Kejati NTT Terapkan Keadilan Restoratif dalam Kasus Penghinaan Bupati Manggarai Barat di Media Sosial

oleh -118 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) memperkuat komitmennya dalam menerapkan keadilan restoratif demi menciptakan keadilan yang lebih humanis dan inklusif.

Pada Senin, 4 November 2024, dilaksanakan ekspose virtual permohonan penghentian penuntutan yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Manggarai Barat untuk kasus yang melibatkan terdakwa Saverinus Suryanto alias Rio. Terdakwa dituduh melanggar Pasal 45 Ayat (3) Jo Pasal 27 Ayat (3) UU ITE terkait unggahan penghinaan terhadap Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi.

Ekspose yang berlangsung di Ruang Rapat Kepala Kejaksaan Tinggi NTT ini dipimpin Direktur Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H., serta dihadiri Wakil Kepala Kejati NTT, Ikhwan Nul Hakim, S.H., beserta jajaran jaksa lainnya.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini berawal pada 9 Mei 2023, ketika terdakwa Saverinus menggunakan akun Facebook “Rio Suryant” untuk mengunggah tiga foto yang dianggap menghina Bupati Manggarai Barat. Foto-foto tersebut diunggah dari perangkat ponsel Infinix biru dan dapat diakses publik, sehingga dianggap mencemarkan nama baik korban.

Proses Perdamaian

Pada 29 Oktober 2024, terdakwa dan saksi korban mencapai kesepakatan damai yang disaksikan oleh tokoh masyarakat dan agama. Perdamaian ini menjadi dasar bagi Kejari Manggarai Barat untuk mengajukan penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif, sesuai dengan ketentuan formal dan material yang berlaku.

Pertimbangan Penghentian Penuntutan

Dalam ekspose ini, pihak kejaksaan menimbang sejumlah aspek untuk persetujuan penghentian penuntutan, di antaranya:

Terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana dan menunjukkan potensi rehabilitasi.

Kasus ini memenuhi kriteria keadilan restoratif karena ancaman hukumannya relatif ringan.

Terdapat pemulihan hubungan antara terdakwa dan saksi korban melalui kesepakatan perdamaian yang ditandatangani pada 29 Oktober 2024.

Sejalan dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum, Kejati NTT akan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) untuk mengesahkan penghentian perkara ini.

Komitmen Keadilan yang Lebih Humanis di NTT

Penghentian penuntutan dalam kasus ini menjadikannya sebagai kasus ke-40 yang diselesaikan melalui keadilan restoratif di NTT sepanjang tahun 2024. Langkah ini menggambarkan keseriusan Kejati NTT untuk menerapkan sistem peradilan yang berfokus pada pemulihan dan menciptakan harmoni sosial.

Melalui pendekatan keadilan restoratif, Kejati NTT berupaya memberikan solusi hukum yang lebih berfokus pada kemanusiaan, penyelesaian damai, dan inklusivitas. Pendekatan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keadilan yang berintegritas dan berkeadilan di Nusa Tenggara Timur.

Kejati NTT menegaskan akan terus menerapkan keadilan restoratif secara selektif untuk kasus-kasus yang memenuhi syarat, sebagai bentuk komitmen dalam memberikan pelayanan hukum yang lebih dekat dan adil bagi masyarakat. ***