Profesor itu bukan sekedar mengajar dan mentransfer semua ilmu pengetahuan kepada murid atau mahasiswanya, tetapi lebih dari itu, menjadi profesor adalah menjadi seorang pendidik dengan tujuan mulia adalah membentuk setiap orang menjadi pribadi yang berkarakter unggul,”jelas Mantan Anggota DPR RI ini.
Wagub Nae Soi mengajak Prof. Dr. drh. Urias Ebenhaezar Maxs Sanam, M.Sc , yang juga adalah Rektor Undana dan seluruh Civitas Akademika Undana, agar tetap meningkatkan kolaborasi dalam mewujudkan generasi Cerdas NTT, yang yang memiliki skill, attitude dan daya juang yang tinggi guna memajukan NTT menjadi lebih sejahtera.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI, yang saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Profesor Tjitjik Tjahjandarie, dalam sambutannya mengatakan bahwa dengan pengukuhan Prof. Dr. drh. Maxs Urias Ebenhaizer Sanam, M.Sc, menjadi Guru Besar Faktultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Aktif Pertama di bidang Mikrobiologi dan Parasitologi, sekaligus beliau adalah Guru Besar yang ke-40 di Undana Kupang.
“Profesor Sanam memiliki jumlah dokumen publikasi terindeks Scopus: 5, serta H-index: 1, yang sekaligus juga mengawali rangkaian pengukuhan guru besar yang akan dikukuhkan pada tahun 2023 di Undana. Bapak Profesor Sanam hari ini menjadi Guru Besar Pertama yang dikukuhkan di tahun baru 2023 ini. Dan pada hari ini juga, Bapak Profesor Sanam merayakan ultahnya, hari ini tentunya menjadi hari yang istimewa dan berkah tersendiri, karena di usianya yang baru, yaitu 58 tahun, Pa Profesor Sanam mendapatkan kado istimewa yaitu berhasil dikukuhkan menjadi Guru Besar yang baru di Undana,”ungkap Profesor Tjitjik Tjahjandarie disambut riuh tepukan tangan seluruh undangan yang hadir.
Profesor Tjitjik Tjahjandarie juga mengajak para akademisi lain di Undana, untuk berkompetisi mencapai jabatan guru besar.
“Perlu kita sadari bahwa pencapaian guru besar ini bukan hanya capaian individu seorang akademisi, namun juga menjadi capaian penting bagi institusi perguruan tinggi. Oleh karena itu, saya juga menyampaikan selamat kepada Universitas Nusa Cendana, khususnya Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan atas pengukuhan guru besar pertamanya, sebagaimana kita ketahui bahwa Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan adalah fakultas termuda di Undana, dimana Prof. Maxs termasuk yang terlibat aktif sejak proses pembentukannya,”ujar Profesor Tjitjik.
Pada bagian lain, Guru Besar Baru Undana Prof. Dr. drh. Maxs Urias Ebenhaezar Sanam, M.Sc, dalam orasi ilmiahnya, yang berjudulPeranan Mikrobiologi Veteriner dalam Pencegahan, Penanganan, dan Pengendalian Penyakit Infeksi Emerging pada Hewan di Indonesia, mengatakan ancaman akan munculnya potensi pandemik baru adalah nyata akibat perubahan iklim global, mutase genetik mikroba, intensitas kontak manusia dengan hewan liar yang semakin tinggi akibat perubahan perilaku, mobilitas hewan dan orang yang semakin tinggi, dan faktor-faktor pemicu lainnya. Namun, optimismes haruslah tetap dibangun bahwa dengan kekuatan IPTEK yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman akan pandemik sebelumnya (COVID-19) akan lebih siap dalam mencegah kejadian ataupun lebih tanggap dan sigap dalam penanganan dan pengendalian pandemik baru.
Prof. Dr. drh. Maxs Urias Ebenhaezar Sanam, M.Sc, yang diangkat menjadi Guru Besar Undana sesuai SK Mendibudristek RI Nomor 6160/M/07/2023.
