DPRD NTT Minta Pemerintah agar Dana Kesehatan dan JPS Jangan ‘Diparkir’

oleh -132 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTT, Patris Lali Wolo memberi warning keras kepada pemerintah agar tidak memproyekan dana refocussing.

Selain itu meminta agar dana corona virus atau covid-19 untuk kesehatan dan Jaring Pengaman Sosial (JPS) jangan terparkir di pemerintah.

“Refocusing tidak boleh diproyekan. Dana kesehatan dan JPS tidak ada istilah parkir, kecuali pemberdayaan ekonomi,” tegas Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi NTT ini dalam rapat dengar pendapat dengan Pemerintah Provinsi NTT, Selasa (23/06/2020).

Dia mempertanyakan kapan realisasi bantuan penerima jaring pengaman sosial (JPS) disalurkan? Karena saat ini masyarakat lagi menunggu pencairan dana tersebut.

“Sekarang ini masyarakat lagi tunggu kapan dana JPS ini disalurkan,”ungkapnya.

Dalam kesempatan itu dia juga meminta pemerintah agar usulan untuk penyertaan modal ke BUMD dalam hal ini PT. Jamkrida dan PT. Kawasan Industri Bolok (KIB) NTT ditunda dulu.

“Kita usulkan agar penyertaan modal untuk BUMD di NTT kita tahan dulu. Karena skema anggaran kita bahkan di pemerintah pusat penyertaan modal untuk BUMN juga ditunda. Ini menjadi pertimbangan banggar dan pemerintah,”pungkas Bendahara DPD PDI-Perjuangan Provinsi NTT ini.

Sementara Anggota DPRD Provinsi NTT lainnya, Hugo Kalembu mempertanyakan penggelontoran dana kesehatan yang telah mencapai 90 persen. Jika terjadi lonjakan kasus covid-19 tentunnya dana yang tersedia tidak cukup.

Hugo meminta pemerintah untuk melakukan kajian terkait penanganan covid-19 tersebut jika terjadi lonjakan.

“Pemerintah tidak melakukan kajian dengan baik terkait penanganan covid-19 ini. Jika terjadi lonjakan kasus covid mau ambil uang darimana lagi,” kata Hugo.

Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT, Benediktus Polo Maing mengatakan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan rasionalisasi dana penanganan Covid-19 dari sebelumnya sebesar Rp 810 miliar menjadi Rp 712 miliar.

“Ada target-target yang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak bisa dipaksakan, sehingga harus dilakukan penyesuaian,” katanya kepada wartawan usai menggelar rapat dengar pendapat dengan DPRD Provinsi NTT.

Awalnya, menurut dia, sesuai ketentuan pemerintah pusat harus dilakukan refocusing dari APBD melalui belanja modal serta belanja barang dana jasa sebesar 50 persen. Namun, NTT hanya mampu menyanggupi diangka 35 persen, sehingga menjadi Rp 810 miliar.

Namun dalam perjalanan dibutuhkan penyesuaian karena target pendapatan tidak mencapai100 persen, serta adanya pemotongan anggaran dari pemerintah pusat.

Dana Rp 712 miliar itu, menurut dia, akan digunakan untuk bidang kesehatan sebesar Rp100 miliar, jaringan pengaman sosial (JPS) sebesar Rp105 miliar dan pemberdayaan ekonomi sebesar Rp 507 miliar.

Untuk dana kesehatan, jelas dia, telah disalurkan ke sejumlah instansi pemerintah, seperti Dinas Kesehatan sebesar Rp 57,1 miliar, RSUD Johanes Kupang Rp 31 miliar lebih, Badan kesbangpol Rp 227 juta, Sat Pol PP Rp383 juta, kominfo 623 juta, perhubungan Rp1,8 miliar, sosial Rp 665 juta, penanggulangan bencana Rp 679 juta serta dana cadangan sebesar Rp 7,4 miliar.

“Bidang kesehatan jangan diartikan hanya untuk dinas kesehatan dan RS, tapi untuk semua perangkat daerah yang terlibat dalam percepatan penanganan covid-19,” jelas dia.

Lanjut dia, untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat baru terserap sebesar Rp 25 miliar untuk bidang pertanian dan ketahanan pangan.

“Cara pandang pemberdayaan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga tidak dipandang sama dengan alokasi dana pada APBD,” ujarnya.

Sedangkan dana JPS, kata dia, hingga saat ini belum disalurkan karena masih menunggu data dari kabupaten/kota. Data yang masuk baru berasal dari 18 kabupaten dengan jumlah penerima JPS sekitar 84 ribu.

“Setiap orang akan menerima sebesar Rp 500 ribu per bulan,” ujarnya.

JPS ini, jelas dia, digunakan penanganan bagi masyarakat tersadampak covid-19 yang belum ditangani dari APBN dan dana desa. “Dana ini belum tersalurkan, karena masih menunggu data dari kabupaten/kota.

“Masalah data bukan hanya di NTT, tapi di tingkat nasional juga sama, sehingga banyak yang tidak tepat sasaran,” tandasnya. (Hiro Tuames)