Suara-ntt.com, Kupang-Fraksi Partai Demokrat, Solidaritas dan Pembangunan (FPDSP) DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyoroti dana Rp 4 miliar lebih dari program jaring pengaman sosial (JPS) gagal disalurkan Pemerintah Provinsi NTT pada tahun 2020 lalu.
Meskipun menerima dan menyetujui Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan ABPD NTT 2020 ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, namun beberapa catatan kritis Fraksi Partai Demokrat, Solidaritas dan Pembangunan DPRD NTT terhadap Kinerja pemprov dalam Sidang Paripurna tentang Pendapat Akhir Fraksi terhadap LPKJ APBD 2020 di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD NTT pada Senin, 28 Juni 2021.
FPDSP NTT menyesalkan tidak terealisasinya bantuan langsung tunai dari program JPS Rp 300.000/KK bagi 13.466 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) senilai Rp 4,039 miliar lebih karena terkendala identitas dan persyaratan administrasi pembukaan rekening bank.
Sebagai bantuan dalam konteks JPS yang nyata sangat dibutuhkan masyarakat dalam situasi krisis akibat pandemi COVID-19.
“Pemerintah semestinya dapat mengambil kebijakan alternatif penyaluran, misalnya transfer langsung melalui rekening desa untuk selanjutnya diberikan secara tunai kepada Keluarga Penerima Manfaat,” kata Juru Bicara Fraksi Partai Demokrat, Solidaritas Pembangunan (FPDSP) Reny Marlina UN sekaligus Ketua FPDSP DPRD Provinsi NTT ini.
Permintaan lain dari Fraksi ini agar pemerintah memberi gambaran tentang pemanfaatan Belanja Tak Terduga sebesar Rp.261,43 miliar lebih, belum mendapat jawaban secara lengkap.
“Tentu kami tak sekedar ingin mengetahui besaran alokasi untuk pos-pos Penanganan kesehatan, Jaring Pengaman Sosial, dan Pemberdayaan Ekonomi. Pemanfaatan dana untuk Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) misalnya, tentu kami tak sekedar ingin tahu sejauh mana realisasi luas tanam 10.000 Ha, sebagaimana jawaban Pemerintah, tetapi pemerintah mestinya menjelaskan tindak lanjut dan rencana lanjutannya agar program-program tersebut menjadi titik dari mata rantai siklus pendapatan ekonomi masyarakat. Dan bagaimana juga upaya pemerintah ketika titik lemah mata rantai itu terjadi. Tentu fraksi sangat berkepentingan dengan suksesnya program ini,” tulis Fraksi itu.
Selain itu meminta pemerintah agar memberikan klarifikasi terkait permasalahan distribusi bahan habis pakai dan alat kesehatan senilai Rp 1.746.930.679 di Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
Telah ditanggapi pemerintah bahwa 7 dari 8 item barang telah didistribusikan ke 22 Kabupaten/Kota, tersisa 1 item yakni Masker N-95 sebanyak 200 box yang belum terdistribusi dan masih ada di Instalasi Farmasi Provinsi NTT.
Menurutnya, jawaban tersebut tidak sesuai dengan temuan BPK, oleh karena itu Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan mendorong dalam sisa waktu yang diberikan negara, Pemerintah cepat dan tepat melaksanakan rekomendasi tersebut.
Sorotan yang tidak kalah menarik adalah Permintaan Fraksi agar Pemerintah memberi gambaran tentang pilot project budidaya ikan kerapu dan kakap putih dengan teknik Keramba Jaring Apung (KJA) dan teknik Sea Ranching (SR), masih belum terperinci dan lengkap.
Pola program budidaya Ikan Kerapu di wae kelambu (2019) dilakukan dengan dua (2) pola budi daya yakni sebagian dengan pola keramba jaring apung yang dihibahkan pengelolaannya pada koperasi masyarakat setempat.
Dan pola kedua, ditebar pada pinggir pantai dengan kedalaman tertentu, dalam bahasa teknis dinas yang sering disebut “sea ranching”.
“Pemerintah belum memberikan gambaran yang utuh dan terbuka mengenai kedua pola ini. Baik terhadap potensi yang ditebar di kedalaman tertentu, maupun evaluasi terhadap pola keramba. Pola keramba dengan sistem hibah kepada masyarakat/kelompok masyarakat terbukti kurang efektif.
Sebab kelompok masyarakat (koperasi) yang mengelola dibebani untuk pembelian pakan, dan pada saat awal penggangaran untuk pakan tidak dianggarkan dan dihibahkan. Belajar dari pengalaman itu, fraksi mendorong agar pola hibah kepada masyarakat atas nama investasi dipikirkan kembali,” tulis Reni.
Sementara itu Kepala Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT, Zakarias Moruk yang konfirmasi media ini mengakui bahwa dari total dana Rp 105 miliar program JPS yang tidak tersalurkan hanya Rp 4 miliar lebih. Hal itu disebabkan ada penerima kelompok manfaat (PKM) datanya tidak valid.
Dikatakan, sisa dari dana itu langsung ditransfer ke rekening Kas Daerah. “Sisanya kita langsung transfer ke rekening Kas Daerah,”pungkasnya. (Hiro Tuames)