Dia mengatakan penyakit emerging hewan dalam beberapa tahun terakhir telah dikaitkan dengan kejadian wabah yang berkonsekuensi serius terhadap kesehatan hewan dan manusia. Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan/World Organization for Animal Health (WOAH) mendefinisikan penyakit emerging sebagai infeksi atau infestasi baru dihasilkan dari evolusi atau perubahan agen patogen atau parasit yang telah ada sebelumnya yang menyebabkan perubahan pada cakupan hospesnya, patogenisitas atau strain, atau infeksi atau infestasi yang diketahui menyebar ke willayah atau populasi baru, atau agen patogen yang sebelumnya tidak dikenal atau penyakit baru untuk pertama kali didiagnosis dan berdampak signifikan pada kesehatan hewan atau masyarakat.
”Suatu penyakit yang dikenali sebelumnya atau bersifat endemik dikategorikan sebagai penyakit muncul kembali (re-emerging disease) jika ia muncul di suatu wilayah yang bukan teritori alamiahnya, memperluas cakupan inangnya, atau prevalensinya meningkat signifikan (WOAH, 2004)”.
“Strategi serta tindakan yang cepat dan tepat untuk mengurangi risiko penyakit hewan emerging dan re-emerging sangatlah penting untuk mengendalikan efek langsung dan tidak langsung mereka: dari dampak merugikan yang nyata pada kesehatan hewan dan manusia dan 8 implikasi ekonomi yang lebih luas dalam hal pendapatan yang hilang dan biaya sosial yang meningkat akibat wabah penyakit,”kata Profesor Sanam.
Lebih jauh Profesor Sanam, yang adalah alumnus Magister pada James Cook University of North Queensland Australia Tahun 1997 ini, menyampaikan tentang peranan mikrobiologi berikutnya adalah pengembangan vaksin.
“Kemajuan mikrobiologi veteriner telah memungkinkan pengembangan beragam vaksin yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi emerging pada hewan. Vaksin dapat membantu mengurangi tingkat infeksi dan penyebaran penyakit. Vaksin telah terbukti efektif melawan penyakit menular pada hewan dan telah berhasil mengendalikan dan/atau bahkan mengeradikasi patogen-patogen hewan utama (Jazayeri & Poh, 2019). Vaksinasi telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kesehatan global. Dua infeksi utama, smallpox dan rinderpest, telah berhasil dieradikasi (Greenwood, 2014),”ungkap Wakil Rektor Bidang Akademik Undana tahun 2018-2021 ini.
Penerima Penghargaan Dokter Hewan Berprestasi di Bidang Akademik Tahun 2021 ini mengatakan juga bahwa pengetahuan tentang mikrobiologi veteriner sangat penting dalam upaya pencegahan, penanganan, dan pengendalian penyakit emerging pada hewan di Indonesia. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan hewan, tetapi juga pada kesehatan manusia dan lingkungan.
“Oleh karena itu, perlu adanya peran aktif dari semua pihak terkait dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya mikrobiologi veteriner. Selain itu, pengembangan teknologi dan inovasi di bidang mikrobiologi veteriner juga sangat dibutuhkan untuk mengatasi kelemahan dalam penanganan penyakit emerging pada hewan di Indonesia. Dalam hal ini, kolaborasi antara institusi pendidikan, industri, dan pemerintah menjadi sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan teknologi dan inovasi. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pencegahan, penanganan, dan pengendalian penyakit emerging pada hewan di Indonesia dengan memanfaatkan pengetahuan mikrobiologi veteriner. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa kelemahan yang perlu diatasi seperti kurangnya sumber daya dan peralatan yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan strategi penanganan yang terintegrasi dan kolaboratif antara berbagai pihak terkait, seperti peternak, tenaga kesehatan hewan, dokter hewan, ahli mikrobiologi, masyarakat, pemerintah, LSM, dunia usaha, dan pekerja media. Dengan demikian, diharapkan dapat meminimalisir dampak dari penyakit emerging pada hewan dan memperkuat sistem kesehatan hewan di Indonesia,” jelasnya.
Professor Sanam, Sang Penulis buku tentang African Swine Fever Tahun 2022 seraya mengakhiri orasi ilmiahnya dengan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya sehingga dapat dinobatkan sebagai Guru Besar Undana pada hari ini. (HT)