Dosen Poltek Kupang ini Merasa Dikriminalisasi terkait Kasus Pencemaran Nama Baik

oleh -176 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Dosen Politeknik Negeri Kupang, Matelda Christiana Mauta menceritakan kronologis kejadian yang menimpah dirinya. Dia dilaporkan di Polda NTT oleh Dian Erlina Wati Johanis, karena melakukan kasus pencemaran nama baik melalui media Whats App (WA) group milik Politeknik Negeri Kupang pada 5 Mei 2020 lalu.

Namun Matelda merasa tidak pernah melakukan pencemaran nama kepada yang bersangkutan sehingga dirinya enggan untuk meminta maaf.

“Saya diminta untuk meminta maaf, tapi saya merasa tidak melakukan pencemaran nama baik, sehingga saya menolak. Mereka membawa bukti yang katanya saya sudah menghapusnya, dan sempat discreen shot,” katanya kepada wartawan kantor Kominfo Provinsi NTT pada Jumat, 17 Juni 2022.

Dia mengaku beberapa kali diperiksa di Polda NTT terkait kasus itu.

“Ini Group WA Penelitian dan Pengabdian Masyarakat milik Politeknik Negeri Kupang sifatnya tertutup. Bukan terbuka seperti Facebook, Instagram dan Twitter sehingga tidak boleh dilidik,”tambahnya.

Dia mempertanyakan pemberlakuan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yakni Menkominfo, Kejagung dan Kapolri tentang pedoman implementasi atas pasal tertentu dalam UU ITE.

“Saya datang untuk mempertanyakan pemberlakuan SKB tiga menteri ke Kominfo NTT. Apakah SKB ini berlaku? Ternyata sudah berlaku,”ungkapnya.

Kasus ini, lanjut dia, akhirnya dinaikan ke Kejari Kota Kupang. Padahal sebelumnya ditangani Kejati NTT. Setelah dinyatakan lengkap, kasus disidang di PN Kupang, dan dirinya divonis 4 bulan penjara.

“Setelah di persidangan, saya divonis 4 bulan penjara, karena tidak mengaku melakukan pencemaran nama baik. Bukan karena kasus pencemaran nama baik,” katanya.

Merasa tidak puas, dia mengaku telah mengajukan banding atas kasus ini ke Pengadilan Tinggi (PT) dan masih berproses hingga saat ini.

Terkait SKB tiga menteri itu, Matelda, menjelaskan pada pasal 27 (3) UU ITE disebutkan korban sebagai pelapotlr harus orang per orang dengan identitas spesifik, dan bukan institusi, koorporasi, profesi atau jabatan.

Di pasal yang sama huruf K, jelas dia, disebutkan bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dalam hal konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, pertemanan akrab, profesi, grup kantor, kampus atau institusi pendidikan.

Seperti SKB tersebut bahwa Grup WA Kampus merupakakn grup percakapan bersifat tertutup/terbatas sehingga tidak masuk delik penghinaan, dan/atau pencemaran nama baik, apalagi dia mengaku tidak pernah posting cemarkan nama baik siapapun termasuk orang yang sudah melapor/menuduhnya dengan membawa screenhot tersebut, padahal dirinya tidak pernah mencemarkan nama baiknya.

“Faktanya laporan pencemaran nama baik ini diproses hingga adanya putusan pengadilan. Sehingga saya pertanyakan pemberlakuan SKB tiga menteri ini,,” tegasnya.

Artinya, kata dia, aparat kepolisian, dan kejaksaan telah melanggar SKB ini, karena telah memproses kasusnya hingga putusan pengadilan.

“Bukan apa-apa, tapi saya berharap kasus seperti ini tidak terjadi lagi dikemudian hari. Karena saya merasa dikriminalisasi,” tegasnya. (Hiro Tuames)