Suara-ntt.com, Kupang-Menjelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) 2024, sebuah rekaman suara yang diduga melibatkan nama tiga institusi besar negara, yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan, mencuat ke publik. Pernyataan dalam rekaman tersebut diduga berasal dari Mohammad Ansor, politisi Partai Golkar sekaligus anggota tim pemenangan pasangan calon nomor urut dua, Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma (Melki-Johni).
Dalam rekaman itu, disebutkan bahwa ketiga institusi negara tersebut dilibatkan untuk mendukung kemenangan pasangan Melki-Johni. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 136/PUU-XII/2024, institusi seperti TNI, Polri, dan Kejaksaan diwajibkan menjaga netralitas dan dilarang terlibat dalam kegiatan politik yang menguntungkan atau merugikan pihak tertentu.
Pengamat Politik: Informasi Sesat dan Ganggu Demokrasi Lokal
Terkait isu tersebut, pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Yohanes Jimmy Nami, menilai bahwa informasi dalam rekaman itu bersifat sesat dan bertujuan menggiring opini masyarakat NTT.
“Rekaman tersebut mencerminkan sikap dan integritas yang kurang baik dari seorang politisi senior. Informasi yang disampaikan tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berpotensi mengganggu peradaban demokrasi di NTT,” ujar Jimmy, Senin (25/11/2024).
Menurut Jimmy, TNI, Polri, dan Kejaksaan adalah institusi negara yang berdiri di atas asas ketatanegaraan dan tidak terafiliasi dengan partai politik maupun kepentingan politik tertentu. Netralitas mereka dijamin oleh peraturan perundang-undangan demi menjaga keadilan dalam kontestasi politik.
“Institusi tersebut berdiri tegak untuk melindungi rakyat Indonesia tanpa terkooptasi oleh kepentingan politik tertentu. Klaim dalam rekaman ini sangat merusak peradaban politik kita,” tegas Jimmy.
Seruan Klarifikasi dari Bawaslu
Jimmy juga mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTT untuk segera memanggil Mohammad Ansor guna mengklarifikasi pernyataan dalam rekaman tersebut. Ia berharap langkah ini dapat menjaga kondusivitas politik menjelang hari pencoblosan pada 27 November mendatang.
“Klarifikasi diperlukan agar isu seperti ini tidak terus berulang dan kualitas demokrasi lokal di NTT tetap terjaga,” imbuhnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Mohammad Ansor maupun tim pemenangan Melki-Johni belum memberikan tanggapan resmi terkait beredarnya rekaman tersebut. Bawaslu NTT juga belum mengeluarkan pernyataan terkait langkah yang akan diambil untuk menyikapi masalah ini. ***