Gubernur VBL Tantang Fraksi Gabungan DPRD NTT untuk Beberkan Bukti Dugaan Korupsi dan Penyuapan

oleh -169 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang- Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) tantang Fraksi Gabungan Demokrat, Solidaritas dan Pembangunan DPRD Provinsi NTT untuk beberkan bukti dan data oknum yang diduga melakukan korupsi dan penyuapan dilingkup Pemerintahan Provinsi NTT saat ini.

“Jika dalam pemerintahan saat ini ada yang melakukan korupsi dan penyuapan maka tunjukan ke saya orang itu. Jangan baca diatas podium ini. Silahkan kasih ke saya kalau tidak saya akan mempertimbangkan dalam satu minggu ini dan mengambil langkah-langkah hukum selanjutnya,” katanya dalam sidang paripurna soal laporan pertangungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi NTT tahun anggaran 2019, Rabu (8/7/2020).

Viktor tegaskan, jika dalam pemerintahannya diketahui ada oknum aparat yang bermain-main maka akan ditindak tegas, asalkan dugaan yang disampaikan benar-benar didukung dengan bukti yang akurat.

“Kalau dalam pemerintahan saya ada oknum aparat yang mau bermain-main maka saya perintahkan sekda setelah acara ini siapkan langkah-langkah hukum selanjutnya. Saya minta semua yang ada dalam forum ini jika ada dugaan dimana-mana ada yang main proyek maka perlu dievaluasi apalagi ada penyuapan seperti yang disampaikan tadi,”ungkapnya.

Dia mengatakan, tidak boleh dalam semangat kebersamaan lalu mengeluarkan tuduhan tanpa ada bukti-bukti hukum.

“Sebagai seorang politisi saya menyadari hal itu. Dan saya berdiri hari ini, saya tidak akan pernah korupsi karena saya datang untuk membangun NTT. Jadi jika ada aparatur yang melakukan korupsi, silahkan bawa namanya, saya akan pecat sekarang. Kalau mau cari uang, saya tidak datang di NTT, saya datang untuk membangun provinsi ini,” tegasnya yang membuat suasana di ruang sidang utama DPRD NTT itu menjadi hening seketika.

Dirinya meminta anggaran yang dipotong dalam perubahan APBD dimana ada dugaan menangkan proyek tertentu maka itu mempunyai korelasi-korelasi negatif. Karena tidak boleh sebelum ada keputusan-keputusan lalu mengeluarkan tunduhan tanpa ada bukti-bukti itu.

“Saya berdiri di depan bapak-ibu anggota DPRD bahwa saya tidak akan pernah korupsi. Karana saya datang untuk membangun NTT dan saya tantang bapak-ibu anggota DPRD. Bila ada persoalan-persoalan silahkan laporkan nama orang itu”.

“Mari kita sama-sama membangun daerah ini. Dan saya sangat setuju memang selama ini Provinsi NTT belum dikelola dengan benar. Banyak aset kita yang belum dikerjakan dan dikelola dengan baik.

Salah satunya adalah Hotel Sasando Kupang yang bertahun-tahun tidak memberikan dukungan dan kontribusi anggaran yang luar biasa. Dan pada pemerintahan saya saat ini kita usir kasih keluar orang-orang besar yang terlibat didalam,”bebernya.

Dalam kesempatan itu dia meminta seluruh fraksi DPRD NTT yang mempunyai niat yang baik maka mari bersama-sama untuk membangun NTT ke arah yang lebih baik.

“Sebagai seorang gubernur pasti mempunyai semangat yang sama untuk membangun provinsi ini. Saya paling pantang dituduh kalau tidak ada orangnya dan bukti yang kuat maka kita akan berhadapan. Dan saya akan ambil langkah hukum dan langkah yang perlu untuk kita bicarakan,”tegasnya.

Untuk diketahui bahwa rapat paripurna itu dipimpin oleh Ketua DPRD Provinsi NTT, Emiliana J. Nomleni didampingi Wakil Ketua, Dr. Inche Sayuna, Christ Mboeik dan Aloysius Malo Ladi.

