Bahas PLTAL dan Usulan Jembatan Pancasila Palmerah di Ruang Staf Presiden

oleh -150 Dilihat

Suara-ntt.com, Jakarta-Deputi 1 Kepala Staf Presiden Republik Indonesia yang membidangi Infrastruktur, Energi dan Investasi, Febry Calvin Tetelepta, menggelar rapat untuk membahas rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) dan usulan pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah serta dukungan dan kerja sama pihak dalam percepatan rencana pembangunan tersebut.

Rapat tersebut digelar di Ruang Rapat Utama Gedung Bina Graha Kantor Staf Presiden, Jln. Majapahit, Gambir-Jakarta Pusat Pada Selasa, (26/3/2024), Jam 10.00 WIB.

Dalam rapat itu dibahas 3 hal sebagaimana terlampir dalam notulen hasil pertemuan tersebut, yaitu :
1. Pembahasan rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Larantuka.
2. Pembahasan usulan pembangunan Jembatan Selat Larantuka (Jembatan Pancasila Palmerah) untuk mendukung PLTAL Larantuka.
3. Pembahasan Potensi Dukungan dan Kerja sama dalam rangka percepatan pembangunan PLTAL Larantuka.

Deputy Febry C. Tetelepta mengatakan bahwa salah satu tugas KSP untuk mengawal semua PSN (Proyek Strategis Nasional) yang belum rampung dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi yakni rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Larantuka NTT yang sudah lebih dari 8 tahun belum di realisasikan sejak tahun 2016 lalu.

Dikatakan Deputy Febry bahwa PLTAL Larantuka itu sudah pernah masuk di RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2019-2028. Namun sempat dikeluarkan dari RUPTL 2021-2030. Karena Feasibility Study (FS) dari Tidal Bridge belum memenuhi kelayakan keekonomian dari PLN.

Namun, lanjut Deputy Febry, proyek ini juga dalam kerangka kerja sama di bidang energi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda sehingga dalam RUPTL 2024-2033 pembangkit listrik tenaga arus laut kembali dimasukkan.

Menurut Febri, telah dilakukan berbagai pembicaraan intensif antara PLN, Tidal Bridge dan Kementrian PUPR yang mengerucut pada akan adanya kerja sama Empat Pihak yakni antara Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR), Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, PT. Tidal Bridge dan PT. PLN.

Selain itu, kata Febry, PLTAL Larantuka telah mendapatkan komitmen pembiayaan dari Bank Pembangunan Belanda (PMO). Namun PT. Tidal Bridge BV membutuhkan jembatan karena turbin pembangkit energinya akan dipasang di badan jembatan yang akan menghubungkan pulau Flores dan pulau Adonara di NTT.

Diketahui, Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Larantuka-Adonara Flores Timur NTT sebagai tindak lanjut dengan penandatanganan HoA (Head off Agreement) anatara Pemprov NTT dan Tidal Brudge BV pada tanggal 22 April 2016, saat itu Alm. Frans Lebu Raya masih menjabat sebagai Gubernur NTT. Pada waktu itu juga disaksikan langsung oleh Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan kerja pertamanya di Belanda.

Sementara itu, Kuasa Direktur PT Tidal Bridge NTT, Andre W. Koreh menyampaikan bahwa Khusus untuk potensi arus laut di selat sempit Larantuka (selat Gonzalo). Menurut BPPT (sekarang BRIN) potensi arus laut di selat tersebut bisa menghasilkan 300 MW.

Untuk tahap awal, lanjutnya, PT. Tidal Bridge akan membangun power plant dengan kapasitas 40 MW yang dibangun secara modular. “Artinya akan bisa dikembangkan duplikasinya sesuai dengan perkembangan kebutuhan listrik di pulau Flores-Adonara dan sekitarnya,” kata Andre.

“Jika sudah dilakukan FEED (Front End Engeneering and Desaign)maka FMO akan memberikan hibah sebesar 35 persen dari total pembiayaan. Artinya sisa pinjaman lunak menjadi lebih kecil yakni 65 persen. Sementara usia jembatan tersebut di desain untuk 50 tahun ke depan,” terangnya.

Dengan demikian, lanjut Andre, pembiayaan pembangunan jembatan dan PLTAL nya, bagi pemerintah Indonesia tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Karena jembatan dan power plantnya akan ‘membiayai dirinya sendiri’ dengan revenew dari hasil penjualan listriknya yang di manfaatkan oleh PLN. Ruginya dimana?” ungkap Ketua Pusat Studi Jasa Konstruksi UCB Kupang itu.

Dikatakan Analisis Dampak Lingkungan atau sering disebut AMDAL (untuk standar Indonesia) dan ESIA (amdal untuk standar Internasional) sudah dilakukan dengan kesimpulannya bahwa Jembatan dan PLTAL Larantuka, layak bangun dan layak lingkungan,” kata Andre yang juga sebagai Dekan Fakultas Teknik di UCB Kupang.

Didalam rapat tersebut dihadiri oleh Kementerian PUPR (Direktorat Jembatan), Kementerian ESDM, PT. PLN (Direktur Perencanaan Korprat dan Pengembangan Bisnis), Dirut PT. Tidal Indonesia, Pemda NTT (Kepala Bappeda, Kadis PUPR NTT dan Kadis ESDM). ***