Suara-ntt.com, Kupang-Pemegang saham Seri B Bank NTT Amos B. Corputy secara tegas meminta agar pemegang saham untuk menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) untuk mencopot atau membersihkan para pengurus yang mengelola Bank NTT mulai dari jajaran direksi hingga komisaris. Karena mereka tidak maksimal dalam bekerja sehingga bank ini dinilai tidak sehat.
“Sebenarnya bank itu sehat dan baik-baik saja, tapi para pengurus yang mengelolanya mulai dari direksi hingga komisaris yang tidak maksimal dalam bekerja sehingga bank ini dinilai tidak sehat,”kata Amos kepada wartawan pada Jumat, 3 Pebruari 2023.
“Selain itu kita juga minta agar para pemegang saham segera adakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) dan copot mereka semua yang bermasalah,”tambahnya.
Amos tegaskan dirinya dan dua pemegang saham seri B yang sudah almarhum yakni mantan Gubernur Piet A.Tallo dan Ovy Wila Huki yang ada dalam sejarah perjalanan Bank NTT sejak terbentuk 1962 dengan status Perusahaan Daerah Bank Pembangunan Daerah dan berubah status karena aturan Penyehatan Perbankan tahun 1998 untuk menjadi PT dengan syarat modal dasar harus mencapai Rp 100 miliar.
“Tolong ditulis ini pendapat saya sebagai Pemegang Saham Seri B bersama dua pemegang saham lainnya yang sudah almarhum menjadi penyantun dana Rp 700 juta demi penuhi syarat perubahan status dari Perusahaan Daerah ke PT Bank NTT,”ungkapnya.
“Saat krisis moneter (Krismon, red) 1998-1999 modal PD BPD NTT belum sampai Rp 20 miliar, agar menjadi PT modal harus mencapai Rp 100 miliar. Kami bertiga diminta kesanggupan pertanggungjawaban sebagai pengurus, Dirut dan Komut menyertakan modal pribadi. Dan saya setor Rp 400 juta, Pak Piet Tallo Rp 100 juta dan Pak Ovy Rp 200 juta sehingga mencapai Rp 700 lebih lebih dari syarat dan bahkan bisa membayar hutang ke negara sejumlah Rp 646 juta. Seharusnya pak Piet Komisaris Utama waktu itu tapi karena beliau sebagai Gubernur NTT saat itu maka sudah tidak diperbolehkan sehingga digantikan oleh Pak Ovy. Jadi Bank NTT itu sehat tapi saat ini para pengurus atau orang-orangnya yang tidak becus dan merekalah yang tidak sehat dan harus dicopot,” tegas Amos.
Alasan tidak sehat, menurut Amos, lantaran ada berbagai temuan yang berindikasi merugikan masyarakat NTT yang merupakan pemilik Bank NTT sebagai pemegang saham karena modal utamanya berasal dari pajak PBB yang dibayarkan oleh mereka.
Alasan berikutnya adalah pengelola mulai dari Direksi serta Komisaris tidak becus disentil Amos sebagai contoh kasus pembelian MTN senilai Rp 50 miliar, kredit Fiktif Rp 5 miliar, Biaya Perjalanan Dinas Dirut dan pejabat Direksi yang fantastis, dan masih ada yang sudah ditindak secara hukum, itu seperti upaya ‘merampok’ uang rakyat NTT yang dititipkan di bank milik daerah ini.
Dia menilai dana CSR Bank NTT yang diberikan tidak tepat sasaran. Karena sejatinya, CSR dalam UU diberikan oleh perusahaan yang mengelola SDA seperti pertambangan, migas dan lain-lain terhadap dampak lingkungan yang diakibatkan eksploitasi bahan alam di suatu wilayah. Seperti pemulihan hutan, pembuatan jalan, pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan yang mungkin harus pindah akibat adalah dampak-dampak alam, misalnya.
Sedangkan CSR dari bank seharusnya diberikan oleh masing-masing bank cabang kepada masyarakat di sekitar Bank NTT berada, bukan semau mereka dimana saja dan itu namanya pemborosan.
