Suara-ntt.com, Kupang-Dua karyawan (sopir) atas nama Vitalis Bano dan Yohanes Nesi yang bekerja pada usaha dagang (UD) Sama Jaya Kupang dipecat oleh majikan atau bosnya tanpa ada pesangon.
Kedua karyawan yang berprofesi sebagai sopir itu dipecat tanpa alasan dasar yang kuat. Lataran karena hanya meneguk tiga gelas laru putih ketika mengantar bahan bangunan kepada pelanggan di Tarus-Manikin.
Vitalis Bano yang didampingi istrinya menuturkan kronologisnya dimana pada saat itu dirinya mengantar barang di Manikin-Tarus namun karena belum menemukan alamat yang diberikan akhirnya memilih untuk beristirahat.
Ketika beristirahat bersama temannya di depan rumah salah satu warga ada yang menjual laru putih akhirnya ia memilih untuk meneguk tiga gelas karena merasa sudah lapar.
“Saat itu saya posisi dalam keadaan lapar sekali karena pagi belum makan. Dan waktu itu mau makan tapi nasi sudah basi akhirnya saya memilih minum laru putih tiga gelas. Dan ketika pulang ke gudang pada malam dan bos bilang kamu mabok ya,”kata dia kepada wartawan di Gedung DPRD Provinsi NTT, Selasa (28/7/2020).
Vitalis mengisahkan sejak diberhentikan sampai saat ini dirinya tidak terima satu rupiah pun apalagi pesangon dari majikannya.
“Sampai hari ini bos tidak kasih saya uang satu rupiah pun,”ungkapnya.
Saat ini kata dia, sudah mengajukan pengaduan di Dinas Nakertrans Provinsi NTT bersama temannya namun masih sementara diproses.
Dia mengatakan, mereka datang mengadu ke Komisi V DPRD Provinsi NTT agar uang pensiun, pesangon dan kekurangan lainnya dibayar oleh majikan.
“Saya datang kesini kalau bisa uang pensiun, pesangon dan kekurangan lainnya bisa dibayar. Karena selama ini kita kerja tidak sesuai dengan aturan bahkan kerja 24 jam,”pinta ayah dari enam anak itu.
Dikatakan, dirinya bekerja di UD. Sama Jaya Kupang sejak tahun 1999 lalu bahkan merupakan satu-satunya sopir saat itu. Jika diakumulasi semua kekurangannya selama 20-an tahun bekerja pada perusahaan itu sekitar Rp 200 juta lebih.
“Pengacara dari bos UD. Sama Jaya bilang hanya sanggup membayar Rp 10 juta. Jika lanjut maka bapak tidak akan dapat apa-apa,”imbuhnya meniru kata-kata dari pengacara itu.
Dia mengakui waktu itu diberikan surat dari majikannya untuk tanda tangan namun ia menolak karena tidak membuat kesalahan.
“Waktu itu dikasih surat tapi saya tidak tanda tangan. Saya tanda tangan kecuali buat kesalahan seperti mencuri atau lain sebagainya,”pungkasnya.
Sementara itu Yohanes Nesi mengakui dipecat oleh majikan UD. Sama Jaya karena situasi pandemi covid-19 dan sudah menandatangi surat pemecatan itu.
“Saya waktu itu dikasih uang Rp 4 juta untuk kebutuhan dalam keluarga sehari-hari,” katanya.
Yohanes mengatakan dirinya bekerja di perusahaan itu sudah dua (2) tahun. Sejak pertama kali masuk kerja diberi upah atau gaji Rp 1,1 juta per bulan selama tiga bulan. Kemudian gajinya naik menjadi 1,3 juta tiga bulan kemudian. Setelah itu baru gajinya Rp 1,5 juta hingga tahun 2020.
Dikatakan, pembayaran gaji atau upah tepat waktu dengan ditambah uang makan. “Setelah empat bulan di tahun 2020 tidak diberikan uang makan lagi tetapi hanya dikasih gaji saja karena covid-19,”ungkap ayah dari dua anak ini.
Menurutnya, selama dua tahun bekerja di UD. Sama Jaya dirinya tidak mendapat kartu BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Dijelaskan, dirinya sudah mengadu ke Dinas Nakertrans Provinsi dan menghitung semua pesangon dan gaji selama dua tahun.
