Diberhentikan Tanpa Kejelasan, 26 Karyawan Barata Kupang Mengadu ke DPRD NTT

oleh -164 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang- Sebanyak 26 karyawan PT Barata Guna Indo Ganesa Cabang Kupang mendatangi kantor Kantor DPRD NTT guna mengadu terkait pemberhentian sepihak dari perusahan terhadap mereka.

Pantauan media ini, kehadiran 26 karyawan tersebut tidak sempat bertemu dan berdialog dengan pimpinan dan anggota Komisi V DPRD Provinsi NTT. Namun mereka diterima oleh staf pendamping Komisi V DPRD Provinsi NTT, Bung Baginda Ali, Bung Agus Pallo dan Bung Mad Djawas pada 12 Agustus 2020 sore.

Kedatangan karyawan PT Barata Kupang juga didampingi Serikat Buruh Pemerja Indonesia (SBSI) DPC Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.

Salah satu staf atas nama Bung Baginda Ali meminta para karyawan membuat surat pengaduan secara tertulis untuk disampaikan kepada pimpinan Komisi V DPRD Provinsi NTT melakukan dialog bersama.

Kordinator karyawan PT Barata Kupang, Indri Ariani, kepada wartawan mengatakan, kehadrian mereka di Komisi V DPRD NTT untuk menyampaikan keluhan terkait pemberhentian dari pekerjaan tanpa status yang jelas.

Kepada wartawan, Indri mengatakan bahwa dirinya dan karyawan lainnya telah berupaya melakukan komunikasi dengan pihak perusahan namun sampai dengan saat ini tidak ada kejelasan.

Ia menjelaskan, perusahan merumakan mereka sejak bulan Mei 2020 dengan kesepakatam bahwa di awal awal bulan tanggal 1 Juni kembali bekerja. Namun saat masuk kerja, mereka disampaikan oleh manager bahwa akan dirumahkan kembali.

“Kami bingung dengan status kami saat ini apakah hanya dirumahkan atau telah di PHK. Sampai dengan saat ini kami belum juga di PHK oleh perusahan,” ungkapnya.

Selain telah dirumahkan, perusahan telah meninaktifkan BPJS Kesehatan yang selama ini ditanggung oleh perusahan. Perusahan beralasan bahwa, mereka dirumahkan karena perusahan telah pailit.

“Kami minta BPJS diaktifkan kembali. Kami ini sudah susah. Kalau BPJS dinonaktifkan karena itu harapan kami saat kami sakit,” ungkapnya.

Terkait BPJS Kesehatan, kata Indri, dirinya dan teman-temannya telah menyampaikan ke perusahan agar kembali diaktifkan namun perusahan mengatakan bahwa untuk mengaktifkan kembali BPJS Kesehatan harus membuat surat pengunduran diri untuk selanjutnya BPJS Kesehatan dialihkan ke tanggungan pribadi atau mandiri.

Dirinya berharap pemerintah dan DPRD NTT dapat memfasilitasi masalah yang sedang dialmi okeh mereka. Pasalnya, dari 26 karyawan yang telah dirumahkan ada yang telah bekerja selama belasan tahun.

“Kami menolak untuk di PHK karena status kami tidak jelas. Kalau pun di PHK kami minta hak-hak kami diperhatikan karena masa kerja kami rata-rata 5 tahun ke atas bahkan ada yang telah bekerja selama 19 tahun,” katanya.

Ketua DPC SBSI Kota Kupang, Jemi Tepa, mengatakan, sejak pengaduan dari karyawan PT Barata Kupang, SBSI telah beberapa kali melakuakn komunikasi dengan perusahan namun tidak mendapat kesepakatan karena saat ini pimpinan perusahan telah kabur dan staf yang berada sekarang ini tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan.

Karena alasan itulah, para karyawan bersama SBSI melaporkan kasus ini ke Dinas Tenaga Kerja san Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTT. “Mediasi dengan Disnakertrans juga menemui jalan buntu karena yang bertemu adalah staf bukan pimpinan,” ujar Jemi.

Perusahan, kata Jemi juga telah melaporkan kasus ini ke Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang. Hal yang sama pun terjadi, tidak ada kesepakatan bersama antara kareyawan dan perusahan.

Belum adanya kesepakatan antara karyawan dan perusahan, SBSI kata Jemi, bersama para karyawan akan melanjutkan ke ranah hukum yakni lanjut ke pengadilan hubungan industri (HT).