Izhak Rihi Akui Ada Indikasi Kejanggalan di Tahapan Awal Proses Seleksi Calon Dirut Bank NTT

oleh -345 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Izhak Edward Rihi mengakui bahwa diawal tahap proses seleksi pencalonan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT sudah ada indikasi kejanggalan di tahap proses seleksi pencalonan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT. Pasalnya anggaran dasar dan rumah tangga (AD/RT) dirubah sehingga seorang Kepala Divisi bisa mencalonkan diri dan menjabat sebagai Dirut. Hal itu dipaksakan sehingga ada calon-calon dari luar Bank NTT dan rekan-rekan Direksi tak bersedia untuk mencalonkan diri sebagai Dirut.

“Dan saat itu saya merasa orang yang lahir dari rahim Bank NTT cukup yakin karena tidak ada direksi yang mencalonkan diri sebagai Dirut. Dalam proses seleksi pencalonan Dirut akhirnya nama saya yang keluar,”kata Izhak bersama Pemegang Saham Seri B, Amos Corputty dan Mantan Kacab Bank NTT Kefamenanu, Eddy Nganggus saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD Provinsi NTT pada Senin, 6 Maret 2023.

Izhak mengatakan, ketika sudah menjabat sebagai Dirut Bank NTT merasa seperti tidak terpilih. Karena hasil fit and proper test dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2019 lalu tanggal 21 Mei 2019, Direksi membuat SK dan lakukan mutasi termasuk dirinya juga mendapat SK tersebut.

Dikatakan, pada penghujung Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) pelantikan saat itu Pemegang Saham Pengendali (PSP) mengambilalih. Dari situ sudah kelihatan bahwa kehadirannya sebagai Dirut Bank NTT tidak direstui atau diinginkan. Namun karena penjelasannya kepada OJK untuk perbaikan Bank NTT lebih baik ke depan sehingga argumen itu dapat diterima.

Dijelaskan, setelah menjabat sebagai Dirut maka timbullah berbagai persoalan seperti gunung es di Bank NTT.

“Ketika menjabat sebagai Dirut pemikiran saya adalah untuk bersihkan Bank NTT dari berbagai persoalan. Bagaimana mau dipercaya masyarakat jika pengelolaannya tidak sehat. Bersamaan dengan itu BPK Perwakilan NTT masuk. Saya diskusi dengan mereka saat itu dan katakan jangan digusur pakai sekop tapi buldozer sekalian,”jelasnya.

“Waktu itu saya sarankan untuk periksa semua kantor Cabang Bank NTT karena ada indikasi persoalan-persoalan tersebut. Dengan demikian keluarlah LHP BPK 2020 yang sekarang menjadi bola panas,”ujarnya.

Dalam LHP BPK jelas ada beberapa temuan dan salah satunya adalah masalah kasus MTN sebesar Rp 50 miliar. Kemudian kredit macet kantor Bank NTT Cabang Surabaya dan penyewaan gedung untuk menjadi kantor.

“Sebelum BPK masuk saya melihat Bank NTT seperti kapal lagi oleng dan kita membentuk Tim Independen dengan melibatkan komisaris. Waktu saya minta untuk diperiksa mulai dari Kasus MTN, sewa kantor Bank NTT Cabang Surabaya agar mendapatkan hasil yang komperhensif tentang persoalan yang ada sehingga kita dorong untuk diproses secara hukum,”tandasnya.

Dengan berjalannya waktu kasus MTN menjadi persoalan dan mengerucut kepada petinggi-petinggi Bank NTT yang terlibat dengan persoalan itu. Misalnya Direktur Pemasaran Dana waktu itu pak Alex Riwu Kaho yang mana harus bertanggung jawab terhadap kasus MTN ini.

Dalam proses perjalanan Tim Independen yang dibentuk mengatakan ada persoalan tentang MTN dengan sejumlah temuan namun hasil akhir dari laporan itu dijelaskan tidak ada persoalan.

