Suara-ntt.com, Kupang-Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) meminta para okupan (penghuni, red) lahan Besipae untuk menghentikan semua provokasi konflik lahan di Besipae Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Apalagi dengan melibatkan anak-anak dan perempuan.
Selain itu, Pemprov NTT menganjurkan agar pihak okupan menempuh jalur hukum guna mendapatkan kejelasan status kepemilikan lahan Besipae.
Demikian tanggapan Pemprov NTT terkait beredarnya informasi video konflik Besipae melalui Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT, Djelamu Ardu Marius, dalam jumpa pers pada Kamis (15/10/2020).
“Kami meminta masyarakat disana (di Besipae, red) untuk tidak memprovoskasi. Kami melihat disana (di video konflik okupan lahan Besiapae dengan aparat, red) mereka menggunakan anak kecil dan perempuan untuk kemudian menimbulkan konflik. Pemerintah mengharapkan provokasi seperti ini harus dihentikan. Jangan menggunakan anak-anak dan perempuan untuk memprovokasi,” tandasnya.
Menurut Marius Djelamu, Pemerintah Provinsi telah meminta pihak kepolisian untuk dapat mengidentifikasi orang-orang yang dianggap provokator dibalik konflik lahan Besiapae. “Kami minta kepolisian bisa mengidentifikasi para provokator yang sengaja menggunakan persoalan tersebut untuk membesar-besarkan konflik. Dan kita minta supaya proses hukum ditegakan,” ujarnya.
Mantan Kadis Pariwisata NTT itu pun mengharapkan agar masyarakat di sekitar lahan Besipae tidak terprovokasi oleh video konflik warga okupan lahan Besipae dengan aparat pemerintah yang sementara tersebar melalui media sosial (medsos). “Kami mengharapkan masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh video-video yang sengaja dibuat, kemudian dipublikasi untuk memancing keprihatinan orang lain,” ujarnya.
Lebih lanjut, Marius Jelamu meminta semua pihak untuk dapat memahami secara betul proses yang sedang terjadi di Besipae. Ia meminta, jikalau ada yang tidak puas dengan keputusan Pemerintah Provinsi NTT, maka ada lembaga hukum dan ada jalur hukum yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan konflik klaim kepemilikan lahan Besipae.
”Bisa lapor kepolisian supaya bisa diproses hukum, atau ke Kejaksaan supaya diproses hukum. Apakah pemerintah provinsi salah atau benar dan yang memutuskan itu adalah lembaga peradilan. Dan Kami menghimbau kepada masyarakat, kalau tidak puas dengan kebijakan Pemerintah Provinsi, silahkan mengambil langkah hukum, membawa ke meja hijau supaya jelas bagaimana keputusan pengadilan terkait dengan lahan di Besipae,” tegas Marius
Menurutnya, itu satu-satunya cara untuk bisa memutuskan apakah betul tanah itu milik Pemerintah Provinsi ataukah milik para okupan lahan Besipae. “Lembaga Peradilanlah yang menentukan. Negara kita adalah negara hukum dan tentu ketika proses hukum berjalan, akan jelas siapa yang berhak memiliki tanah itu, apakah Pemerintah Provinsi apakah masyarakat,” jelasnya.
Terkait klaim kelompok okupan lahan Besipae bahwa masalah Besipae belum selesai (belum memiliki kekuatan hukum tetap status tanah tersebut milik pemprov ntt ataukah pihak okupan, red), mantan Kadis Pariwisata NTT itu menegaskan, “sudah ada kesepakatan beberapa bulan lalu yang dibuat antara Pemerintah Provinsi dengan usif-usif disana dan para para usif itu membenarkan bahwa memang penyerahan tanah itu ditahun 1982 seluas 3.870 hektar diserahkan kepada Pemerintah Provinsi. Lalu Pemerintah Provinsi membuat sertifikat atas tanah itu dan itu disetujui oleh Para Usif yang notabene adalah pemilik tanah itu.”
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, kata Marius, tetap bertekat memanfaatkan lahan Besipae sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Pemprov NTT telah berkoordinasi dengan semua stakeholders untuk mengembangkan kelor dan jagung dalam rangka mendukung program Gubernur yakni tanam jagung panen sapi (TJPS).
“Selama ini kita sudah bertekat untuk menjadikan Besipae sungguh-sungguh sebuah tempat dimana masyarakat sekitarnya berkembang dan ekonomi masyarakat sekitarnya meningkat. Karena itu pemerintah bertekat untuk mengembangkan semua potensi yang ada di Besipae,” paparnya.
Pihaknya berharap bahwa masyarakat di sekitar Besipae tetap memegang komitmen bersama untuk membangun Besipae.
“Ketika dua Usif masing-masing Usif Yusuf Nebuasa dan Usif Esai Nebuasa dipukuli oleh para okupan yang selama ini tinggal di lahan Besipae dan bukan pemilik lahan tersebut, sehingga warga dari Lima Desa (yakni desa Polo, Oeekam, Mio, Linamnutu, Eno Neten) tidak terima atas perlakuan tersebut dan mengejar para Okupan dan mengusir mereka keluar dari kawasan tersebut dan
Kami minta supaya dibuat visum dan dilaporkan kepada Kepolisian supaya diproses hukum, ujar beliau.
“Selanjutnya Marius menegaskan agar para aparat untuk tidak terpancing oleh provokasi yg ada. Lakukan pendekatan persuasif seraya melakukan penegakan hukum. Pemerintah Provinsi sudah sangat kompromis. menyediakan rumah dengan fasilitas listrik, menyediakan lahan utk dikelola, menyiapkan sertifikt tanah bagi mereka. Jadi pemprov sama sekali tidak menelantarkan mereka.” tandasnya (HT/Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT)