Site icon Suara NTT

Episode Ciuman Yudas versus Integritas Kristiani

Oleh : Verry Guru

(Alumnus Pascasarjana IAKN Kupang)

Suara-ntt.com, Kupang-SETIAP kali umat Kristiani sejagat, memperingati dan merayakan Tri Hari Suci: Kamis Putih (Suci), Jumat Sengsara dan Sabtu Aleluya hingga Minggu Paskah; yang memperingati Kisah Sengsara, Wafat, dan Kebangkitan Tuhan Yesus yang mengalahkan maut dan dosa umat manusia; nurani dan atmosfir berpikir kita, tentu tidak terlepas dari peran ‘antagonis” yang dilakonkan bendahara Yesus, yakni Yudas Iskariot. Satu-satunya murid Yesus yang bukan berasal dari Galilea. Karena itu, hanya dengan “satu” ciuman dan 30 keping uang dinar; Yudas “berhasil” menyerahkan Yesus  untuk ditangkap dan disalib.

Tulisan yang sederhana ini sekadar refleksi singkat, betapa ciuman Yudas di zaman Yesus masih tetap relevan hingga kini jika dikaitkan dengan integritas Kristiani. Adakah ‘simbiosis mutualisme” antara ciuman Yudas dalam membentuk dan mempengaruhi kepribadian para pengikut Kristus di era milenial ini?

Ciuman versi Alkitab

Tatkala kita membaca Alkitab, kita akan menemukan bahwa ada banyak ciuman yang terjadi. Bisa jadi, hal ini membuat kita terkejut; ketika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sebagaimana ditulis di dalam Alkitab! Setidaknya ada sekitar 45 referensi tentang ciuman di dalam Alkitab. Ada 93 persen ciuman terjadi di luar pernikahan; 73 persen ciuman terjadi antara dua pria; 20 persen ciuman terjadi antara pria dan wanita; dan ada 4 persen ciuman terjadi antara dua wanita.

Ada satu referensi tentang mencium berhala. “Sekarangpun mereka terus berdosa, dan membuat baginya patung tuangan dari perak dan berhala-hala sesuai dengan kecakapan mereka; semua itu buatan tukang-tukang. Persembahkanlah korban kepada!, kata mereka. Baiklah manusia mencium anak-anak lembu, Hosea 13:2.” Kebenaran dan Kedamaian pernah berbagi ciuman bisa dibaca di dalam Mazmur 85:10. “Sesungguhnya keselamatan dari padaNya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga kemuliaan diam di negeri kita.”

Lalu muncul pertanyaan bagi kita semua, apa sesungguhnya arti ciuman menurut Alkitab? Artinya adalah ada rasa hormat, cinta, keterikatan emosional yang mendalam, suka atau duka serta kesetiaan atau loyalitas.

Nah, berapa kali Yesus dicium ? Setidaknya Alkitab mencatat khususnya di dalam Perjanjian Baru; ada dua kali. Pertama, Yesus dicium sekali sebagai tanda bakti seorang mantan pelacur dan sekali sebagai tanda; jika dikhianati oleh mantan muridNya. Memang Teolog Lutheran, Johann Bengel berpendapat bahwa Yudas mencium Yesus “berulang kali.” Namun di dalam Injil Matius tertulis,”Orang yang menyeahkan Dia telah memberitahu tanda ini kepada mereka: orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia.” (Mat. 26:48). Dan segera ia maju mendapatkan Yesus dan berkata, “Salam Rabi,” lalu mencium Dia. Maka kata Yesus kepadanya, “Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?”

Semua orang tahu bahwa ciuman Yudas adalah ciuman pengkhianatan. “Pada ciuman Yudas cinta meleleh seperti anggur pahit; cinta dan benci bertanya warna tentang keselamatan; apakah dunia adalah muara kebencian yang menelan cinta? Sang Mesias pun mengulurkan tangan pada seutas tali murka; Ia pergi dalam genggaman nestapa; tapi cinta-Nya menjulang membelai kebencian sang pengkhianat,” tulis Pater Dr. Fritz Meko, SVD dalam buku Sang Mesias; Antologi Puisi Religi, halaman 120.

Padahal, ciuman pada dasarnya merupakan ungkapan kasih sayang yang sungguh nyata kepada seseorang. Ciuman yang digunakan dalam acara keagamaan adalah ciuman yang dianggap sebagai tindakan yang suci. Dalam periode awal Kekristenan, ciuman merupakan suatu ritual.

