Suara-ntt.com, Kupang-Bank NTT menyiapkan dana sebesar Rp 4 miliar untuk membiayai Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) dengan luas lahan 226 hektar.
“Saya rasa Bank NTT ini adalah perusahaan daerah (BUMD). Tolong dicek luas lahan untuk program TJPS yang ada di masyarakat,”kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTT, Viktor Mada Watun pada rapat dengar pendapat (RPD) antara Komisi III DPRD Provinsi NTT dan Bank NTT pada Selasa, 26 Juni 2022.
Viktor Mado Watun mengatakan, Bank NTT harus menjadi filter pemerintah ketika Komisi III DPRD NTT mengundang Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT untuk memberikan data soal jumlah luas lahan dari program TJPS namun jawaban yang diberikan tidak detail.
“Waktu kita undang Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT tapi kadisnya tidak sebutkan data secara detail sehingga kita minta Bank NTT bisa berikan datanya kepada kami,”ungkapnya.
Dia memberikan warning atau peringatan kepada Bank NTT untuk berhati-hati memberikan kredit merdeka tanpa bunga kepada masyarakat.
“Kalau sampai macet maka yang susah itu masyarakat,”ungkapnya.
Ia mengatakan, ketika melakukan kunjungan kerja dan reses ditemukan masyarakat menerima dana Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta ketika Bank NTT melakukan sosialisasi dan pada tahap belum pelaksanaan.
Menurut informasi yang diperoleh bahwa dana itu cair manakala lahannya sudah disediakan.
“Saya ingatkan Bank NTT kalau luas lahannya tidak disebutkan. Kemudian berikan kredit tanpa bunga jangan hasilnya tidak optimal sesuai dengan harapan kita. Apalagi harapan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat,”bebernya.
Secara pribadi dirinya sangat tidak setuju jika harga jagung dipatok oleh Off Taker. Karena harus disesuaikan dengan harga pasar. Selain itu harga juga harus dikendalikan full oleh petani bukan oleh Off Taker.
“Kalau harganya dikendalikan oleh Off Taker maka petani seperti boneka dan akan menyebabkan petani tidak berkembang sehingga kita minta Bank NTT bisa memperhatikan ini. Harga itu tidak boleh dipatok oleh Off Taker. Kalau dipatok oleh Off Taker kecuali dana itu diberikan oleh mereka. Kalau dana itu dari Bank NTT maka masyarakat harus dibantu,”pintanya.
Lebih lanjut kata dia, bibit atau benih jagung didatangkan dari Jawa dan ditanda tangani oleh Off Taker. Bukan hanya jagung tetapi pupuk, pestisida dan obat-obatan juga dari sana. Dengan demikian, uang yang ada bukan berputar disini tetapi keluar NTT.
“Saran kita kepada Bank NTT hal itu bisa dikoordinasikan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan agar bibit, pupuk dan lain sebagainya kirim tepat waktu. Selain itu bisa menggunakan penyangga benih lokal NTT sehingga benih yang ada bisa tahan panas,”pungkasnya.
Sementara itu Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho mengatakan, terkait dengan harga pasar jagung sesuai hasil kesepakatan terendah Rp 3.200 per kilogram.
“Kalau harga pasar dibawah Off Taker wajib beli dengan harga Rp 3.200 per kilogram.
kondisi kemarin itu harga pasar di beberapa tempat di NTT harganya Rp 4.000 per kilo tapi kalau harganya Rp 7.000 per kilo seperti di Sabu Raijua Off Taker tetap beli.
Jadi harga atas tidak terbatas karena standar minimum Rp 3.200 per kilogram,”ungkapnya.
Dijelaskan, verifikasi data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT terhadap calon petani dan calon lahan (CPCL).
“Kita sering berbeda pendapat dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan karena dalam teknis perbankan kita harus cek dilink. Apakah lahan ini benar atau tidak, anggota ini benar atau tidak makanya akselerasi berbeda dengan bank dan itu standar mekanisme seperti itu. Kita harus verifikasi ulang dan ini juga menjadi pencermatan dan pembahasan regulasi terhadap skim ini. Dan itu sudah dalam pengawasan dari OJK dan Bank Indonesia untuk mereviw atau memperbaikinya,”jelasnya. (Hiro Tuames)