Suara-ntt.com, Kupang-Hampir seluruh Fraksi DPRD Provinsi NTT meminta agar bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) dari Pemerintah Provinsi NTT sebesar Rp 105 miliar kepada masyarakat disalurkan secara tunai.
Sementara Pemerintah Provinsi NTT menginginkan agar bantuan itu dalam bentuk tunai dan non tunai (pangan).
“Kita DPRD NTT bahkan semua fraksi minta agar bantuan JPS itu dalam bentuk tunai,”kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi NTT, Patris Lali Wolo kepada wartawan usai rapat Badan Anggaran DPRD NTT dengan pemerintah, Jumat (3/7/2020).
Alasan bantuan itu secara tunai kata dia untuk menghindari hal-hal teknis yang akan terjadi dilapangan. “Kalau bantuan itu dalam bentuk tunai saya kira itu jauh lebih efektif dan efisien ketimbang dalam bentuk sembako atau pangan. Apalagi masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman,”ungkapnya.
Sementara itu Sekertaris Daerah Provinsi NTT, Benediktus Polo Maing mengatakan, pemerintah provinsi masih menunggu data dari kabupaten/kota untuk penyaluran bantuan JPS kepada masyarakat.
“Kita masih ada pertimbangan-pertimbangan teknis. Dari data-data dan fakta dilapangan soal efektifnya bantuan tunai dan non tunai itu yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat. Paling tidak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka,”katanya.
Dikatakan, dari data-data yang ada akan dipertimbangkan kembali agar bantuan itu tidak semuanya dalam bentuk uang tetapi juga dalam bentuk pangan.
“Bantuan dalam bentuk uang dan pangan itu hanya persoalan pada teknis pengerjaannya. Itu bisa diatasi kerumitan dalam mengerjakannya. Tapi kita inginkan agar yang dibantu itu untuk kebutuhan keluarga. Jangan sampai bantuan itu tidak tepat sasaran. Itu yang kita hindari,” ungkapnya.
Lebih lanjut kata dia, bantuan sosial seperti itu harus tepat pada masyarakat. Dan itu menjadi pertimbangan pemerintah.
“Kita akan segera eksekusi pada bulan Juli 2020 ini,”tandasnya.
Untuk diketahui bahwa bantuan itu akan diberikan kepada setiap kepala keluarga (KK) sebesar Rp 500 ribu. Dimana Rp 150 ribu dalam bentuk tunai dan Rp 350 ribu dalam bentuk pangan atau sembako.
“Masalah data bukan hanya di NTT, tapi di tingkat nasional juga sama, sehingga banyak yang tidak tepat sasaran,” pungkasnya (Hiro Tuames)