Suara-ntt.com, Jakarta-Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Yohanis Fransiskus Lema menegaskan kepedulian dan keberpihakannya kepada partisipasi politik dan kebijakan berperspektif gender.
Menurut politisi yang akrab dipanggil Ansy Lema tersebut, isu dan komitmen kepada perempuan bukan sekedar isu tempelan, tetapi harus menjadi isu arus utama (mainstream) dalam politik dan kebijakan publik.
“Selama ini perempuan dan isu yang terkait kurang mendapat tempat. Perempuan hanya menjadi penonton dalam Pilkada. Perempuan NTT berhak dipilih jadi calon dan memilih calon tertentu. Selain itu, isu-isu perempuan dipinggirkan karena budaya patriarki yang masih kental dalam perencanaan dan pengambilan keputusan publik,” ujar Ansy di Jakarta pada Kamis (15/8/2024).
Ansy mengaku sangat memberikan perhatian kepada dimensi pencapaian pendidikan, kesehatan dan kelangsungan hidup, partisipasi dan peluang ekonomi, serta partisipasi politik.
Mengutip laporan World Economic Forum dalam Global Gender Gap Report 2023 (GGGI), Indonesia termasuk NTT menempati peringkat 87 dari 146 negara.
“Artinya kita masih sangat jauh tertinggal. Ini gambaran keadaan sekaligus pemicu kita untuk memberi prioritas kepada perempuan. Karena ini sudah dilindungi, diberi jaminan oleh konstitusi maupun berbagai bentuk kebijakan dan aturan perundang-undangan,” paparnya.
Ansy menjelaskan, salah satu isu penting terkait perempuan adalah kesejahteraan Ibu dan Anak. Hal ini menjadi variabel determinan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, kondisi terpenuhi hak dan kebutuhan dasar Ibu dan Anak (terkait ekonomi, fisik, psikis, sosial) menjadi prakondisi yang akan dijamin Pemprov jika mau mengangkat kesejahteraan NTT lima tahun mendatang.
“Untuk itu, saya akan mulai dari terobosan di tata kelola pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengganggaran, kebijakan, kelembagaan dan pelayanan publik yang menjamin keterlibatan bermakna Ibu dan Anak,” paparnya.
Pada dimensi perencanaan, Ansy mengaku sudah siap dengan sistem perencanaan inklusif di mana kelompok Ibu dan Anak bisa terlibat secara intensif, mulai dari Musrembang paling bawah sampai ke provinsi.
Dalam tingkat desa namanya Musyawarah Khusus (Muskus). Muskus memastikan “partisipasi bermakna” para perempuan dari tingkat desa, termasuk di dalamnya kewajiban Pemprov untuk memberikan respons ke masyarakat, terutama ibu dan anak, atas setiap masukan yang diberikan dalam Muskus.
“Memperkuat sistem ini, pada sisi kebijakan, saya menyiapkan kebijakan afirmatif, Peraturan Gubernur (Pergub), yang memastikan hak ibu dan anak terpenuhi, baik pada perencanaan, dukungan anggaran dan pelayanan publik,” ujarnya.
Pengamat politik Universitas Nusa Cendana Diana Tahun menilai, kepedulian Ansy terhadap perempuan terekam nyata dalam perhatian dan sikap politiknya. Ansy tidak hanya memperhatikan kesejahteraan tetapi mengedepankan kesetaraan partisipasi politik perempuan.
“Selama ini figur bakal calon Wakil Gubernur NTT yang dilekatkan dengan Pak Ansy adalah figur perempuan seperti mantan Ketua Sinode Gereja Masehi Injili Timor Pendeta Dr Melly Kolimon, Anggota DPR RI Anita Jacoba Gah, Ketua DPRD NTT Emi Nomleni, Anggota DPRD Provinsi Reny Marlina Un, dan Politisi PSI Jane Suryanto. Dan Pak Ansy dalam berbagai kesempatan memberikan kesempatan kepada munculnya figur perempuan NTT. Artinya perempuan di mata Ansy adalah subjek hak yang memiliki kesempatan setara untuk memilih dan dipilih dalam kontestasi politik,” paparnya. ***