Site icon Suara NTT

Ada 6.831 Desa di Indonesia Berbatasan dengan Kawasan Konservasi

Suara-ntt.com, Kupang-Sebanyak 6.831desa di Indonesia yang berbatasan dengan kawasan konservasi atau equivalen dengan sekitar 9,5 juta orang menggantungkan kehidupan sosial, ekonomi dan budayanya pada kawasan konservasi dan hidup dalam keterbatasan atau tertinggal.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Wiratno mengatakan,
pada umumnya masyarakat di sekitar kawasan bekerja pada sektor pertanian, sektor pariwisata alam baik jasa maupun non jasa. Dan mayoritas menggantungkan hidupnya kepada kawasan konservasi dengan memanfaatkan sumber daya alam.

“Pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat sekitar kawasan telah berlangsung turun temurun, baik untuk kegiatan komersial maupun kebutuhan sehari-hari. Produk jasa lingkungan yang tidak lepas dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan konservasi setidaknya meliputi air, sumber makanan, tumbuhan obat, sumber bahan bakar, dan keindahan bentang alam,”kata Wiratno pada Puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) sekaligus Hari Cinta Puspa, Satwa Nasional dan Jambore Nasional di Lasiana Taman Wisata Alam Teluk Kupang  pada Senin, 22 November 2021.

Dikatakan, pandemi COVID-19 yang terjadi di belahan dunia telah memukul berbagai sektor baik ekonomi, pendidikan, bisnis, transportasi, tidak terkecuali kegiatan pariwisata alam dan kebudayaan di kawasan konservasi dan sekitarnya. Pengelolaan kawasan konservasi tidak dapat dilepaskan dari masyarakat yang tinggal dan hidup di daerah penyangganya.

Pengelolaan jasa lingkungan, contohnya wisata alam di kawasan konservasi, pada beberapa tempat telah terbukti memberikan multiplier effects yang cukup besar, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Meskipun adanya penurunan PNBP bidang pariwisata alam akibat pandemi COVID-19 selama tahun 2020 menjadi sebesar Rp 53, 81 miliar atau turun 68,5 persen dari tahun 2019 atau sebesar Rp 171,18 miliar

Namun demikian adanya reaktivasi obyek wisata alam di 106 TN/TWA, kegiatan pengusahaan periwisata alam berhasil menyerap sekitar 6.893 orang tenaga kerja dan sampai dengan bulan Oktober 2021 jumlah telah menyetorkan PNBP sebesar Rp.35,53 miliar.

Hal ini membuktikan bahwa tata kelola jasa lingkungan berbasis masyarakat merupakan peluang pemerintah untuk meningkatkan taraf perekonomian dan kompetensi masyarakat.

Selain itu kata dia, seiring dengan menguatnya perekonomian masyarakat maka tekanan terhadap kawasan pun dapat berkurang. Dengan demikian, hutan lestari masyarakat sejahtera dapat terwujud. 

Dijelaskan, penerapan reaktivasi obyek wisata alam di kawasan konservasi selama pandemi COVID-19 menjadi tantangan berat bagi Direktorat Jenderal Konservasi Alam dan Ekosistem dan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Persiapan sarana prasarana pendukung, Standart Operational Procedure (SOP) dan Sumber Daya Manusia (SDM) serta koordinasi dengan Satgas COVID-19 serta para pihak terkait guna memotong rantai penyebaran virus itu.

Dengan adanya reaktivasi obyek wisata di kawasan konservasi tentu disyukuri para pelaku industri pariwisata alam seperti pengusaha hotel, homestay, pemanduwisata, porter, penyedia jasa transportasi, penjual makanan minuman, penjual souvenir dan lain sebagainya yang selama ini berhenti beraktivitas karena adanya penutupan kawasan. Hal ini tentunya menyebabkan ribuan masyarakat sekitar kawasan terdampak dari sisi perekonomian.
Banyak studi tentang multiplier effects dari kegiatan pemanfaatan kawasan konservasi. Sutdi tersebut bahwa kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan seperti wisata alam adalah 15 sampai 20 kali lipat lebih besar dari nilai PNBP yang diterima oleh negara.

