Christian Widodo Bakal jadi ‘Kuda Hitam’ di Pilwakot Kupang 2024

oleh -204 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Program Studi Ilmu Politik (DIPOL) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana (Undana) telah menggelar jajak pendapat publik di Kupang, Nusa Tenggara Timur terkait peta politik 2024 pada 7-15 Februari 2022.

Seperti yang dilansir www.victorynews.id bahwa survei yang dirilis Senin 21 Februari 2022 itu dilakukan terhadap 400 warga di 37 kelurahan/ desa yang tersebar di Kota Kupang.

Hasil survei memperlihatkan tingkat popularitas dan elektabilitas sejumlah figur yang dinilai mempunyai potensi dan kapasitas memimpin Kupang pada periode 2024-2029.

Terdapat delapan nama tokoh yang dalam simulasi survei, yang dianggap memiliki peluang kuat untuk menjadi pilihan publik Kupang dalam pemilu Wali Kota Kupang 2024.

Mereka adalah petahana alias Wali Kota Kupang saat ini (2017-2022) Jefirstson Riwu Kore atau biasa disapa Jefri Riwu Kore dengan tingkat elektabilitas sebesar 42 persen.

Wali Kota Kupang periode sebelumnya (2012-2017) Jonas Salean sebesar 14,3 persen.

Christian Widodo Anggota DPRD Provinsi NTT dari Partai Soldaritas Indonesia (PSI) dengan rangking 10,5 persen.

Wakil Wali Kota Kupang saat ini Hermanus Man sebesar 6,5 persen.

Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan John GF Seran sebesar 4,8 persen, disusul Ketua Asprov PSSI NTT Chris Mboeik (3,3 persen).

Wakil Wali Kota Kupang periode 2007-2012 Daniel D Hurek (2,5 persen) dan ketua DPRD Kota Kupang Yeskiel Loudoe (1,0 persen).

Sebanyak 12,5 persen warga belum memutuskan pilihannya, sementara 2,6 persen menolak menjawab pertanyaan.

Sementara pada simulasi tingkat popularitas para tokoh di Kota Kupang, ternyata juga didominasi oleh figur-figur yang sama, yang menempati tingkat elektabilitas tertinggi sebagaimana tersebut di atas.

Hampir semuanya adalah tokoh-tokoh senior, bekas pejabat atau ‘wajah-wajah lama’ di Kota Kupang.

Sebuah kecenderungan yang terjadi di sejumlah pesta demokrasi di kawasan NTT dan juga ditemui penulis saat melakukan observasi pada pemilu Bupati di Manggarai Barat pada Pilkada Serentak 2020 silam.

Meski demikian, dalam hasil survei terkait rating keterpilihan, muncul satu satu nama yang bisa jadi adalah tokoh termuda di antara tokoh-tokoh terkenal lainnya, yakni Christian Widodo, anggota DPRD Provinsi NTT yang mewakili PSI.

Yang menarik, dalam simulasi tingkat popularitas atau sosok paling dikenal publik Kupang, Christian Widodo yang seorang dokter ini hanya menempati posisi ketujuh dengan rating popularitas sebesar 41,8 persen.

Jauh di bawah Jefri Riwu Kore yang sosoknya paling dikenal dengan persentase 90,8 persen dan sejumlah figur senior Kupang lainnya.

Jadi meskipun popularitasnya masih di bawah 50 persen, namun ternyata tingkat elektabilitas Christian atau Chris panggilan akrabnya, bercokol di urutan ketiga, di bawah Jefri dan Jonas.

Dari rasa penasaran adanya poin menarik itu – dan juga ketika di saat ini fenomena generasi milenial sudah mampu membuktikan diri jadi pemimpin publik (kepala daerah) di banyak wilayah menjadi lazim – penulis berusaha melakukan riset terkait profil politisi milenial tersebut.

Sejauh mana rekam jejak dan kiprah aktivitasnya di ranah publik Kota Kupang sehingga terpilih sebagai anggota DPRD termuda pada pemilu legislatif DPRD NTT 2019.

Christian yang juga Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PSI NTT ini ternyata adalah salah seorang dari dua dokter – sekaligus dokter termuda – di cabang olahraga tinju yang remis mewakili Indonesia dalam pelaksanaan Asian Games 2018 di Indonesia (Jakarta dan Palembang).