“Baru-baru kita di Dinas Nakertrans Provinsi mereka sudah hitung semuanya. Termasuk dengan pemotongan uang yang diberikan Rp 4 juta dan sisanya Rp 11 juta. Kemudian pesangon yang belum tahu jumlahnya. Dari Rp 11 juta itu yang dihitung dari gaji selama 2 tahun,”ujarnya.
Dia mengharapkan agar semua uang itu diberikan secepatnya sambil mencari kerja di tempat lain.
Lebih lanjut kata dia, dari Nakertrans Provinsi NTT memintanya untuk melakukan pendekatan dengan majikan UD. Sama Jaya karena disuruh oleh pengacara.
“Bos bilang tidak akan bayar semuanya mau lapor sampai di Mahkamah Agung juga saya tidak akan bayar. Pengacara dan karyawan bilang ke saya lebih baik ambil uang Rp 4 juta itu dari pada kosong. Kemudian dari pihak Nakertrans NTT atas nama pak Roni bilang bos mau tambah kamu Rp 2 juta jadi semuanya menjadi Rp 6 juta,”,”beber Yohanes menirukan kata-kata majikannya.
Bantah Berhentikan
Pada sisi lain Pemilik UD Sama Jaya, Muji Santoso mengakui bahwa dua karyawan (sopir) pada UD. Sama Jaya Kupang atas nama Vitalis Bano dan Yohanes Nesi tidak diberhentikan. Bahkan dirinya ada memberi surat kepada mereka untuk memberikan penjelasan alasan kenapa tidak mau masuk kerja lagi.
“Saya sudah kasih surat kepada mereka untuk beri penjelasan tapi mereka tidak mau diterima surat itu,”kata dia ketika dikonfirmasi wartawan di tempat usahanya.
Santoso mengatakan, keduanya diberhentikan karena ada buat kesalahan yakni minum mabok.
“Karena ada minum mabok dan saya ada kasih surat tapi dia tidak mau tanda tangan,”ungkapnya.
Dikatakan, dirinya memberhentikan mereka karena sudah mengadu ke Dinas Nakertrans dan DPRD Provinsi NTT.
“Saya memberhentikan mereka karena sudah mengadu ke Nakertrans dan DPRD NTT. Kalau dari pihak Nakertrans mereka hanya sebagai mediator saja,”ujarnya.
Dia mengakui pihaknya tidak pernah memberikan nasi basi kepada karyawannya. “Jika mereka katakan diberikan nasi basi itu tidak benar karena mereka mau membela diri pak,”bebernya.
Selama ini ia memperkerjakan karyawan sesuai dengan aturan yang ada.
“Kalau mereka mengadu soal jam kerja yang melebihi yang ditetapkan oleh Nakertrans Provinsi selama 8 jam per hari itu tidak benar. Karena semua itu ada retasannya pak. Tapi itu saya tidak hafal tergantung jaraknya jauh atau dekat,”jelasnya.
Dalam kasus ini, Pemilik UD. Sama Jaya, Muji Santoso memakai Pengacara Paulus Seran. Alasannya karena dirinya juga tidak terlalu paham soal hal tersebut.
Untuk diketahui bahwa Vitalis Bano sudah tiga kali ingin bertemu hanya majikannya yang tidak mau untuk terima mereka.
“Kalau pak Yohanes Nesi kerja disini baru dua tahun sedangkan pak Vitalis Bano sudah lama kerja disini,”ucapnya.
Dijelaskan, upah yang diberikan disesuaikan dengan banyak ret dan ada makan siang.
“Memang oto itu tidak perlu ada kondektur karena muatannya hanya batu pecahan dan pasir,”imbuhnya.
Lebih lanjut kata dia, akan membayar semua kekurangan itu karena ada rasa kekeluargaan.
Sejauh ini karyawan atas nama Yohanes Nesi tidak memiliki BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan karena yang bersangkutan tidak memberikan data yang lengkap.
“Kita mau urus bagaimana kalau yang bersangkutan KTP dan KK tidak ada,”pungkasnya. (Hiro Tuames)