Berdasarkan rekapitulasi nilai kelola ekonomi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dari tahun 2015-2019 dengan menggunakan pendekatan multiplier effects meliputi fungsi penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan, fungsi jasa lingkungan, fungsi penunjang budidaya dan plasma nutfah, fungsi restorasi dan pemulihan ekosistem dan fungsi sosial yaitu sekitar Rp 201 miliar atau rasio sebesar 1: 3 dengan realisasi APBN Balai TNGC.

Berdasarkan data nilai kelola ekonomi Bulan Januari- Agustus 2021 yaitu sekitar Rp 32 miliar atau rasio sebesar 1: 4 dengan realisasi APBN yang dibelanjakan dalam pengelolaan TNGC. Hal ini menunjukkan bahwa animo masyarakat yang berkaitan dengan kawasan konservasi sangat tinggi, bahkan di masa pandemi.

Reaktivasi kawasan konservasi untuk kunjungan wisata alam dilakukan dengan menerapkan tata kelola kunjungan wisata alam yang lebih baik, diantaranya dengan membekali petugas dengan pengetahuan protokol kesehatan, penerapan kuota kunjungan, protokol kunjungan wisata alam dan penerapan serta pengecekan protokol kesehatan, penambahan fasilitas kesehatan, dan penyusunan laporan pemantauan dari seluruh kawasan konservasi yang dibuka setiap hari disampaikan kepada Menteri LHK.

Reaktivasi obyek wisata alam di kawasan konservasi juga momentum penerapan reservasi yang memperhatikan penghitungan daya dukung kawasan melalui e-booking dan menghindari mass tourism. Selain itu juga saat yang tepat untuk menerapkan e-ticketing secara cashless and touchless untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan pengunjung kawasan konservasi serta sebagai salah satu tindakan pecegahan penyebaran COVID-19.

Pada sisi ekonomi, reaktivasi obyek wisata di kawasan konservasi sebagai salah satu bentuk dukungan Kementerian LHK terhadap pemulihan perekonomian masyarakat.
Puncak peringatan HKAN Tahun 2021 ini mengusung tema Bhavana Satya Alam Budaya Nusantara: Memupuk Kecintaan pada Alam dan Budaya Nusantara. Hal ini selaras dengan strategi pengembangan pariwisata alam Conservation, Community and Commodity dimana lebih mengutamakan wisata yang berkualitas (quality tourism) dan mendorong berkembangnya wellness tourism. Harapannya adalah durasi tinggal (length of stay) wisatawan meningkat. Hilirisasi industri pariwisataalam yang melibatkan banyak stakeholders dan digitalisasi UMKM dalam pemasaran dan promosi perlu ditingkatkan.

Pelibatan masyarakat adat perlu ditingkatkan, budaya dan kearifan local menjadi modal utama dalam mengatasi krisis akibat Pandemi Covid-19 melalui pengembangan wisata alam. Inilah saatnya masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan konservasi dan budaya.

PuncakPeringatan HKAN 2021 kali ini juga diselenggarakan bersamaan dengan peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) yang diperingati setiap 5 November. HCPSN Tahun 2021 mengusung tema Keanekaragaman puspa dan satwa: aset dasar pemulihan ekonomi nasional.  Tentu saja tema HCPSN tersebut sangat berkaitan erat dengan kegiatan-kegiatan peringatan HKAN yaitu pelepasliaran satwa liar dan penanaman pohon sebagai upaya rehabilitasi habitat, serta pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar untuk kesejahteraan masyarakat dan penerimaan pendapatan dan devisa negara.

“Saya berpesan kepada seluruh pengelola kawasan konservasi yang hadir hari ini, untuk merangkul masyarakat, memberikan akses serta prioritas kepada masyarakat sekitar kawasan untuk ikut terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi, serta memberikan pendampingan secara berkelanjutan,” ungkapnya.

“Pandemi COVID-19 telah memberikan kesempatan bagi kita untuk mawas diri agar pengelolaan hutan berkelanjutan kedepan lebih memperhatikan lingkungan, masyarakat sekitar dan tidak anti terhadap pembangunan.
Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Semoga apa yang kita lakukan dalam mengisi rangkaian kegiatan Hari Konservasi Alam Nasional pada tahun ini mendapat ridho Allah SWT,” tambahnya. (Hiro Tuames)

Exit mobile version