Suara-ntt.com, Kupang-Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengembalikan berkas perkara dugaan korupsi dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)
Hingga saat ini kasus tersebut masih ditangan penyidik Polda NTT. Pasalnya berkas perkara dugaan korupsi pembangunan RSP Boking telah dikembalikan ke jaksa peneliti Kejati NTT beberapa waktu lalu.
Berkas perkara dugaan korupsi RSP Boking di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), setelah berkas perkara tersebut diperiksa dan dinyatakan belum lengkap oleh jaksa peneliti berkas pada Kejati NTT.
“Iya benar. Berkas perkaranya dikembalikan Jumat 15 Maret 2024 kemarin. Berkas perkaranya dikembalikan ke penyidik Polda NTT karena petunjuk jaksa belum bisa dipenuhi,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati NTT, A. A. Raka Putra Dharmana beberapa waktu lalu.
Menurut Kasi Penkum Kejati NTT, setelah diteliti oleh jaksa peneliti berkas perkara di Kejati NTT, berkas perkara tersebut masih mengalami kekurangan sehingga perlu dipenuhi lagi oleh penyidik Polda NTT berdasarkan petunjuk jaksa peneliti berkas perkara.
Untuk diketahui, Penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Khusus (Ditreskrisus) Polda NTT menetapkan sebanyak lima orang tersangka (TSK) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gedung Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Penetapan tersebut dilakukan setelah penyidik menggelar perkara bersama Bareskrim Polri dan supervisi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari hasil penyelidikan, proyek yang dibangun menggunakan anggaran tahun 2017-2018 pada Dinas Kesehatan Kabupaten TTS senilai Rp Rp17.459.000.000,00 itu mengalami kerugian negara mencapai Rp16.526.472.800,00
Kelima tersangka dengan empat berkas perkara splitshing yakni itu masing-masing berinisial B.Y sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), G.A (Konsultan Perencana pembangunan RSP. Boking), M.Z (Direktur PT. Tangga Batu Jaya Abadi), A.F.L selaku pelaksana pembangunan (Peminjam Bendera PT. Tangga Batu Jaya Abadi) dan HD (Konsultan Pengawas).***