Pemprov NTT ingin Besipae jadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat

oleh -157 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Pemerintah Provinsi NTT ingin menjadikan Besipae menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat agar hidup lebih sejahtera.

“Kita sama sekali tidak pernah punya niat untuk menyengsarakan warga masyarakat Besipae. Justru kita pemerintah ingin menjadikan daerah itu sebagai salah satu pusat ekonomi masyarakat,”kata Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Sonny Zet Libing didampingi oleh Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT, Jelamu Ardu Marius terkait kisruh sengketa lahan Besipae di Kecamatan Linamnutu Kabupaten TTS kepada wartawan, Rabu (19/8/2020).

Menurutnya, dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk NTT Pulau Sumba dan daratan Timor menjadi daerah penyumbang terbesar kemiskinan. Dan untuk daratan Timor kantong kemiskinan ada di Kabupaten TTS .

Dengan data itu, Pemprov NTT berupaya menekan angka kemiskinan di daratan Timor dan Pulau Sumba dengan memanfaatkan aset yang ada. Dan salah satunya adalah pemanfaatan lahan di Besipae.

“Pemprov NTT punya komitmen yang kuat untuk menekan angka kemiskinan. Dan TTS adalah salah satu kabupaten yang jumlah penduduk miskin tertinggi. Untuk itu pemerintah mencoba mengubah itu, termasuk memanfatkan seluruh aset yang ada agar dikelola untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Tidak ada niat pemerintah sedikitpun untuk menyengsarakan masyarakatnya,”ungkapnya.

Dia menyebut bahwa Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi adalah orang tua dari 5 juta lebih penduduk NTT. Sebagai orang tua kata dia tidak pernah berpikir untuk sengsarakan anaknya.

“Gubernur Viktor Laiskodat adalah bapak dan Wakil Gubernur Josef Nae Soi adalah mama bagi masyarakat NTT. Tidak ada niat menyengsarakan rakyat sebagai anaknya,”ujarnya.

Dikatakan, Pemerintah NTT dibawah kepemimpinan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Nae Soi berusaha untuk memanfaatkan lahan Besipae seluas 3.780 hektar itu, tidak saja untuk program kelor dan ranche sapi, tetapi akan dijadikan sebagai salah satu tempat pariwisata.

“Besipae merupakan salah satu kawasan yang bisa mendongkrak ekonomi masyarakat di TTS. Kita akan melihat hasilnya nanti, ketika pemerintah mengelola kawasan itu dengan baik.

Kita himbau pihak-pihak yang ingin memanfaatkan kisruh Besipae dengan memprovokasi untuk berhenti. Mari kita lihat apa tujuan Pemprov NTT secara komprehensif jangan melihat sepotong-sepotong,”bebernya.

Karena tujuan dari pemerintah adalah mengelola lahan itu dengan potensi pariwisata, pertanian dan peternakan yang akan mendongkrak bangkitnya ekonomi masyarakat TTS. Karena Besipae adalah kawasan yang paling potensial untuk menyelesaikan masalah ekonomi TTS.

“Kita akan lihat lima sampai 15 tahun kedepan setelah dikelola,”jelasnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, prinsip pengelolaan aset daerah adalah aset bukan untuk aset tetapi aset untuk kesejahteraan. Besipae adalah aset terbesar dari aset yang miliki di 22 kabupaten/kota dari aset yang dimiliki oleh Pemprov NTT baik di Bandung, Jakarta, Depok karena di Besipae adalah aset terbesar milik pemerintah seluas 3.780 hektar.

“Saya mau menyampaikan soal history bahwa pada 1982, mantan gubernur NTT almahrum Ben Mboy ingin kembangkan Peternakan Terpadu di Timor. Saat itu beliau ke Australia dan meminta pemerintah setempat untuk pengembangam Sapi Terpadu itu. Lalu dipilihlah lokasi yang sangat strategis yaitu di Besipae,”urainya.

Dikatakan, pada tahun 1982 kerjasama dimulai karena kawasan Besipae ada dalam kekuasaan Temukum Besar Nabuasa maka Pemprov NTT meminta untuk menyumbangkan lahannya bagi pengembangan peternakan dan saat itu menyetujuinya.

Dengan diserahkanlah Hak Pengelolaan oleh Usif Frans Nabuasa dari Besi dan Usif L. B. Nabuasa dari Pa’e. Jadi nama Besipae diambil dari dua nama Besar Usif yaitu Besi dan Pa’e. Dua Usif ini bersama dengan dua tokoh masyarakat lainnya dan aparat pemerintahan setempat di desa maupun kecamatan, memberikan penyerahan hak kepada pemerintahan untuk mengelola lahan bagi kesejahteraan masyarakat di Besipae.

Dalam perjalanan waktu, pemerintah provinsi tawarkan beberapa solusi kepada 37 Kepala Keluarga (KK) karena itu menjadi tanggung jawabnya bagi kelangsungan rakyatnya antara lain; memberikan tanah kapling seluas 800 m2 kepada 37 KK dan mengurus SHM.

Lalu, bagaimana dengan kehidupan mereka ini? Mereka tidak tidak bisa hidup dengan lahan 800 m2 ini, lalu pemerintah memberikan peluang untuk silahkan menggarap lahan seluas 3.700 hektar ini dengan catatan tidak boleh mengklaim menjadi hak milik mereka. Lahan seluas 800 m2 adalah milik setiap KK, tetapi lahan seluas 3.700 m2 yang digunakan sebagai kebun adalah lahan milik Pemprov NTT.

Kemudian pemerintah akan melibatkan 37 KK dalam seluruh program seperti Pengembangan Peternakan dan Pertanian Terpadu.

“Kemarin kami telah melibatkan 350 orang masyarakat setiap hari mereka membuka lahan untuk penanaman Lamtoro Teramba untuk pakan ternak serta penanaman kelor dan obat dalam bentuk program padat karya. Program itu saya sudah tawarkan kepada mereka tapi tolak untuk terlibat dalam program yang kami tawarkan,”pintanya.

Walaupun mereka menolak kata dia, namun pemerintah tetap mengkaplingkan tanah. Jadi kapling itu pertama areal yang telah disiapkan pemerintah di Besipae dan pekarangan rumah tinggal mereka yang sekarang juga dikapling untuk mereka.

Kemudian bagi 9 KK yang masih tinggal di kawasan hutan ditertibkan dan siapkan tanah kapling juga. Karena mereka selama ini telah tinggal di kawasan hutan dan jika mereka diproses secara hukum karena mereka sudah menempati kawasan hutan. Karena sesuai undang-undang Kehutanan yang menyatakan tidak boleh membangun rumah serta menebang pohon dikawasan hutan namu pihaknya masih melakukan kebijakan tersebut.

“Kami telah berencana membangun rumah, tapi kami diprotes oleh kelompok masyarakat Desa Limanlutu bersama Usif Frans Nabuasa dan Usif Nope Nabuasa. Mereka mengatakan bahwa mengapa mereka itu pendatang pemerintah memberi kapling dan membangun rumah bagi mereka? Karena itu kedua usif meminta mereka juga harus diberi rumah juga.

Karena kondisi tersebut maka pihaknya sementara bernegosiasi dengan para usif dan kelompok masyarakat yang besar ini. Dengan alasan itu Pemprov belum jadi membangun rumah bagi 9 KK tersebut, namun tanah kaplingnya sudah disiapkan,”imbuhnya.

Terkait lima KK yang membangun rumah dan menutup jalan masuk ke kantor UPT, Pemprov sudah merelokasi serta membangun rumah bagi mereka. Namun yang terjadi kelima KK tersebut tidak mau masuk ke dalam rumah tetapi mereka memilih tinggal di pinggir jalan. Padahal rumah sudah dibangun lima hari lalu lengkap dengan sarana listrik.

“Lima hari berturut-turut saya pergi membujuk mereka untuk masuk kedalam rumah tapi mereka tetap tidak mau masuk dan memilih tinggal di pinggir jalan dan malah tidur di tanah”.

“Kemarin terjadilah peristiwa tersebut seperti dalam video saat pihak Pemprov NTT pergi membujuk kelima KK untuk tinggal di rumah yang sudah disiapkan. Namun mereka tetap tidak mau dan memilih tidur di tanah sambil berteriak-berteriak menimbulkan kegaduhan.

Dan mama-mama yang tidur di tanah tidak mungkin ada yang angkat, karena nanti dibilang pelecehan lagi sehingga aparat memilih membuat tindakan shock therapy agar mereka mau bangun dan masuk rumah dengan menembakkan senjata gas air mata ke tanah. Bunyi letusan di tanah itulah yang membuat mereka semua bangun dari tidurnya di tanah itu. Dan karena mereka sudah bangun kami kirim mereka ke rumah yang sudah disediakan Pemprov NTT seperti itu peristiwanya,”pungkasnya.

Dia juga mengatakan, dirinya mendapat laporan lagi dari tadi malam sampai siang ini dimana kelima KK kembali menempati dan tidur di lahan kosong pinggir jalan itu.

“Saya sebagai Kepala Badan Aset yang bertanggung jawab atas penataan aset disitu dan dalam waktu dekat ini akan turun berdiskusi dengan mereka,”tuturnya. (Hiro Tuames)