Site icon Suara NTT

Bank NTT Dinilai Kurang Cermat dalam Pembelian MTN

RDP antara Komisi III DPRD dan BPK Perwakilan NTT Bahas Soal Pembelian MTN di Ruang Rapat Komisi pada Senin, 25 Juli 2022. (Foto Hiro Tuames)

Suara-ntt.com, Kupang-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)Perwakilan NTT menilai Bank NTT kurang cermat atau hati-hati dalam pembelian Medium Terms Notes (MTN) dari  PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance sehingga menyebabkan kerugian mencapai Rp 50 miliar.

“Mereka (Bank NTT,red) kurang cermat, pruden atau hati-hati dalam melakukan investasi atau membeli MTN sehingga menyebabkan kerugian.perusahaan mencapai 50 miliar rupiah,”kata Kepala BPK Perwakilan NTT, Ir. Adi Sudibyo, MM., CSFA dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPRD dan BPK Perwakilan NTT di ruang Komisi III DPRD NTT pada Senin, 25 Juli 2022.

Adi mengatakan, pembelian MTN saat itu dimana memang Bank NTT belum mempunyai SOP penempatan dana dalam bentuk surat berharga sehingga penjanjian antara PT. SNP Finance dengan Bank NTT menjadi hilang dan berpotensi menyebabkan kerugian perusahaan sebesar Rp 50 miliar.

“Waktu itu kami menyarankan uang Rp 50 miliar harus dibukukan dan dilakukan pencatatan dari Bank NTT karena perusahaan PT. SNP Finance sudah dipailitkan oleh pemerintah sehingga tidak tercatat sebagai piutang. Dan saran kita adalah bank NTT melakukan langkah-langkah recovry atau perbaikan dan berkoordinasi dengan kurator,”ungkapnya.

Berkaitan dengan pailit itu maka Bank NTT tidak mencatat itu sebagai piutang perusahaan sehingga dihapuskan supaya tidak ada utang. “Kami meminta Bank NTT agar piutang itu bisa dikembalikan,”ujarnya.

Dikatakan, PT. SNP Finance itu masih mempunyai aset dan dana Rp 4 triliun. Dimana ada dana Rp 1,8 triliun itu adalah utang termasuk MTN. Namun bukan hanya Bank NTT yang mengalami kerugian dalam pembelian MTN itu tetapi ada bank lain seperti Bank Sumut sebesar Rp 200 miliar lebih, BCA Rp 100 miliar lebih dan bank-bank lainnya sehingga pengembalian tidak bisa diprediksi.

Dijelaskan, rekomendasi yang diberikan BPK Perwakilan NTT hanya bersifat adminstrasitif untuk memberikan sanksi teguran dan tertulis kepada Bank NTT.

Untuk diketahui Bank NTT berusaha untuk mencari pendapatan dengan berinvestasi surat berharga di PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance pada tahun 2018 lalu namun belum berjalan perusahaan itu sudah dipailitkan pemerintah.
Dan tujuan dari penyertaan modal dari pemerintah kepada BUMD dalam hal ini Bank NTT untuk mengelola dan memperoleh keuntungan namun harapan itu tidak tercapai.

“BUMD itu memang dituntut untuk peroleh keuntungan atau laba tapi belum bergerak dan operasi perusahaan itu sudah pailit,”ucapnya

Lebih lanjut kata dia, hilangannya uang Rp 50 miliar dari investasi surat berharga atau MTN itu tidak seluruhnya dananya kembali. Namun Bank NTT masih memperoleh laba dari MTN sebesar Rp 300 miliar lebih.

Dalam kesempatan itu dirinya meminta  Komisi III DPRD Provinsi NTT membantu pihaknya  agar semua hasil audit BPK Perwakilan NTT ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Sementara itu Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTT, Jonas Salean dengan tegas meminta aparat penegak hukum (APH) untuk memeriksa semua yang terlibat didalamnya karena ini adalah uang rakyat.

“APH harus masuk dan periksa jangan tinggal diam karena ini uang rakyat,”kata Jonas.

Dia mengatakan, perusahaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance pada tahun 2016 sudah pailit dan tahun 2019 masih melakukan investasi atau pembelian MTN sebesar Rp 129 miliar.

Dikatakan, dari pembelian MTN itu Bank NT mengalami kerugian dan BPK Perwakilan NTT akan menghitungnya jika ada permintaan dari APH.

“Nanti kita lihat apakah itu kerugian negara karena itu adalah kewenangan atau ranahnya APH. Sementara dari BPK Perwakilan NTT mengatakan bahwa itu adalah kerugian perusahaan karena prosedurnya salah,”ungkapnya.

Pada prinsipnya Komisi III DPRD NTT mendukung dan menghormati kinerja dari BPK Perwakilan NTT jika dalam melakukan hasil audit harus berkonsultasi dengan tingkat pusat.

Lebih lanjut kata dia, temuan dari BPK Perwakilan NTT sangat jelas dan tidak bisa dipungkuri bahwa ada kerugian perusahaan. “Kita bukan mau kasih susah orang tapi kita tuntut prosedur karena ini sudah menjadi konsumsi publik atau masyarakat,”bebernya.

Turut hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) itu antara lain; Ketua DPRD Provinsi NTT, Emilia Noemleni, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Inche Sayuna, Kepala BPK Perwakilan NTT, Adi Sudibyo, Ketua Komisi III DPRD NTT, Jonas Salean dan anggota Komisi III DPRD NTT. (Hiro Tuames)

Exit mobile version