Sebuah langkah yang ternyata cukup efektif menjadi medium sosialisasi diri bagi seorang generasi milenial ini di tengah-tengah masyarakat.

Dari jejak karir sebagai dokter profesional, Chris mencoba untuk mengabdikan diri sebagai politisi dengan bergabung menjadi anggota PSI dan termasuk yang ikut membangun PSI dari awal di NTT.

Karir politik Chris akhirnya bermula ketika dirinya turut berkompetisi pada Pemilu Legislatif tingkat Provinsi NTT 2019 dan sukses terpilih mewakili daerah pemilihan (dapil) NTT 1 dengan perolehan suara mencapai 12.722 suara.

Dari ruang politik di DPRD Kota Kupang, penulis melihat sepak terjang Chris yang cukup aktif sebagai legislator terhadap daerah pemilihannya.

Salah satu momen yang cukup historis di awal karir politiknya, adalah sikap penolakannya terhadap rencana pemberian pin emas bagi 65 anggota legislatif terpilih pada pelantikan 3 September 2019.

Inilah momentum yang kemudian melejitkan namanya sebagai politisi muda yang peduli dengan keadaaan sekitarnya.

Menurutnya, kebutuhan untuk kesejahteraan masyarakat NTT masih lebih urgen dari pada sekedar PIN emas. Chris keukeuh menolak dan bahkan meminta kepada sekretaris dewan untuk membuatkan pin dari tembaga atau kuningan seperti biasanya yang berharga jauh lebih murah.

Sebagai politisi berlatar belakang dokter, Chris terlihat tak canggung dan segan melakukan beragam kegiatan di bidang kesehatan di daerah-daerah yang menjadi basis konstituennya.

Kemudian dari kenal atau tahu berkembang menjadi likeability atau tingkat disukai/ afeksi publik terhadap figur, yang lazimnya kemudian mengerucut pada referensi untuk dipilih sebagai pemimpin.

Oleh karenanya, pencitraan adalah salah satu manifestasi dari komunikasi itu sendiri. Sebagaimana disebutkan Dan Nimmo, komunikasi adalah pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan; sosialisasi makna pemikiran antara seseorang dengan khalayak; kegiatan saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap; saling berbagi unsur-unsur perilaku, atau modus kehidupan melalui perangkat aturan; proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak langsung.

Pencitraan secara positif dilakukan untuk mempengaruhi pemilih dengan cara menanamkan opini pada masyarakat, bahwa seorang politisi atau parpol yang bersangkutan benar-benar merupakan personal atau partai yang dapat mengayomi masyarakat. Dengan catatan, tidak hanya sebatas retorika verbal semata, namun juga pada tindakan atau aksi nyata. Bukan pula dengan manipulasi kemasan diri hingga menghalalkan segala cara sampai pada menunggangi momen luar biasa seperti bencana.

Apakah variabel-variabel politik elektoral seperti itu bisa mengejawantah pada kiprah politik dokter Christian Widodo dan menjadi bekal elektabilitas serta akseptabilitasnya, jika memang berniat maju berkontestasi di pemilihan wali kota Kupang 2024 mendatang?

Rutinitas, perluasan area kunjungan atau kegiatan dan upaya regularisasi melakukan aktivitas bertemu dengan masyarakat yang berorientasi pada pendampingan kesejahteraan ekonomi, pendidikan dan kesehatan adalah kunci.

Bukan dengan jalan instan, politik gorengan, politik identitas, jalur oligarki maupun modal primordialisme. Tahun 2024 bisa dianggap masih lama atau jauh namun juga bisa dipandang sudah sangat cepat dan pendek.

Misalnya saja program pengobatan gratis keliling rutin yang dilakukannya sejak menjadi anggota legislatif, yang lantas bertambah sekaligus menjalankan program vaksinasi ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020.
Kegiatan yang ternyata secara reguler terus dilakukannya hingga saat ini tiga kali seminggu, dan terus berkembang ke banyak daerah termasuk dengan pengobatan gratis ‘jemput bola’ ke masyarakat yang lokasinya susah akses atau takut ke fasilitas kesehatan terdekat karena era pandemi.

Selain kegitan rutin di bidang kesehatan, Chris juga tak segan mengeluarkan dana dari kocek pribadi untuk persoalan-persoalan masyarakat.

Dalam catatan yang penulis akses dari media lokal, Chris pernah membantu membangun jembatan darurat yang menghubungkan Kelurahan Airnona dan Nunleu di Kota Kupang, yang hancur karena badai Seroja pada April 2021.

Titian yang harus dilewati dengan bertaruh nyawa karena hanya berwujud sebuah pohon Sepe yang tumbang dan melintang menjadi perantara dua kelurahan di atas bantaran kali yang cukup dalam.

Begitu pula kegiatan bekerja sama dengan komunitas karang taruna di sejumlah kelurahan untuk pemberian bantuan cek medis dan sembako kepada para lansia dan kalangan tak punya secara rutin.

Boleh dan sah-sah saja jika ada pandangan khalayak yang menganggapnya hanya sekadar pencitraan politik, demi misi, keinginan atau kepentingan politik apapun.

Namun juga sah-sah saja dan tidak ada larangan aturan legal formal hingga konstitusi jika seseorang melakukan pekerjaan sesuai job desk alias tugas pokok dan fungsi sebagai seorang wakil rakyat.

Bahkan itu justru sesuatu yang seharusnya menjadi tugas dan kewajian para legislator pada umumnya. Yang penting, adalah demi the greater good atau kebaikan bersama.

Output dari pencitraan politik – in a good way – pada masyarakat yang kian cerdas, umumnya adalah proses ‘menandai’ siapa para pemimpin yang memang tulus, memiliki dedikasi dan berorientasi pada kepemimpinan untuk mengabdi pada publik.

Sehingga pada ujungnya, ada sense of awareness alias popularitas atau tingkat “kedikenalan”.

Kemudian dari kenal atau tahu berkembang menjadi likeability atau tingkat disukai/ afeksi publik terhadap figur, yang lazimnya kemudian mengerucut pada referensi untuk dipilih sebagai pemimpin.

Oleh karenanya, pencitraan adalah salah satu manifestasi dari komunikasi itu sendiri. Sebagaimana disebutkan Dan Nimmo, komunikasi adalah pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan; sosialisasi makna pemikiran antara seseorang dengan khalayak; kegiatan saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap; saling berbagi unsur-unsur perilaku, atau modus kehidupan melalui perangkat aturan; proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak langsung.

Pencitraan secara positif dilakukan untuk mempengaruhi pemilih dengan cara menanamkan opini pada masyarakat, bahwa seorang politisi atau parpol yang bersangkutan benar-benar merupakan personal atau partai yang dapat mengayomi masyarakat. Dengan catatan, tidak hanya sebatas retorika verbal semata, namun juga pada tindakan atau aksi nyata. Bukan pula dengan manipulasi kemasan diri hingga menghalalkan segala cara sampai pada menunggangi momen luar biasa seperti bencana.

Apakah variabel-variabel politik elektoral seperti itu bisa mengejawantah pada kiprah politik dokter Christian Widodo dan menjadi bekal elektabilitas serta akseptabilitasnya, jika memang berniat maju berkontestasi di pemilihan wali kota Kupang 2024 mendatang?

Rutinitas, perluasan area kunjungan atau kegiatan dan upaya regularisasi melakukan aktivitas bertemu dengan masyarakat yang berorientasi pada pendampingan kesejahteraan ekonomi, pendidikan dan kesehatan adalah kunci.

Bukan dengan jalan instan, politik gorengan, politik identitas, jalur oligarki maupun modal primordialisme. Tahun 2024 bisa dianggap masih lama atau jauh namun juga bisa dipandang sudah sangat cepat dan pendek.

Jika itu terus dilakukan secara berkesinambungan, maka bisa jadi seorang milenial seperti Christian Widodo mampu menjadi kuda hitam di pesta demokrasi Kota Kupang 2024.

Untuk diketahui bahwa Eko Sri Raharjo, Peneliti Politik Mandala Institute Kandidat Doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Pernah Observasi Pemilu Bupati Manggarai Barat sejak September 2020 di Pilkada Serentak 9 Desember 2020 lalu. ***