Suara-ntt.com, Kupang-Hugo Rehi Kalembu nama yang tidak asing lagi dibalada perpolitikan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini.
Dia merupakan sosok seorang politisi partai Golongan Karya (Golkar) Provinsi NTT yang dikenal murah senyium, memiliki segudang ilmu di dunia politik dan berpengalaman sehingga kemampuannya tidak diragukan lagi.
Beliau itu orangnya mudah bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status, umur, dan lain sebagainya. Bahkan dirinya tak sungkan-sungkan membagi pengalamannya ketika berkecimpung di dunia politik.
Saat ini dia masih aktif menjadi anggota DPRD Provinsi NTT dan dipercayakan partai Golkar menjadi Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTT selama dua periode yakni periode 2014-2019 dan periode 2019-2024.
Untuk diketahui bahwa putra kelahiran pulau Sumba ini sudah sembilan periode menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) baik di Kabupaten Sumba Barat maupun DPRD Provinsi NTT.
Dimana selama delapan periode menjadi anggota DPRD dari partai Golkar dan hanya sekali dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Dia menceritakan bahwa sejak masih dibangku kuliah dirinya sudah tertarik dengan partai Golongan Karya (Golkar). Dimana pada tahun 1964, Golkar dibentuk dengan tujuan dua hal yakni pertama untuk membrantas kaum komunis yang saat itu makin menguasai Indonesia. Kedua politik panglima dan karya-karya nyata untuk membangun negara tidak ada sehingga negara menjadi kesulitan dalam bidang ekonomi. Dengan demikian sekelompok ormas menghendaki itu dan membentuk Golkar yang namanya Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya.
Ketika selesai pendidikan dan kembali ke Sumba, partai Golkar waktu itu dikuasai oleh tiga jalur yakni jalur Golkar sendiri, jalur Korpri (B) dan jalur ABRI (A) sehingga kita tidak ada tempat di partai Golkar.
Pada tahun 1976 ia diusulkan menjadi Sekertaris DPC PDI dan dirinya menerima jabatan itu. Dan politik jaman itu partai Golkar begitu kuat dan tidak ada kekuatan penanding.
Di tahun 1977 ada pemilihan umum (pemilu) dan waktu itu tidak ada orang yang mencalonkan diri dari PDI sebagai anggota DPRD. Akhirnya ia mencalonkan diri dan terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat dan mereka mendapat tiga kursi dan salah satunya adalah dia yang saat itu berumur 26 tahun. Dan ketika itu meleburnya PNI, Parkindo, Katholik, IPKI Murbai membentuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Namun dalam perjalanan lima tahun sebagai anggota DPRD dirinya merasa tidak banyak berbuat karena kekuatan di Fraksi PDI hanya tiga orang. Karena yang lain dikuasai oleh kelompok Golkar dan ABRI. Akhirnya memilih istirahat dan melanjutkan kuliah di Yogyakarta tahun 1982.
“Dan pada tahun 1987 saya diminta oleh Golkar untuk menjadi pengurus dan saya berpikir untuk melakukan perbaikan dari dalam supaya pikiran-pikiran kita mengubah situasi karena kalau tetap di PDI apa yang ingin perjuangkan tidak akan terwujud”.
“Sejak pemilu di tahun 1987, 1992 saya dicalonkan dari partai Golkar. Kemudian tahun 1997 partai mencalonkan saya sebagai anggota DPRD Provinsi NTT dan terpilih waktu itu. Namun karena reformasi maka saya kembali dicalonkan sebagai anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat tahun 1999 dan terpilih lagi,”pinta politisi Golkar asal pulau Sumba ini ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (7/10/2020).
Kemudian tahun 2004 dirinya dicalonkan lagi menjadi DPRD Kabupaten Sumba Barat dan terpilih lagi. Dan pada tahun 2009 dia kembali dicalonkan menjadi anggota DPRD Provinsi NTT dan terpilih sampai saat ini.