Sebelumnya, Juru Bicara Fraksi Gabungan Demokrat, Solidaritas dan Pembangunan DPRD Provinsi NTT, dr. Christian Widodo dalam pendapat fraksi menyoroti Pendapatan Asli Daerah (PAD) memang tereasisai 93,54 persen; naik 14,95 persen dari realisasi PAD tahun anggaran 2018.
Namun mengingat PAD adalah faktor utama yang memantulkan waka (Bahasa Ngada-Nagekeo: harga diri).

“Kita sebagai sebuah daerah otonom maka kami tak segan-segan terus mendesak pemerintah agar lebih serius dan kreatif dalam memobilisasi sumber-sumber PAD melalui pola intensifikasi maupun ekstensifikasi; termasuk berupaya menciptakan dan memperbaiki instrumen-instrumen pengawasan dan pengendalian internal sehingga dapat menekan inefisiensi, kebocoran, dan korupsi PAD”.

Salah satu contoh kecil kebocoran atau korupsi PAD yang sudah menjadi rahasia umum dan acap dikeluhkan masyarakat (lantaran diberi karcis invalid, atau petugas berlagak lupa memberikan karcis) adalah penarikan retribusi masuk area pelabuhan-pelabuhan penyeberangan ASDP di daerah kita,”ungkapnya.

Fraksi Gabungan DPRD Provinsi NTT sangat menyesalkan realisasi Belanja Langsung yang hanya mencapai 85,52 persen. Belanja Barang dan Jasa pun hanya mencapai 88,59 persen dan Belanja Modal hanya 80,37 persen.

“Kami mendesak pemerintah lebih serius merealisasikan Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal karena indikator output maupun outcome-nya bersentuhan langsung dengan kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat.

Berulang kali pemerintah berdalih rendahnya realisasi Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal disebabkan karena keterlambatan pihak ketiga menyelesaikan pekerjaan; dan sebagai solusinya Pemerintah berulang kali sesumbar tanpa beban bahwa akan mempercepat tahap penandatanganan kontrak pekerjaan-pekerjaan konstruksi di awal tahun anggaran. Tetapi faktanya, realisasi Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal selalu di bawah 90 persen sehingga terpaksa dilanjutkan ke tahun anggaran berikut melalui mekanisme DPAL (Dokumen Pelaksana Anggaran Lanjutan),”pinta Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Provinsi NTT ini.

Dikatakan, sangat sulit dibantah pula fakta bahwa keterlambatan pihak ketiga menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan konstruksi juga disebabkan karena yang bersangkutan memenangkan (dimenangkan) beberapa pekerjaan sekaligus yang melampaui kemampuannya.

“Kami meminta pemerintah benar-benar memperhatikan dan mencermati aspek kemampuan pihak ketiga dalam penentuan pemenang pekerjaan-pekerjaan pemerintah,”ujarnya.

Selain itu Fraksi Gabungan Provinsi NTT juga soal SILPA yang cukup besar, yakni Rp.282,629 M lebih (2018: Rp.212,794 M lebih), sesungguhnya menggambarkan kekurangcermatan dalam perencanaan dan pelaksanaan yang berujung kegagalan realisasi sejumlah item Belanja Daerah, terutama dari sisi Belanja Langsung maupun Belanja Modal.

“Kami mengapresiasi jika SILPA yang besar disumbangkan dari efisiensi dan penghematan, terutama efisiensi Belanja Modal, karena menggambarkan kecermatan pemerintah dalam mengelola anggaran.

Secara khusus kami juga menyesalkan besarnya nilai SILPA tahun anggaran 2019 akibat sisa Dana Bos. Kami menyayangkan buruk dan bobroknya tata kelola pemanfaatan Dana Bos oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT; mengingat, sebagaimana kita ketahui bersama, pendidikan merupakan faktor paling fundamental yang menentukan baik-buruknya peradaban suatu bangsa. Apalagi jika melihat kondisi daerah kita yang masih masuk peringkat ke tiga Provinsi termiskin di Indonesia. Mengutip Paulo Fraire bahwa pendidikan adalah jalan pintas untuk mengubah kemiskinan,”pungkasnya. (Hiro Tuames)