Paulus sendiri menekankan salam kepada jemaat di Korintus, Roma, dan Tesalonika dengan cium kudus. Dengan ciuman, Yudas menyerahkan Yesus untuk disalib. Ciuman yang seharusnya memberikan bukti kasih sayang seseorang, dipakai sebagai senjata kejahatan (ada tipu daya, kemunafikan dan lain sebagainya). Dewasa ini, ‘ciuman’ seperti apakah yang diberikan kepada orang-orang di sekitar kita? Ciuman kudus seperti yang Yesus mau dan Paulus ajarkan? Atau ciuman Yudas yang mematikan itu? Kita semua mampu untuk menjawabnya.

Integritas Kristiani

Lalu apa yang dimaksud dengan integritas Kristiani? Integritas menunjukan konsistensi antara ucapan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang memiliki integritas biasanya berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Atau dalam dunia media sosial: baca, pilih dan pilah baru dishare atau dibagikan agar orang lain juga tahu.

Sehingga perilaku dan tindakannya sesuai dengan apa yang diucapkan. Karena itu, integritas membuat hidup ini terasa tenteram dan damai; karena selalu ada harapan di hati. Orang yang berintegritas selalu dirindukan.

Ciri-ciri seorang Kristiani yang memiliki integritas antara lain: sikap jujur, tulus, ikhlas, dan dapat dipercaya/kredible. Orang yang memiliki integritas bertindak transparan dan konsisten. Orang yang berintegritas selalu dan senantiasa menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela. Orang yang memiliki integritas bertanggungjawab atas hasil kerja. Atau dengan kata lain, integritas Kristiani adalah suatu keadaan di mana  seorang hamba Tuhan dapat dipercaya karena antara perkataan yang diucapkan dan tindakannya memiliki kesamaan. Bukan lain di bibir; lain pula di hati.

Integritas Kristiani merupakan paket hidup yang standar bagi pengikut Kristus yang normal. Integritas kristiani juga merupakan image atau gambaran kehidupan orang percaya  yang hidupnya memiliki spirit Yesus Kristus. Hal itu akan tercermin di dalam kelakuan sehari-harinya baik di tempat umum maupun di tempat yang tersembunyi sekalipun.

Hal ini tentunya tegak lurus dengan integritas dalam diri seorang pemimpin; yang senantiasa mengacu pada sikapnya yang jujur, dapat dipercaya, dan diandalkan. Pemimpin (Kristiani) yang berintegritas bertindak sesuai dengan kata-katanya dan mengakui kesalahannya; dibandingkan menyembunyikan, atau mencari-cari alasan untuk pembenaran diri sendiri. “Siapa berlaku tidak bercela akan diselamatkan, tetapi siapa berliku-liku jalannya akan jatuh ke dalam lobang (Amsal 28:18).”

Kita sunguh menyadari bahwa menjadi pengikuti Kristus; di zaman now; itu berarti kita harus berani. Berani karena bersih dan benar. Berani mengalahkan ambisi, berani melawan keserakahan, berani menanggung risiko, berani berbagi bukan hanya berani menerima, dan berani bertanggung jawab atas perkataan dan perbuatan sendiri tanpa (harus) menyalahkan dan menuduh orang lain. Berani menyangkal diri, berani berbuat dosa dan berani mengakui dosa. Supaya kita setia pada kehendak Tuhan; baiknya kita menyangkal diri.

Penyangkalan diri adalah ciri hidup dari pengikut Kristus. Dengan penyangkalan diri, kita selalu mau melembutkan hati kita dalam menghadapi semua peristiwa dan orang-orang yang begitu sulit kita hadapi. Kita tidak boleh kalah dengan kelemahan diri kita oleh setiap situasi yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Lebih baik kita mundur satu langkah demi kemajuan untuk sepuluh langkah berikutnya. Harus diakui bahwa tidak mudah menjadi murid Kristus. Tetapi hal itu bukan berarti tidak bisa.

Di tengah himpitan badan dan kesulitan hidup ini; di mana harga-harga kebutuhan pokok semakin melambung naik; kesempatan mencari pekerjaan pun semakin terbatas; akses ke pusat-pusat kekuasaan hanya dimiliki segelintir elite tertentu; maka tak ada cara lain; kita harus semakin rajin dan (terus) berdoa, berharap, dan berserah diri (hanya) kepada kehendak Tuhan. Dalam terang dan keyakinan iman yang satu dan sama itu; kita pasti (akan) sampai puncak golgota dan tiba di gerbang Yerusalem yang baru. Sic transit Gloria mundi yang berarti segala kemuliaan dunia akan berlalu. (*)

 

Exit mobile version