Deflasi di NTT Sudah Berlangsung 11 Tahun Terakhir dan Selalu Terjadi di Bulan Agustus

oleh -122 Dilihat
Oplus_131072

Suara-ntt.com, Kupang-Berdasarkan rilis Berita Resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Agustus 2024 disebutkan bahwa Provinsi NTT mengalami deflasi sebesar -0,25 persen (mtm) atau inflasi 1,22 persen (yoy).

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Agus Sistyo Widjajati mengatakan, level inflasi ini berada di bawah rentang sasaran 2,5±1 persen.

Dikatakan, deflasi disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas hortikultura, seperti: bawang merah, tomat, sawi hijau, ikan kembung, dan daging ayam ras. Secara spasial, hanya Waingapu yang mengalami inflasi pada wilayah pengukuran IHK di NTT, sedangkan deflasi terjadi pada 4 wilayah pengukuran IHK lainnya dengan deflasi terdalam terjadi di Kota Kupang.

Dijelaskan pasokan hortikultura yang terjaga menjadi penyebab utama deflasi NTT. Produksi bawang merah lokal ditopang oleh panen yang terjadi di Rote, Semau, dan Waingapu. Sementara itu, panen tomat yang terjadi di Waingapu turut memperkuat pasokan di pasaran. Penurunan harga bawang merah dan tomat sejalan dengan produksi bawang merah yang meningkat dan panen tomat di daerah Jawa Timur yang masuk ke NTT melalui Surabaya. Di sisi lain, panen di Kabupaten Sikka menjadi faktor penyebab deflasi sawi hijau.

Selanjutnya, deflasi ikan kembung seiring dengan hasil tangkapan ikan kembung yang terjaga, sedangkan penurunan harga daging ayam ras di tingkat produsen secara nasional menjadi penyebab deflasi daging ayam ras. Meski demikian, deflasi hortikultura yang secara historis terjadi di Triwulan III dapat dipandang sebagai pola musiman, sehingga pengendalian inflasi dapat lebih optimal di periode mendatang.

Dipaparkan deflasi Agustus merupakan peluang emas memperkuat pengendalian inflasi. Selama 11 tahun terakhir, deflasi selalu terjadi di bulan Agustus. Kondisi ini sejalan dengan puncak panen hortikultura lokal di NTT dan pada daerah sentra nasional di tengah cuaca yang cenderung mendukung produktivitas. Meskipun berdampak baik pada penurunan harga konsumen, penurunan harga justru dapat merugikan petani.

“Kondisi ini setidaknya tercermin dari Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dan Nilai Tukar Petani (NTP) hortikultura Agustus yang turun lebih dalam dari penurunan di bulan Juli. Pola musiman hortikultura ini merupakan peluang emas mendorong Kerja sama Antar Daerah (KAD) inter NTT yang dapat menekan masuknya pasokan dari luar NTT dan selanjutnya mengurangi ketimpangan harga petani di musim panen. Inisiasi KAD inter NTT dapat diawali dengan neraca pangan yang akurat pada level kab./kota,”tulis Agus dalam press release yang diterima media ini pada Kamis, 12 September 2024.

Lebih lanjut kata dia, TPID Provinsi NTT berkomitmen untuk senantiasa meningkatkan sinergi dan kolaborasi dalam menjaga stabilitas harga dan mendorong ketahanan pangan melalui berbagai strategi dalam kerangka 4K. Selain tiga program utama, seperti: pembentukan pusat pangan, pangan murah keliling, dan bank benih. Penguatan peran Bank Indonesia dilaksanakan melalui Program Implementasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (PI-KEKDA).

“Program ini diterapkan secara terintegrasi salah satunya melalui program unggulan GNPIP penanaman komoditas cabai dan tomat di Kabupaten Belu, dimana diharapkan dapat mendorong penguatan pengendalian inflasi yang bersifat close loop dari sisi hulu hingga ke hilir dengan melibatkan kelompok tani, off-taker (BUMD dan UMKM), dan TPID,”ungkapnya. ***