DAU Bakal Dipotong, Jika Angka Stunting di Kabupaten/Kota Tak Berubah

oleh -225 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Dana Alokasi Umum (DAU) bakal dipotong, jika angka stunting di kabupaten/kota se-NTT tak mengalami perubahan.

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) mengatakan, dirinya akan diskusikan dengan Presiden Joko Widodo terkait pemotongan dana DAU bagi kabupaten/kota yang angka stuntingnya masih tinggi.

“Kalau angka stunting masih tinggi berarti kita tidak punya kepedulian. Dan sesungguhnya kualitas kepemimpinan kita diukur dari situ. Saya akan diskusikan dengan Presiden agar Bupati atau Wali Kota yang angka stuntingnya tidak turun maka dana DAU-nya harus dipotong,” kata Gubernur VBL pada kegiatan Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Hotel Aston Kupang, NTT pada Jumat, 4 Maret 2022.

“Saya harapkan kita jadi satu kesatuan tim kerja yang baik dan dalam semangat kolaboratif yang utuh untuk berikan martabat bagi bangsa ini khususnya provinsi yang kita cintai dan kabupaten atau kota  yang kita pimpin,”ungkapnya.

Gubernur Viktor dalam arahannya memberikan apresiasi kepada Kepala BKKBN karena kehadirannya telah memberikan energi baru Provinsi NTT. Rencana Aksi Penurunan Stunting dari BKKBN sudah sangat jelas disertai data yang sangat baik.

“Terima kasih Kepala BKKBN yang sudah  hadir dan memberi energi (baru) bagi kami. Apa yang disampaikan oleh Kepala BKKBN terkait rencana aksi sangat komprehensif dan jelas. Saya pastikan mulai hari ini, seluruh data kita berbasis pada data pada BKKBN. Dengan data, by name by adress kita bisa langsung  kerjakan dan  lakukan langkah-langkah aksi. Melalui perencanaan yang sudah sempurna seperti itu kita tinggal eksekusi. Kalau  tidak berhasil berarti tim yang bergerak di lapangan bermasalah. Perencaan yang baik dan tepat berarti 50  persen kegiatan kita telah berhasil,” jelasnya.

Lebih lanjut Gubernur meminta para Bupati/Wali Kota untuk bekerja ekstra ordinary atau secara luar biasa dan out of the box atau di luar cara-cara yang umum. Terus menerus turun ke desa-desa dan  mempropagandakan cara penurunan stunting kepada masyarakat agar mereka punya pemahaman dan pengetahuan.

“Kalau kita bermimpi menciptakan generasi unggul NTT pada tahun 2045, maka Bupati atau Wali Kota  tidak boleh hanya berdiam diri di kantor. Harus turun ke desa-desa dan lapangan. Kita sudah berulang-ulang kali rapat tentang stunting. Saya harapkan kepada para Bupati/Wali Kota untuk bangun motivasi dan  keinginan yang kuat dalam lakukan perubahan yang besar dengan rencana yang sudah ada. Saya yakin, kita semua tidak mau kalau pemerintah pusat terus  menempatkan NTT sebagai provinsi dengan anak-anak stunting terbanyak di Indonesia. Karenanya, rencana kerja  ini harus dilanjutkan sampai di tingkat desa. Sekembalinya dari sini, kita harus lakukan aksi nyata. Enam bulan dari sekarang kita bisa lihat parameter mana yang tidak dapat dilakukan. Di kabupaten mana, kecamatan mana, dapat kita lihat,”pintanya.

Menurutnya harus ada satu kesatuan gerak bersama sampai ke tingkat desa dalam dalam menurunkan angka stunting. Karena penanganan masalah stunting sebenarnya soal kepedulian dan komitmen yang kuat dari pemimpin.

“Saya harapkan ini jadi komitmen kita bersama. Kalau kita sudah rapat begini hebat, harus ada aksi nyata berupa penurunan stunting.  Saya tegaskan ini harus jadi rapat terakhir. Kita harus malu. Saya lihat sudah mulai ada perubahan cara kerja para bupati. Kita harus meninggalkan cara kerja lama,” jelasnya.

Dia juga mengungkapkan, semua telah disiapkan mulai dari perencanan, sumber daya, anggaran serta regulasinya sudah jelas.

Untuk diketahui bahwa kegiatan Sosialisasi RAN PASTI ini dilakukan secara offline di 12 Provinsi yang mempunyai angka Prevelensi Tinggi yaitu Provinsi NTT, NTB, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Aceh, Jawa Barat, Banten,Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

Prevalensi stunting  di NTT terus mengalami tren penurunan sejak tahun 2018 yakni sebesar 35,4 persen, 2019  menjadi 30 persen. Selanjutnya tahun 2020 menjadi  24,2 persen dan tahun 2021 menurun ke 20,9 persen. (HT)