Keanehan lain, menurut Amos yang baru pernah terjadi hanya di Bank NTT yang pemimpin RUPSnya adalah seorang gubenur.
“Gubernur bersama para bupati dan Wali Kota adalah pemegang saham seri A, sedangkan kami seri B. Pemegang saham seharusnya hanya duduk dengar pertanggungan jawab dari pengurus direksi dan komisaris, dan dilakukan setiap tahun buku dilakukan sekali sedangkan RUPS LB baru dipimpin oleh Gubernur sebagai Pemegang Saham pengendali untuk menetapkan kebijakan yang harus dilakukan oleh pengurus yaitu direksi menjalankan kegiatan operasional bank sedang para komisaris melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional bank oleh para Direksi termasuk Dirut dan Komisaris Utama, yang tugasnya mengawasi kinerja para direksi dan dirut,”bebernya.
Dia mengataka, setiap akhir tahun setelah tutup buku diadakan RUPS untuk mempertanggungjawabkan kinerja mereka kepada semua pemegang Saham dipimpin oleh Dirut. Sementara pemegang saham hanya mendengar, mempertanyakan, mengoreksi dan meminta pertanggungjawaban atas dana-dana yang dititipkan di bank untuk mereka kelola. Jadi tidak lasim seorang pemegang saham pengendali yang memimpin RUPS. Kecuali RUPS LB baru di pimpin oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) untuk menetapkan kebijakan yang harus dilakukan oleh pengurus.
“Pemegang Saham Seri A adalah prioritas atas nama pemda yang uangnya milik rakyat NTT. Sedangkan kami Pemegang Saham Seri B setor modal dengan uang pribadi, Saham Seri A adalah uang rakyat dari pajak dan lain-lain yang diwakili para Bupati dan Wali Kota. Tapi yang terjadi kami tidak dianggap karena minoritas sehingga tidak dimintai pendapat bahkan pada RUPS 2020 saya tidak diperkenankan hadir karena COVID dan hadir secara online melalui zoom,”ungkapnya penuh kesal.
Ia juga membuka fakta pembelokan agenda RUPS 2019 dari pertanggungjawaban kinerja TB 2019 menjadi pemecatan Dirut Izak Eduard Rihi yang bukan agenda RUPS waktu itu.
Lebih lucu lagi kata Amos, alasan pemecatan Izhak sebagai Dirut adalah karena tidak mencapai laba Rp 500 miliar yang merupakan program kerja TB 2020.
“Kan pak Izhak tanda tangan pencapaian Laba TB 2020, tapi dia dipecat pada RUPS TB 2019. Baru sekitar 9 atau 10 bulan menjadi Dirut. Sedangkan pertanggujawaban adalah untuk TB 2019. Kan lucu dan aneh. Tapi karena saya hadir secara daring lewat zoom, tidak bisa keberatan. Gubernur sebagai pemimpin rapat langsung ketok palu setuju, kita bisa apa?”tanya Amos.
Ia berasumsi, jika pak Izhak dipecat karena dianggap tidak mencapai target laba Rp 500 miliar, maka dari track record Dirut sekarang yang faktanya laba makin menurun maka seharusnya dipecat juga.
“Mengapa hanya pak Izhak? Belum kerja sudah bilang tidak capai target dan dipecat,” tandasnya penuh heran.
Terkait gugatan Izhak Rihi saat ini, Amos jelaskan itu haknya karena pertama dirinya menuntut nama baik.
“Pak Izhak adalah anak didik saya dan tahu betul bagaimana kinerja dia. Tapi yang jelas saya mau tegaskan disini, sebagai pemegang Saham Seri B, saya dan ahli waris pemegang saham lainnya adalah pemilik bank ini bersama rakyat NTT siap menghadapi siapapun yang akan hancurkan Bank NTT. Mereka harus tahu sejarah bagaimana perjalanan bank ini. Saya akan hadapi siapapun yang coba hancurkan institusi bank ini. Dan saya minta diadakan RUPS untuk segera mencopot direksi dan dan komisaris yang tidak becus kerjanya dan hanya ingin hancurkan bank dari dalam,”pungkasnya. (Hiro Tuames/TIM)