BK DPRD NTT Segera Proses dan Tindaklanjuti Laporan Pemprov

oleh -377 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Badan Kehormatan (BK) DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) segera proses dan tindakalnjuti laporan pemerintah provinsi (Pemprov) melalui surat yang ditandatangani Sekretaris Daerah (Sekda), Benediktus Polo Maing terhadap Fraksi Gabungan Demokrat Solidaritas Pembangunan (DSP) Provinsi NTT.

Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi NTT, Jhon Epi Parera mengatakan, saat ini pihaknya sudah mulai memproses laporan Sekda NTT, Ben Polo Maing atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua dan Sekretaris Fraksi Gabungan DSP Provinsi NTT, Renny Marlina Un dan Christian Widodo. Proses mesti dilakukan karena sudah ada laporan resmi yang diterima dan pihaknya sudah mengagendakan untuk menggelar sidang

“Proses yang dilakukan merupakan respon atas surat Sekda ke BK DPRD yang arahnya dugaan fitnah pada tanggapan akhir Fraksi Gabungan DSP yang dinilai tidak berdasarkan fakta dan data,” katanya kepada wartawan di Gedung DPRD Provinsi NTT beberapa waktu lalu.

Politisi NasDem ini menyampaikan, persidangan BK DPRD NTT akan digelar mulai pekan depan. Namun sebelum sidang digelar, harus dilakukan persiapan agar memenuhi syarat agar memenuhi unsur legal standing, seperti persiapan ruangan dan pakaian majelis BK. Hal ini penting karena BK merupakan kuasi pengadilan.

“Sesuai ketentuan, BK DPRD Provinsi NTT diberi waktu selama 90 hari untuk menuntaskan laporan tersebut. Awalnya akan dilakukan pemeriksaan pendahuluan, diantaranya aspek materi dan legal standing,” tandas John.

Ia menjelaskan, untuk aspek materi akan dipelajari apakah sikap politik Fraksi DSP yang disampaikan dalam rapat paripurna apakah masuk dalam kategori melanggar kode etik. Jika melanggar kode etik, harus ditetapkan lagi untuk dilakukan pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor. Karena memproses laporan eksekutif terhadap sikap politik fraksi sebagaimana ditangani saat ini merupakan pengalaman pertama. Walau demikian, tetap diproses secara maksimal agar bisa menjadi rujukan bagi daerah lain bila menangani persoalan serupa.

“Kita berusaha independen dalam menangani laporan Sekda atas dugaan melanggar kode etik yang dilakukan Fraksi DSP. Keputusan yang diambil BK bersifat final,” terangnya.

Ia menegaskan, keputusan yang diambil BK dalam bentuk surat peringatan sesuai jenis pelanggaran dan pergantian antar alat kelengkapan di dewan.

“Keputusan yang diambil tidak mungkin untuk pergantian antar waktu (PAW) karena akan bertabrakan dengan hak imunitas.
Yang kami lihat itu adalah Peraturan DPRD Provinsi NTT Nomor 1 Tahun 2019 tentang tata tertib, Peraturan DPRD Provinsi NTT Nomor 2 Tahun 2019 tentang kode etik. Kemudian kami juga sesuaikan dengan Peraturan DPRD Provinsi NTT Nomor 3 Tahin 2019 tentang tata beracara. Dan itu menjadi tugas kami badan kehormatan. Kami ini bukan pengadilan. Tapi rujukan kami harus ada dasar dan masih mendalami persoalan ini,” ujarnya.

Dikatakan, keputusan yang dibuat oleh Badan Kehormatan mudah-mudahan dapat diterima oleh semua pihak. Keputusan yang dibuat pasti ada pihak yang merasa tidak puas.

“Kami tidak menduga-duga atau membuat interpretasi. Karena pukulan kami adalah aturan. Sebenarnya tujuh hari sudah harus diproses jika tidak ditindaklanjuti maka yang salah itu kami di BK karena lama menangani bukan berarti itu gugur,” bebernya.

Sekretaris Fraksi DSP DPRD NTT, Christian Widodo menyatakan, siap menunggu proses lebih lanjut yang ditangani BK. “Kami tunggu saja prosesnya,” tandasnya singkat.

Untuk diketahui, Pemerintah NTT mengirim surat kepada Ketua BK DPRD NTT yang ditandatangani Sekda NTT, Benediktus Polo Maing terkait laporan pelanggaran kode etik. Dalam surat itu, Pemerintah NTT mengadukan Ketua dan Sekretaris Fraksi DSP, Reny Marlina Un dan Christian Widodo kepada BK agar diberi sanksi.

Pemerintah NTT menilai sikap Fraksi Gabungan DSP dalam pendapat akhir fraksinya tidak berdasar data dan fakta yang benar.

Ada empat point yang dinilai melanggar kode etik yakni terkait realisasi belanda barang dan jasa, terkait pekerjaan konstruksi terlambat karena pihak yang bekerja memenangkan (dimenangkan) beberapa pekerjaan sekaligus melampaui kemampuannya. Juga terkait penerimaan peserta didik baru, dan distribusi beras jaminan pengaman sosial (JPS) penanganan covid-19. Empat poin tersebut lebih sebagai fitnah karena tidak didukung dengan data dan fakta. (Hiro Tuames)