Suara-ntt.com, Kupang-Pengamat Ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana (Unkris) Kupang, DR. Fritz Fanggidae mengatakan upaya-upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama dari pajak dan retribusi daerah menjadi sangat penting karena selama ini dalam formasi PAD NTT, penerimaan sumber PAD terbesar itu berasal dari pajak daerah.
Disebutkan sekitar hampir 80-an persen PAD NTT berasal dari pajak daerah. Sementara retribusi daerah hanya sekitar 3 sampai 4 persen sumbangannya terhadap PAD. Dengan demikian, ketika pajak daerah menurun maka akan berpengaruh besar terhadap penurunan PAD di NTT.
“Kalau kita lihat dengan adanya peningkatan PAD maka kepentingan jangka panjangnya adalah berkaitan dengan penguatan atau peningkatan kapasitas fiskal (keuangan) bagi pemerintah provinsi. Terutama berkaitan dengan fiscal space adalah bagian dari pendapatan daerah yang tersisa yang bisa digunakan oleh pemerintah atau kepala daerah untuk membiayai program-program prioritas.”
“Jadi kalau fiskal spacenya semakin mengecil maka kepala daerah mempunyai peluru makin terbatas untuk membiayai program-program strategisnya,”kata Fritz ketika membawa materi dalam seminar tentang Pajak dan Retribusi Daerah di Hotel Kristal Kupang pada Sabtu, 9 Desember 2023.
“Ini juga akan mempunyai pengaruh terhadap keseimbangan primer APBD. Secara teoritis kalau dihitung negatif artinya pemerintah provinsi tidak punya likuiditas untuk membayar pinjaman daerah dan berhutang untuk membayar utang,”ucapnya.
“Jika posetif bagus maka dari sisi likuiditas pemerintah provinsi bisa memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap kepentingan PAD,”tambah Fritz.
Dijelaskan ada lima sumber PAD yakni Pajak kendaraan bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB), Pajak Air Permukaan (PAP) dan Pajak Rokok.
Dari lima sumber PAD tersebut diantaranya ada dua yakni pajak dan retribusi daerah. Khusus untuk pajak daerah berdasarkan undang-undang yang baru ada lima jenis pajak daerah yakni Pajak kendaraan bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB), Pajak Air Permukaan (PAP) dan Pajak Rokok.
Dia mengatakan dari lima jenis pajak tersebut ada tiga diantaranya sifatnya langsung yakni pajak kendaraan bermotor, bea balik nama, dan pajak air permukaan. Sementara dua pajak lainnya yakni pajak rokok dan pajak bahan bakar karena wajib pungutnya bukan dari pemerintah provinsi namun dari Kementerian Keuangan.
Dengan demikian, pajak rokok dipungut oleh Kementerian Keuangan lalu distor ke rekening daerah berdasarkan kesepakatan tertentu dan proposional jumlah penduduk. Begitu juga dengan pajak bahan bakar dan kendaraan bermotor wajib pungutnya oleh Pertamina atau produsen lalu disetor ke rekening daerah.
Dikatakan, pemerintah provinsi hanya bisa mengendalikan tiga pajak daerah yakni pajak kendaraan bermotor, bea balik nama, dan pajak air permukaan. Untuk pajak air permukaan dalam realisasinya sangat kecil sekali yakni sekitar 0,3 atau 0,4 persen. Yang terbesar itu pajak kendaraan bermotor dan itu berlaku lima tahun lalu. Dalam perkembangan dari 2018-2022, pajak kendaraan bermotor makin mengecil, bea balik nama makin mengecil dan yang makin membesar itu pajak rokok.
“Jadi kalau kita lihat dalam struktur atau komposisi lima jenis pajak terhadap penerimaan pajak daerah di NTT sampai tahun 2022 bahkan 2023 ini, penerimaan terbesar adalah pajak rokok. Ini agak anomali karena banyak kesempatan tapi ada pembatasan jumlah rokok dan produk tembakau makin kuat tetapi justru peranannya dalam penerimaan pajak daerah dan pajak rokok paling besar,”jelasnya.
Lebih lanjut kata dia, pajak rokok sifatnya tidak langsung dimana penerimaan pajak yang penggunaannya sudah ditentukan sehingga pemerintah provinsi tidak bebas untuk melakukan pajak yang sifatnya tidak langsung ini.
Didalam undang-undang yang baru (UU Nomor 1 Tahun 2022)terdapat yang sebut dengan penguatan local taxing power yakni kebijakan pemerintah pusat yang diatur melalui undang-undang tersebut untuk memberikan kekuatan yang lebih besar pada daerah dalam kaitan dengan pemungutan pajak daerah.
Dalam undang-undang yang baru itu juga ditambahkan dua jenis pajak daerah selain lima jenis pajak daerah kepada pemerintah provinsi yakni pajak mineral bukan logam dan batuan serta pajak alat berat.
“Dulu pajak alat berat masuk dalam pajak kendaraan bermotor secara keseluruhan bahkan dalam prakteknya kadang-kadang wajib pajaknya menjadi tanggung tapi sekarang sudah dipisahkan tersendiri,”sebutnya.
Dia menambahkan ada perbedaan antara pajak alat berat dengan kendaraan bermotor. Untuk kendaraan bermotor dibayar untuk satu tahun sementara pajak alat berat dipungut pada awal tahun untuk 12 bulan kedepan dan ada mekanismenya.
Sementara untuk pajak mineral bukan logam dan batuan dimana dalam prakteknya ada di kabupaten sehingga pemerintah provinsi hanya mengeluarkan izinnya dan tidak bayaran pajak atau retribusinya sehingga sekarang ini semua perizinan dikendalikan oleh pemerintah provinsi.
Untuk diketahui seminar ini digelar sebelum acara pelantikan Pengurus Daerah (Pengda) Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Provinsi NTT periode 2023-2028. Dan Robert P. Fanggidae dilantik sebagai Ketua Pengda Kagama Provinsi NTT. (Hiro Tuames)