Dia mengatakan, sejak dirinya bergabung di partai Golkar selalu menjadi pimpinan fraksi yakni pertama menjadi Sekertaris Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Sumba Barat kemudian menjadi Ketua Fraksi Golkar DPRD NTT sampai saat ini.
Dikatakan, partai Golkar dibawah pimpinan pak Soeharto memang begitu dominan melakukan perubahan pembangunan ekonomi maupun sektor pendidikan dan kesehatan. Dijaman pak Soeharto stabilitas ekonomi itu terjadi dan pertumbuhan ekonomi meningkat. Kemudian dijaman pak Soeharto ada sekolah-sekolah Inpres yang dibangun di seluruh Indonesia. Dan dijaman beliau dibangun puskesmas-puskemas.
“Itu sebabnya kita begitu antusias untuk membesarkan partai Golkar ini. Dalam pembangunan nasional waktu itu yang dimotori oleh partai Golkar dengan menerapkan trilogi pembangunan yakni pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
“Kita mencoba untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dan terbukti pada masa Orde Baru itu pembangunan itu berhasil. Karena bangsa Indonesia tidak bisa bertumbuh sendiri dan pergolakan dunia internasional turut mempengaruhi. Jadi resesi pada waktu 1998 diakibatkan oleh resesi perubahan global didunia. Oleh karena itu kita belum siap waktu itu sehingga ekonomi terjadi inflasi,”dia menambahkan yang sekarang berusia 69 tahun itu.
Dijelaskan, di jaman Orde Baru yang dipelopori oleh partai Golkar waktu itu mengubah hidup rakyat secara drastis. Dimana tidak kelaparan, orang bisa sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan kesehatan semakin terjamin.
“Sampai saat ini kita tetap konsisten menjalankan dua misi ini yakni pertama mempertahankan ideologi dari rongrongan kiri komunisme maupun dari kanan kelompok-kelompok ekstrim lain. Kedua mengisi pembangunan dengan karya-karya nyata. Itu sebabnya dalam pemandangan fraksi Golkar kita selalu ditampilakan pikiran-pikiran kritis tetapi konstruktif,”pungkasnya.
Golkar Jadi Garda Depan dan Pelopor Pembangunan di NTT
Tak dipungkiri bahwa kekuatan dan pengaruh partai Golongan Karya (Golkar) dalam pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) begitu besar. Partai ini puluhan tahun menguasai DPRD (legislatif) bahkan pemerintahan di NTT.
Sampai kini, ciri khas itulah yang paling menonjol dari partai Golkar. Dimana mempunyai kekuatan politik, struktur dan mekanisme paling lengkap dengan derajat organisasi paling efektif. Sekalipun tidak selalu mampu meraih suara terbanyak, tidak ada kebijakan politik besar yang bisa diambil tanpa keterlibatan partai Golkar.
Salah satu politisi partai Golkar Provinsi NTT, Hugo Rehi Kalembu mengatakan, partai Golkar sebagai garda depan untuk mempelopori pembangunan bagi masyarakat karena itu merupakan cita-cita dan tujuan dari partai yang berlambang pohon beringin ini.
“Golkar tidak pernah kritik untuk menjatuhkan pemerintah. Tapi kita kritik yang bersifat konstruktif. Dimana mencari pikiran-pikiran baru agar melahirkan karya-karya nyata bagi pemerintah untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Baik itu dalam sektor ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan,”katanya.
Dikatakan, perkembangan saat ini begitu kompleks tetapi Golkar terus berusaha untuk bagaimana agar pembangunan ini tetap mengarah kepada rakyat sesuai motto partai Golkar adalah suara rakyat adalah suara Golkar, suara Golkar adalah suara rakyat. Dengan demikian, perjuangan partai Golkar saat ini adalah terus membangun daerah tercinta ini maka harus masuk dalam sistem pemerintahan.
Jika partai berlambang pohon beringin ini diberikan kesempatan oleh pemerintahan dan siapapun presidennya dari partai manapun maka Golkar tidak penah menolak karena partai ini ingin selalu menyumbangkan karya yang nyata untuk kemajuan bangsa dan di daerah.
“Jadi biarpun kita tidak menjadi pemimpin dan waktu itu pak Frans Lebu Raya menjadi Gubernur NTT dua periode dari PDI-Perjuangan tapi kita dari partai Golkar tetap di depan untuk memberikan pikiran-pikiran posetif”.
“Sama seperti sekarang ini dimana presiden bukan orang Golkar tapi dari PDI-Perjuangan kita tetap di depan untuk mempelopori pembangunan bagi masyarakat karena itu merupakan cita-cita kita,”ungkap bapak enam anak ini.
Dijelaskan, pendirian Golkar saat Orde Baru adalah untuk menandingi keberadaan Partai Komunis Indonesia di bidang politik tanah air. Pada masa-masa awal berdirinya Sekretariat Golkar memiliki anggota sejumlah 61 organisasi fungsional dan kemudian dikelompokkan dalam tujuh kelompok induk organisasi atau KINO, yakni Koperasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro), Sentral Organisasi Karyawan Swadiris Indonesia (SOKSI), Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Organisasi Profesi, Ormas Pertahanan Keamanan (Hankam), Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI) dan Gerakan Pembangunan.
Dalam perjalanan Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya (Golkar) kemudian berubah menjadi Golkar saja dan mengikuti Pemilihan Umum. Golkar kemudian berkembang menjadi partai politik pada masa orde baru yang besar dan memiliki banyak pengikut atau massa sehingga menjadi kekuatan politik baru di Indonesia. Bisa dikatakan bahwa pada saat itu Soeharto adalah kekuatan utama di belakang Golkar ditambah dengan jajaran birokrasi dan ABRI. Besarnya kekuatan Golkar dibuktikan dengan kemenangan mayoritas di hampir setiap pemilu serta parlemen sejak tahun 1971,1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Diakui bahwa sebagai kader partai Golkar dirinya sudah menyatuh dengan partai ini. Karena yang selalu dicanangkan adalah bagaimana berpikir, bertindak melahirkan karya-karya nyata untuk kebaikan daerah dan bangsa ini.
Perjalanan partai Golkar tidaklah berjalan mulus kadang mendapatkan hambatan dan diterpa isu miring namun semua itu karena politik dan harus diterima dengan lapang dada. Karena banyak pikiran dan gagasan yang berbeda dengan kita.
Golkar itu hadir dan ada untuk membela Pancasila, amankan Pancasila, laksanakan Pancasila dan membuat karya-karya nyata bagi bangsa. Bagaimana ideologi bangsa ini tidak boleh dirongrong tetapi harus ditanamkan nilai-nilainya dan dihayati oleh masyarakat agar hidup rukun, damai dan saling menghormati dengan penuh nuansa keagamaan yang bersatu. Karena prinsip Pancasila adalah seimbang, serasi dan selaras.
Daniel Woda Palle Jadi Figur Panutan
Berjumpa dengan sosok yang satu ini merupakan sebuah pengalaman berharga. Banyak ilmu yang bisa didapat dari mantan Bupati Sikka dua periode sejak tahun 1978 sampai 1988. Prinsip dari pak Daniel Woda Palle, menjadi pejabat merupakan sebuah pengabdian, tugas pelayanan kepada masyarakat. Pada zaman Orde Baru memegang jabatan kepala daerah, selain berpendidikan cukup, pegawai tersebut juga memiliki pengalaman dan kemampuan.
Mantan Bupati Alor, Ansgerius Takalapeta menceritakan, ketika bercimpung di dunia politik bersama partai Golkar saat itu, figur yang menjadi idola dan panutan adalah pak Daniel Woda Palle mantan Bupati Sikka dua periode itu. Dirinya sangat tertarik dengan pak Dan Woda Palle karena gaya kepemimpinan dan kebijakannya begitu bersahaja, luwes dan diterima oleh semua orang.
“Pak Dan Woda Palle itu jadi figur panutan saya karena gaya kepemimpinan dan kebijakannya ketika masih menjabat Bupati Sikka dan menjadi Ketua DPRD Provinsi NTT begitu memukau,”kata Ans ketika ditemui media ini di Fraksi Golkar DPRD Provinsi NTT, Rabu (7/10/2020).
Dikisahkan, waktu beliau masih menjabat sebagai Bupati Sikka dan saat itu dirinya menjabat sebagai salah satu Kepala Bidang di Bappeda Kabupaten Alor. Ketika itu dia bersama para Kepala Desa, Camat dan beberapa staf melakukan studi banding di Kabupaten Sikka dan mengenal betul gaya kepemimpinan dan kebijakannya.
Setelah menjabat sebagai Bupati Sikka selama dua periode kemudian beliau kembali bekerja dan mengabdi sebagai PNS di Bappeda Provinsi sebagai Wakil Ketua Bappeda. Setelah itu beliau mendapat jabatan baru sebagai Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi NTT. Dan waktu itu juga saya mendapat jabatan baru menjadi Kepala Badan Pemberdayaan dan Masyarakat Desa Kabupaten Alor sehingga intensitas hubungan semakin akrab.
Dan bersamaan dengan itu beliau terpilih menjadi Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi NTT dan saya juga terpilih menjadi Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Alor.
Dia mengatakan, setelah pada periode pertama sebagai Bupati Alor selesai dan pada periode kedua partai Golkar mengusung pak Jhon Blegur sebagai calon bupati dan saya melalui partai kecil namanya Krisna.
Namun kebijakan Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi NTT, Daniel Woda Palle waktu itu katakan bahwa Golkar tidak mengarahkan untuk memilih calon tertentu. Namun meminta semua anggota DPRD Kabupaten Alor dari fraksi Golkar untuk memilih sesuai hati nurani.
“Karena pak Jhon Blegur adalah kader Golkar dan saya juga kader Golkar. Dan waktu pemilihan sebagian anggota DPRD Kabupaten Alor dari partai Golkar sebagian pilih saya dan sebagian pilih pak Jhon Blegur. Dan waktu itu saya yang memenangkan pemilihan itu,”pintanya.
Dikatakan, setelah tidak menjabat lagi sebagai Bupati Alor akhirnya dia bergabung kembali dengan partai Golkar. Dan pada tahun 2014 lalu, dirinya juga dimasukan sebagai caleg provinsi dan saat itu terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi NTT.
Jika melihat garis kebijakan dan komando dari partai Golkar selalu mendukung pemerintah yang sah. Namun dukungan partai ini selalu kritis, obyektif dan profesional sehingga hal-hal yang disorot adalah memperbaiki sistem agar pemerintah dalam menjalankan semua kebijakannya benar-benar berpihak pada masyarakat dan tidak ada celah hukum.
Kemudian jika dalam perjalanan ada kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat maka fraksi Golkar akan mengkritisi hal itu hingga saat ini.
“Saya melihat partai ini sebagai partai kader karena selalu memperhatikan kadernya secara berjenjang,”imbuhnya.
Kemudian memasuki era reformasi partai ini memperluas jaringan jika partai Golkar merekrut kader lain misalnya dari partai Gerindra namun bagi Golkar semuanya keluarga besar beringin. Ketika Golkar masih pada masa jayanya sudah membesarkan kader-kader dari partai lain setelah reformasi makanya mereka pindah partai karena banyak partai.
Karena jaman dulu hanya tiga partai saja yakni Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Karena di Golkar itu dikenal dengan partai Golkar dan Keluarga Besar Golkar. Kalau partai Golkar sendiri itu terdiri dari anggota dan pengurus partai sementara keluarga besar Golkar atau beringin itu adalah orang-orang yang dulu menjadi anggota dan pengurus hanya karena sudah pindah partai.
