Pemberhentian Izhak Rihi Dinilai Tak Sesuai dengan Rekomendasi KRN

oleh -380 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Pemberhentian mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Izhak Edward Rihi dinilai tak sesuai atau bertentangan dengan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN).

Demikian bunyi salah satu isi Replik PENGGUGAT terhadap Eksepsi dan Jawaban TERGUGAT II, IV, V, VI, VIII, IX, XI, XII, XIII, XIV, XV, XVI, XVII, XVIII, XIX, XX, XXI, XXII, XXIII, XXIV, XXVI, XXVII, XXVIII, XXIX, XXX, XXXI, TURUT TERGUGAT I dan TURUT TERGUGAT II

Kuasa Hukum Penggugat, Erwan A. Fangidae, bersama Siprianus Puru Bebe, Yoseph Pati Bean, dan Selestinus Laga Doni mengatakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) tanggal 6 Mei 2020 dan SK. TERGUGAT I Nomor 160/KEP/HK/2020 tanggal 06 Mei 2020 adalah tidak sah dan cacat hukum.

Dikatakan, pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) tanggal 06 Mei 2020 yang dituangkan dalam Berita Acara No. 18 tanggal 06 Mei 2020 dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya sepanjang tentang pemberhentian dengan hormat PENGGUGAT sebagai Direktur Utama PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur, maka secara otomatis pelaporan dan/atau pengesahan dari Berita Acara RUPS Luar Biasa No. 18 tanggal 06 Mei 2020 yang telah dilakukan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia juga tidak sah dan batal demi hukum.

Dijelaskan, kedudukan PENGGUGAT sebagai Direktur Utama PT. BPD NTT sah dengan mengacu pada rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan demikian seharusnya OJK juga ikut ditarik sebagai pihak Tergugat/Turut Tergugat sengketa. PENGGUGAT menjelaskan bahwa posisi OJK adalah sebagai Pengawas yang mengawasi sektor jasa keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Berkaitan dengan perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum dalam pemberhentian PENGGUGAT sebagai Direktur Utama, OJK telah menerbitkan UU Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor : 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum yaitu :

Pasal 6 Ayat (3) menyebutkan setiap anggota Direksi harus memenuhi persyaratan penilaian kemampuan dan kepatutan sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatuhan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan yang dinilai oleh OJK.

Pasal 6 ayat (1) menyebutkan setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota direksi oleh Dewan Komisaris kepada RUPS, harus memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN).

Selain itu dalam Pasal 6 Ayat (3) juga menyebutkan setiap anggota Direksi harus memenuhi persyaratan penilaian kemampuan dan kepatutan sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.

Dipaparkan bahwa PARA TERGUGAT seharusnya dalam proses pemberhentian Direksi harus patuh dan tunduk pada POJK 6 ayat (3). Berkaitan dengan pemberhentian, penggantian PENGGUGAT dan Pengangkatan Direktur Pemasaran Dana sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama dalam Berita Acara RUPS Luar Biasa Tanggal 6 Mei 2020 dilakukan tidak melalui usulan Dewan Komisaris kepada RUPS Luar Biasa dan tidak ada rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi sehingga telah terjadi pelanggaran prosedur.

Pelanggaran terhadap POJK lanjutnya telah terbukti dalam proses ini sehingga tanggung jawab pelaksanaan POJK tersebut ada pada RUPS Luar Biasa bukan pada OJK. OJK sebagai Pegawas dan Penerbit Kebijakan tidak dapat ditarik sebagai Tergugat/Turut Tergugat dalam perkara ini. Hal yang sama juga berlaku bagi Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai Institusi yang mencatat Berita Acara RUPS Luar Biasa PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tengga Timur Nomor 18 Tanggal 6 Mei 2020 dalam sistem Administrasi Badan Hukum sehingga tidak dapat ditarik sebagai Tergugat/Turut Tergugat dalam perkara ini;
bahwa Peraturan OJK 55/POJK.03/2016 Tentang Tata Kelola Bagi Bank Umum yang mencerminkan asas Good Corporate Governance (GCG) harus menjadi landasan hukum bagi semua perbankan. Pada Pasal 1 ayat (7) mengatakan, tata kelola yang baik adalah suatu tata cara pengelolaan Bank yang menerapkan prinsip-prinsip: (a). keterbukaan (transparancy), (b). akuntabilitas (accountability), (c). pertanggungjawaban (responsibility), (d). independensi, (independentcy) dan (e). kewajaran (fairness). Karena PT. Bank Perusahaan Daerah Nusa Tenggara Timur adalah aset public (rakyat) yang harus dikelola secara baik dan terbuka.

“Ada mekanisme pemberhentian para jajaran direksi dan komisaris yang telah diatur baik dalam AD/RT Undang-Undang Perseroan Terbatas, dan Peraturan OJK. Kesemua itu harus menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan dalam RUPS. Pemberhentian harus sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap usulan penggantian dan atau pengangkatan anggota direksi oleh dewan komisaris kepada RUPS harus memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi,”kata Erwan.

“Kata harus dalam hukum adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan, apabila tidak, keputusan yang diambil adalah cacat formil. Apabila merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pemberitahuan pergantian tersebut diberitahukan paling lambat 14 hari sebelum dilakukan RUPS Luar Biasa,”ungkapnya.

Menurut UU PT Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 105 ayat (1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya ayat (2) keputusan itu diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Dalam ayat (3) ditegaskan bahwa dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota direksi yang bersangkutan diberitahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum di ambil keputusan pemberhentian.

Lebih lanjut kata dia, UU PT secara tegas mengatur tentang tata cara pemberhentian seorang direksi dengan mekanisme pemberitahuan terlebih dahulu paling lambat 14 hari sebelum RUPS digelar dengan menyebutkan alasan pemberhentiannya serta wajib memberikan kesempatan kepada direksi untuk membela dirinya di dalam RUPS. Peraturan OJK Nomor 55/POJK.03/2016 ketentuan Pasal 49 huruf b. terkait dengan kebijakan nominasi mewajibkan yakni pertama menyusun dan memberikan rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan dan/atau penggantian Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada RUPS.

Kedua, memberikan rekomendasi mengenai calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada RUPS. Apabila tidak, maka proses penggantian tersebut dapat dikatakan cacat hukum atau prosedur. Lebih lanjut pada Pasal 50 ditegaskan bahwa Rapat Komite Remunerasi dan Nominasi hanya dapat dilaksanakan dalam hal dihadiri oleh paling sedikit 51 persen dari jumlah Komite termasuk satu orang Komisaris Independen, satu pejabat eksekutif yang membawahkan sumber daya manusia atau perwakilan pegawai.

Demikian pentingnya posisi Komite Remunerasi dan Nominasi dalam proses pergantian Direksi, yang secara jelas telah diatur dalam undang-undang perseroan terbatas dan OJK. Mekanisme ini harus dijalankan semuanya oleh PARA TERGUGAT dalam proses pemberhentian PENGGUGAT.

“Apabila tidak maka tindakan yang dilakukan oleh PARA TERGUGAT adalah sikap otoriter dalam dunia perbankan, yang patut untuk dilawan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,”jelasnya. (Hiro Tuames)