Lahan Milik Keuskupan Agung Kupang Bakal ‘Disulap’ jadi Model Agroesuwisata di Kota Kupang

oleh -363 Dilihat

Keterangan Foto: Lahan Milik KAK Bakal jadi Model Agroesuwisata di Kota Kupang pada Rabu, 7 Agustus 2024. (Foto Hiro Tuames)

Suara-ntt.com, Kupang-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan merencanakan untuk mengembangkan lahan milik Keuskupan Agung Kupang (KAK) menjadi model Agroesuwisata di Kota Kupang.

Kepala Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Joaz Billy Oemboe Wanda mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Agung Kupang, RD. Krispinus Saku, Pr terkait pengembangan lahan milik KAK menjadi model Agroesuwisata di Kota Kupang.

Dikatakan, lahan seluas tiga hektare itu bakal hanya diolah satu hektare untuk pengembangan tanaman holtikultura.

“Kemarin kita sudah bertemu dengan Vikjen KAK dan sampaikan untuk kembangkan model Agroesuwisata
di lahan itu. Mungkin kita hanya olah satu hektare dari tiga hektare yang ada untuk tanaman holtikultura,”kata Joaz Billy kepada media ini pada Rabu, 7 Agustus 2024.

“Tapi kita tidak bisa intervensi semua kita sama-sama kolaborasi. Dan istilah yang saya gunakan adalah KISS (Kolaborasi, Integrasi, Sinergi dan Sistematis),”ungkapnya.

Dia menyampaikan, sebelum bapak Uskup Agung Kupang, Mgr. Hironimus Pakaenoni berangkat ke Jakarta dan Roma pada bulan September 2024 mendatang lahan tersebut sudah bisa dilakukan penanaman perdana.

“Kita rencanakan sebelum bapak Uskup ke Jakarta dan Roma pada bulan September 2024 mendatang maka pada akhir bulan Agustus 2024 kita sudah bisa tanam perdana di lahan milik KAK sebagai model di Kota Kupang,”ucapnya.

“Kita inginkan agar di Kota Kupang menjadi model pengembangan Agroesuwisata holtikultura yang didalamnya ada tanaman pangan, sayuran, buah-buahan dan lain sebagainya,”tambahnya.

Lebih lanjut kata dia, sejauh ini pihaknya menggandeng lembaga keagamaan baik itu dari pihak Gereja, Masjid, Pura dan lainnya untuk bersama-sama mengentaskan kemiskinan, penurunan angka stunting dan inflasi.

“Kita bersama lembaga keagamaan mempunyai irisan yang sama. Kalau pemerintah mempunyai masyarakat di desa sementara lembaga keagamaan baik itu Gereja, Masjid, Pura dan lain sebagainya mempunyai jemaah, umat dan jemaat. Orang yang sama hanya intervensinya berbeda-beda sehingga kita berkolaborasi agar intervensinya menjadi klop dan sama untuk bisa mengentaskan kemiskinan, menurunkan angka stunting dan inflasi,”jelasnya. ***