Suara-ntt.com, Kupang – Fraksi Gabungan Demokrat Solidaritas Pembangunan (DSP) DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) tegaskan bahwa pihaknya tidak berniat menuduh pemerintah ada korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam menjalankan roda pemerintahan.
Namun ketika turun ke lapangan, ada laporan dari masyarakat terkait beberapa item program yang tidak selesai dikerjakan dan itu dimasukan dalam pembahasan fraksi.
“Jadi pendapat ini bukan murni dari kami, tapi ada laporan dan masukan dari masyarakat terkait beberapa item program yang tidak selesai dikerjakan pada 2019,” tegas Ketua Fraksi Gabungan Demokrat, Solidaritas dan Pembangunan DPRD Provinsi NTT, Reny Un kepada wartawan usai sidang paripurna soal laporan pertangungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi NTT tahun anggaran 2019, Rabu (8/7/2020).
Sementara Wakil Ketua Fraksi Gabungan DSP DPRD Provinsi NTT, Leo Lelo mempersilahkan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat untuk mengambil langkah hukum atas tanggapan akhir Fraksi DSP atas Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019.
“Kalau Pemerintah daerah, dalam hal ini gubernur merasa dilecehkan dalam hubungan kemitraan antara Pemerintah Daerah dan DPRD, maka silahkan. Kami serahkan ke proses selanjutnya, apa sikap pemerintah daerah,” kata atas pernyataan Gubernur NTT terhadap pendapat Fraksi DSP dalam sidang Paripurna DPRD NTT.
Menurutnya, DPRD mempunyai hak untuk menyatakan pendapat, seperti yang tertuang dalam UU 23 tahun 2014 yang menyatakan DPRD punya hak interpelasi, hak angket dan menyatakan pendapat. “Kami jalankan sesuai fungsi dan hak kami sebagai anggota dewan,” tandasnya.
Terkait deadline waktu selama seminggu yang diberikan Gubernur untuk menunjuk pelaku yang diduga terlibat korupsi, tegas Leo, pihaknya menunggu saja. Kalau memang dianggap bukan dalam konteks kemitraan untuk membangun NTT kearah yang lebih baik, maka silahkan saja. “Kami menunggu saja,”ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Sekeretaris Fraksi Gabungan DSP DPRD Provinsi NTT, dr. Christian Widodo yang menyebutkan pendapat yang disampaikan dalam sidang paripurna DPRD merupakan bentuk pengawasan DPRD atas masukan dari berbagai kalangan masyarakat.
“Itu merupakan salah satu bentuk hak menyatakan pendapat kami,” ujarnya.
Jika pemerintah merasa pernyataan itu benar atau tidak, silahkan cek ke instansi terkait, bukan ke DPRD NTT.
“Kami sampaikan atas semangat bersama untuk benahi kekurangan di berbagai instansi. Kalau benar atau tidak, silahkan cek ke anak buahnya. Kami hanya sampaikan keluhan masyarakat. Ini baru dugaan, kami tidak menuduh,” katanya.
Fraksi Gabungan DSP NTT dalam tanggapan akhirnya menyebutkan realisasi Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal selalu di bawah 90 persen, sehingga terpaksa dilanjutkan ke TA berikut melalui mekanisme DPAL (Dokumen Pelaksana Anggaran Lanjutan).
Sulit dibantah pula fakta bahwa keterlambatan pihak ketiga menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan konstruksi juga disebabkan, karena yang bersangkutan memenangkan (dimenangkan) beberapa pekerjaan, sekaligus yang melampaui kemampuannya.
Pendapat inilah yang memicu kemarahan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat dan meminta Fraksi Gabungan DSP DPRD Provinsi NTT untuk menunjuk oknum pelakunya serta memberikan deadline waktu selama satu minggu, jika tidak, maka akan ditempuh jalur hukum.
“Khusus dalam pemerintahan saya, jika ada yang korupsi, tunjuk di muka saya, jangan baca di podium ini, lalu tidak ada nama orang itu, kasih ke saya. Kalau dalam satu minggu ini tidak sebutkan nama, saya akan pertimbangkan untuk mengambil langkah hukum,” tegasnya. (HT)