Suara-ntt.com, Kupang-Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Manek mengatakan, sesuai dengan Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 13 Tahun 2020 ada tiga pemanfaatan dana desa yakni untuk pemberdayaan ekonomi, penataan desa dan desa aman COVID-19.
Namun karena pandemi COVID maka ada perubahan lagi sesuai surat dari Dirjen Perimbangan Keuangan Nomor 2 Tahun 2021 yang mana ada tiga pemanfaatan dana desa yakni;
Pertama, ketika dana desa sudah masuk rekening desa minimal dipotong 8 persen untuk penanganan COVID di desa.
Misalnya satu desa dananya sebesar Rp 616 juta maka dipotong 8 persen untuk penanganan COVID. Dari dana yang dipotong itu bisa digunakan untuk membuat posko, beli hand sanitizer dan masker.
Kedua, setelah dana desa dipotong 8 persen maka dikurangi lagi untuk bantuan langsung tunai (BLT) bagi kelompok penerima manfaat (KPM).
Ketiga, sisa dari dana desa yang telah dipotong untuk penanganan COVID dan BLT maka akan digunakan sesuai dengan rencana APBDes yang bersangkutan.
Dikatakan, semua item kegiatan yang menggunakan dana desa akan dievaluasi pada akhir tahun.
“Kita akan evaluasi dana desa pada akhir tahun,”kata Viktor kepada media ini di kantornya, Rabu 17 Maret 2021.
Dijelaskan, tahun 2020 lalu Provinsi NTT dialokasi dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 3.057.358.075.000 atau Rp 3,057 triliun lebih. Sedangkan pada tahun 2021 dialokasikan dana desa sebesar Rp 3.059.653.902.000 atau 3,059 triliun lebih) untuk 3.026 desa di NTT. Dengan demikian, alokasi dana desa di NTT bertambah atau naik Rp 2,2 miliar lebih atau 0,08 persen.
Dalam juknis itu disebutkan alokasi dana desa kabupaten tertinggi dan terendah, kecamatan tertinggi dan terendah kemudian desa tertinggi dan terendah.
Dari total dana desa tersebut, dana desa terendah itu di Desa Nobo, kecamatan Ile Boleng, Flores Timur yang hanya dialokasikan sebesar Rp 616.847.000.
Sedangkan dana desa tertinggi itu desa Kori, kecamatan Kodi Utara, Sumba Barat Daya yang mencapai Rp 2.447.515.000.
Hingga saat ini kata, baru beberapa desa di kabupaten Flores Timur yang telah melakukan pengajuan pencairan dana desa. Namun, karena ada perubahan regulasi sesuai surat edaran dari 02 Dirjen Penerimaan Keuangan agar dana desa dimanfaatkan 8 persen untuk penanganan COVID-19 di lingkungan desa.
“Terlambat penyaluran itu karena refocusing untuk penanganan COVID-19 sebesar delapan persen dari total dana desa yang telah dialokasikan per desa. Sisa dana itu baru dipakai untuk BLT bagi keluarga kurang mampu, dan sisanya pakai untuk perencanaan pembangunan lain di desa,” ungkapnya.
Ia mengaku sedang berkoordinasi dengan dinas PMD di tingkat kabupaten dan KPPN untuk segera melakukan pencairan dana desa tahap satu (Januari-Maret).
Lebih lanjut dia mengimbau seluruh kepala desa yang ada di NTT untuk memanfaatkan dana desa dalam meningkatkan pembangunan infrastruktur desa, dan sumber daya manusia (SDM) masyarakat desa dan menghindari penyalahgunaan atau penyelewengan dana desa.
“Saya berharap kepala desa mematuhi ketentuan yang ada tentang pemanfaatan dana desa sesuai Permendes RI tinggal dilaksanakan secara baik dalam pertanggungjawaban akuntabilitas penggunaan dana desa. Saya sudah wanti-wanti dari awal agar para kepala desa menghindari penyalahgunaan dana desa. Tetapi harus memanfaatkan dana desa untuk pembangunan infrastruktur desa, ekonomi desa dan SDM masyarakat desa,”ungkapnya.
Ia meminta para pendamping desa agar bertindak profesional dalam melakukan pendampingan sehingga penggunaan dana desa itu tepat sasaran, dan tepat guna sesuai manfaatnya.
“Total dana desa yang masuk di NTT sejak tahun 2015 telah mencapai Rp, 16.709 triliun. Pemerintah memanfaatkan dana desa dalam pembangunan infrastruktur desa, ekonomi desa, dan SDM masyarakat desa. Kita harus kawal dana ini untuk dimanfaatkan secara baik dan telat guna terutama dalam hal memberantas kemiskinan,”pungkasnya. (Hiro Tuames)