Site icon Suara NTT

Terkait Pinjaman Daerah, APBD NTT Defisit Rp 200 Miliar

Suara-ntt.com, Kupang-Terkait pinjaman daerah dan gambaran pemerintah dalam kebijakan umum perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi NTT tahun 2021 mengalami defisit sebesar Rp 420 miliar dimana Rp 200 miliar digunakan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman daerah di tahun pertama.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi NTT sekaligus Anggota Badan Anggaran DPRD NTT, Patris Lali Wolo mengatakan, pemerintah sudah harus mengalokasikan anggaran Rp 200 miliar untuk kepentingan dimaksud, sementara hingga saat ini pemerintah belum tahu berapa besar pinjaman yang diberikan pada tahun pertama dari total pinjaman daerah yang direncanakan senilai Rp1,3 triliun.

“Karena pinjaman daerah dikenakan bunga pinjaman sebesar 6,19 persen, sehingga pada tahun pertama sudah harus alokasikan Rp 200 miliar untuk membayar pokok dan bunga pinjaman. Inilah yang membuat defisit anggaran pada postur APBD sangat besar,” kata Patris kepada wartawan di Gedung DPRD Provinsi NTT pada Senin, 9 Agustus 2021.

Terhadap persoalan itu, Patris meminta Pemerintah NTT untuk mengkaji kembali pinjaman daerah yang telah ditetapkan dalam APBD murni 2021 senilai Rp1,3 triliun untuk penuntasan infstruktur jalan dan pemberdayaan ekonomi. Kajian ini penting dilakukan mengingat adanya perubahan aturan soal pinjaman daerah dan kemampuan fiskal daerah.

“Saat penetapan APBD murni 2021, pinjaman daerah itu tidak dikenakan bunga, namun setelahnya ada aturan yang menetapkan bunga pinjaman,” papar Patris.

Anggota DPRD Provinsi NTT dari Fraksi PDI-Perjuangan ini berargumen, Perda APBD 2021 terutama soal pinjaman daerah itu harus direvisi terlebih dahulu. Sehingga pemerintah diminta untuk tidak terburu- buru mengeluarkan anggaran untuk membayar bunga pinjaman.

Menjawab pertanyaan apakah pinjaman daerah itu dinilai sangat urgen sehingga tidak bisa dibatalkan, Patris menyatakan, untuk itulah perlu didiskukan bersama antara pemerintah dan lembaga dewan. Memang jika merujuk pada APBD 2021, pemerintah dinilai melanggar perda bila tidak mengakomodasi atau melaksanakan amanat Perda APBD NTT 2021.

Namun pemerintah juga perlu mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah mengingat sektor pendapatan, penerimaan dan target penerimaan berkurang. Misalkan, pendapatan ditargetkan sebesar Rp 2,003 triliun tapi realisasinya hanya sebesar Rp1,65 triliun. Dengan demikian bila pinjaman daerah tetap direalisasikan, akan terjadi nilai defisit yag sangat tinggi.

“Untuk menutupi pokok dan bunga pinjaman Rp 200 miliar, sebenarnya pemerintah bisa melakukan rasionalisasi, efisiensi dan fokus pada pencapaian RPJMD. Jika hal itu bisa dilakukan, maka pinjaman daerah tidak harus dilaksanakan,” ujar Bendahara DPD PDI-Perjuangan Provinsi NTT ini.

Tentang perlu mencari ruang fiskal untuk memperkecil defisit, ia mengatakan, pemerintah harus merumuskan secara betul pada pembahasan perubahan APBD 2021. Cara yang dapat dilakukan adalah pos belanja hanya difokuskan pada pencapaian RPJMD.

Selain itu, pinjaman daerah bisa dipending dahulu agar tidak ada defisit Rp 200 miliar yang dipakai untuk membayar pokok dan bunga pinjaman. Sumber anggaran untuk membiayai program prioritas pada RPJMD diperoleh dari efisiensi dan rasionalisasi.

“Kita yakin pemerintah punya sense yang baik untuk kepentingan rakyat dan daerah,”pungkasnya. (Hiro Tuames)

Exit mobile version