Suara-ntt.com, Kupang-Pada 15 Juni 2024, Ipda Rudy Soik bersama AKP Yohanes Suardi, Kasat Reskrim Polresta Kupang Kota, melaporkan kelangkaan solar subsidi yang dialami para nelayan di NTT kepada Kapolresta Kupang Kota, Kombespol Aldinan Manurung.
Menanggapi laporan tersebut, Kapolresta memerintahkan agar dilakukan penyelidikan secara menyeluruh dengan melibatkan seluruh perwira Reskrim.
Sepekan kemudian, pada 22 Juni 2024, Ipda Rudy Soik didatangi oleh seorang anggota Krimsus Polda NTT di rumahnya. Oknum tersebut menyampaikan peringatan bahwa jika penyelidikan terhadap BBM subsidi di Kupang dilanjutkan, hal itu dapat berdampak negatif terhadap Krimsus Polda NTT. Malam harinya, Rudy melaporkan insiden tersebut kepada Kapolresta di Bandara El Tari Kupang, di mana Kapolresta memerintahkan agar penyelidikan tetap diteruskan meski ada ancaman.
Pada 25 Juni 2024, Rudy menerima laporan bahwa seorang residivis bernama Ahmad Ansar sedang melakukan pembelian minyak subsidi menggunakan barcode nelayan. Laporan tersebut juga mengungkap bahwa Ahmad telah menyetorkan uang koordinasi sebesar Rp 4 juta kepada anggota Reskrim Polresta Kupang. Pada pukul 12.40 WITA, Rudy dan 11 anggotanya memutuskan untuk mengecek lokasi penampungan minyak milik Ahmad di Kecamatan Alak, Kupang. Namun, sebelum tiba di lokasi, Rudy dan timnya berhenti di sebuah restoran untuk mengonfirmasi informasi tersebut kepada AKP Yohanes Suardi.
Dua hari kemudian, pada 27 Juni 2024, Rudy dan timnya mendatangi tempat penampungan minyak milik Ahmad Ansar. Dalam interogasi, Ahmad mengakui bahwa ia membeli minyak subsidi menggunakan barcode nelayan, meskipun ia tidak memiliki kapal ikan atau rekomendasi yang sah. Ia juga mengaku telah memberikan uang koordinasi Rp4 juta kepada Bripka Muhamad Kalumba. Lebih lanjut, Ahmad mengungkap bahwa ia memiliki hubungan baik dengan beberapa oknum Krimsus Polda NTT dan anggota Propam, Aiptu Untung Patipelohi. Setelah mendapat pengakuan tersebut, Rudy memasang garis polisi (police line) di tempat penampungan minyak Ahmad.
Selanjutnya, Rudy dan tim mendatangi tempat penampungan minyak milik Algajali. Dalam pemeriksaan, Algajali mengaku telah menyetor uang koordinasi sebesar Rp 15 juta kepada Kanit Tipidter dan juga memiliki kerja sama dengan Krimsus Polda NTT. Setelah itu, Rudy kembali memasang police line di tempat penampungan minyak milik Algajali dan melaporkan tindakannya kepada Kapolresta.
Pada 28 Juni 2024, Rudy kembali menginterogasi Ahmad Ansar terkait perizinan penampungan minyak yang ia miliki. Namun, Ahmad tidak dapat menunjukkan dokumen perizinan yang sah. Setelah rangkaian penyelidikan ini, Kapolresta Kombespol Aldinan Manurung memperingatkan bahwa intervensi dari pihak Polda semakin kuat dan menyarankan Rudy dan timnya untuk berhati-hati dalam menghadapi tekanan tersebut.
Pada 29 Juni 2024, Rudy mendapat informasi bahwa tindakannya memasang police line di lokasi penampungan minyak milik Ahmad dan Algajali telah dilaporkan secara resmi oleh anggota Propam Polda NTT pada 27 Juni 2024.
Permintaan Keadilan
Setelah penyelidikan tersebut, Ipda Rudy Soik menghadapi serangkaian tuduhan yang dilayangkan terhadapnya. Ia dituduh tidak masuk kantor selama dua hari serta menyebarkan fitnah terhadap sesama anggota polisi. Tuduhan fitnah muncul setelah Rudy mengungkapkan dugaan keterlibatan anggota Krimsus dalam mafia BBM kepada Propam Polda NTT. Tuduhan ini diperkuat oleh pengakuan Algajali dan Ahmad selama penyelidikan, yang menyebutkan adanya kerja sama dengan oknum Krimsus Polda NTT.
Meski menghadapi tuduhan-tuduhan tersebut, Rudy mempertanyakan keadilan dalam proses hukum yang ia jalani. Ia menilai bahwa hanya dirinya yang dijadikan target penyelidikan, sementara pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus penimbunan minyak bersubsidi tidak diusut lebih lanjut. Rudy merasa ada upaya untuk mengkambinghitamkannya, sementara orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab justru dibiarkan lolos tanpa proses hukum yang adil.
Rudy menduga bahwa laporan-laporan yang dilayangkan terhadapnya berasal dari pihak-pihak yang memiliki hubungan dekat dengan oknum polisi yang diduga terlibat dalam mafia BBM, dan ia merasa bahwa dirinya menjadi korban ketidakadilan dalam kasus ini.
Untuk di ketahui bahwa dalam acara jumpa pers tersebut, Ipda Rudy Soik didampingi oleh kuasa hukumnya Veronika Ata. ***