Sistem dan Jenjang Kaderisasi Begitu Luar Biasa
Pada sisi lain Ans Takalapeta mengatakan, sistem dan jenjang kaderisasi yang dibangun oleh Partai Golongan Karya (Golkar) mulai dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sangat baik dan luar biasa. Karena sistemnya mulai dari jenjang bawah hingga ke tingkat atas.
“Sabagai kader dan pengurus partai Golkar tingkat Provinsi NTT tentu saya apresiasi sistem dan jenjang kaderisasi yang diterapkan oleh partai ini,” kata dia.
Ans mengatakan, partai Golkar sangat mendukung kebijakan dan program pemerintah yang pro atau berpihak pada rakyat. Dan itu sesuai dengan mottonya yakni suara rakyat adalah suara Golkar, suara Golkar adalah suara rakyat.
Dikatakan, Golkar menerapkan jenjang kaderisasi dengan baik dan jelas. Dan sejak bekerja di Kabupaten Alor sebagai pagawai negeri sipil (PNS) dirinya sudah terlibat dalam organisasi dan menjadi anggota Korpri dan bila ada rapat kerja daerah (rakerda) partai Golkar maka ia menjadi panitia bukan pengurus.
Putra kelahiran Alor ini mengisahkan awal perjalanan karier politiknya di partai Golkar saat itu. Dirinya mulai bergabung dengan partai Golkar pada pemilu tahun 1977 semasa kuliah karena orangtuanya adalah seorang kader partai Golkar.
Setelah kuliah di Kupang 1980 dan mulai memulai kariernya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Alor. Dan waktu itu semua PNS diwajibkan untuk masuk sebagai kader Golkar.
Pada tahun 1983 dirinya terpilih menjadi Ketua KNPI Kabupaten Alor dan sekaligus terpilih sebagai pengurus Golkar antar waktu saat itu. Dia terpilih sebagai Ketua Bagian Pemuda dari tahun 1983 sampai 1988 sebagai pengurus antar waktu. Dari tahun 1988 sampai 1993 menjabat sebagai Wakil Sekertaris.
Tahun 1993 sampai 1999 menjabat sebagai Sekertaris DPD II Partai Golkar Kabupaten Alor. Kemudian pada bulan Januari 1999 dirinya terpilih sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Alor. Dan pada bulan Pebruari 1999 terpilih menjadi Bupati Alor oleh DPRD saat itu.
Ketika terpilih menjadi Bupati Alor pada periode pertama dirinya memilih tetap menjadi PNS dan Ketua DPD II partai Golkar Kabupaten Alor diberikan ke pak Jhon Blegur. Dan saat itu Golkar diterpa isu yang sangat luar biasa.
“Tapi saya berpikir sebagai Bupati dengan berbagai kiat-kiat program pemerintah versi Golkar yang kita mainkan membawa nama baik golkar. Itu sebabnya sebagai bupati jika ada kebijakan-kebijakan yang disusun dan tawarkan oleh pemerintah biasanya saya lemparkan dan minta ke fraksi Golkar untuk dimainkan dalam pemandangan umum fraksi padahal itu yang mau diprogramkan,”ungkap bapak dari empat anak ini.
Dijelaskan, jika ada kebijakan yang mau digodok untuk tahun depan maka dirinya melibatkan fraksi Golkar sebagai rekomendasi dan unsur kebijakan yang akan diberikan kepada pemerintah.
“Dan hal itu bagus karena saya sudah godok dan ketika fraksi Golkar paparkan maka fraksi lainnya mendukung program itu. Kalau ada hal-hal strategis saya melalui jalur fraksi Golkar. Kemudian ada hal lain saya lewat fraksi lainnya yang munculkan dan akan diakomodir pada tahun berikutnya sehingga terlihat betul dewan mempunyai peranan,”paparnya.
Lebih lanjut dirinya melihat sistem kaderisasi dalam partai Golkar sangat jelas karena melakukan diklat-diklat politik yang begitu banyak untuk kadernya. (Hiro Tuames)