“Dari hasil temuan itu saya berikan surat pernyataan rekomendasi termasuk kasus MTN ini untuk dilakukan perbaikan SOP dan lain sebagainya. Waktu itu BPK mengatakan persoalan itu tidak bisa diselamatkan lagi. Dan kita bertahan bahwa kurator akan selesaikan masalah itu,”pintanya.

“Saya dipanggil oleh kejaksaan dan BPK. Jadi secara SOP untuk dilakukan perbaikan. Tapi persoalan tahun 2018 merupakan persoalan hukum yang harus diselesaikan. Walaupun ada rekomendasi dari Tim Independen bahwa tidak ada persoalan. Dan saya juga yakin bahwa Tim Independen juga bagian dari konspirasi untuk menyelamatkan pak Alex Riwu Kaho menjadi Dirut,”tambahnya.

Kemudian dalam RUPS itu masalah kantor Bank NTT Cabang Surabaya dimana pak Absalom Sine harus bertanggung jawab soal kredit macet. Dan waktu rapat dengan semua pengurus memintanya untuk dinonaktifkan. Bahkan OJK juga ikut bermain disitu. Karena dalam stament-stament OJK di media bahwa persoalan itu sudah lama dan tidak ada masalah.

Sebenarnya pak Absalom Sine harus diberhentikan dari jabatan namun beliau dipindahkan dan menjabat sebagai Direktur Dana sementara pak Alex Riwu Kaho yang tersangkut masalah kasus MTN sebesar Rp 50 miliar menjadi Dirut Bank NTT. Berarti Pemegang Saham sudah mengkangkangi LHP BPK.

Dengan demikian Pemegang Saham sudah terlibat disitu. Buktinya pak Jefri Riwu Kore ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Kupang memberikan stament bahwa kasus MTN itu merupakan resiko bisnis. Persoalannya waktu itu pak Alex Riwu Kaho masih menjabat sebagai Kepala Divisi Trisury sehingga Pemegang Saham dinilai turut serta mengangkat orang-orang yang tidak proper lagi di Bank NTT.

Lebih lanjut kata dia, sebelum RUPS LB dilaksanakan gubernur memanggilnya ke rumah pada tanggal 24 Desember 2019. Dan baginya itu merupakan sebuah ancaman untuk memberhentikannya dengan alasan jika tidak memenuhi target laba Rp 500 miliar maka harus berhenti jadi Dirut. Dalam percakapan selanjutnya gubernur tidak mempercayai dan komitmen untuk menyelesaikan persoalan di Bank NTT.

“Sebelum RUPS dilaksanakan komisaris datang ke saya untuk menandatangani komitmen sebesar Rp 500 miliar pada tanggal 7 Januari 2020. Dan saya tanda tangan saja walaupun uang Rp 500 miliar tidak ada dalam RBD dari tahun 2018, 2019 dan 2020,”terangnya.

“Dan saya tanda tangan itu semua dengan itikad baik karena mempunyai strategi-strategi untuk mencapai angka itu. Dan saya tanda tangan untuk tahun 2020 sehingga saya anggap biasa-biasa saja tidak ada persoalan,”pungkasnya.

Dia menambahkan, agenda RUPS tersebut dirinya yang tanda tangan untuk bahas soal pertanggungjawaban pengurus tentang laporan keuangan tahun 2019 dan saat itu juga langsung diberhentikan. Kemudian baru diberikan kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai Dirpem.

“Bagi saya itu merendahkan martabat  karena saya ini pimpinan direksi sesuai undang-undang PJOK,”tegasnya.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD  Provinsi NTTInce Sayuna mengatakan DPRD NTT akan menggunakan hak angket untuk memanggil Direktur Utama (Dirut) Bank NTTAlex Riwu Kaho yang sudah tiga kali tak hadir panggilan DPRD NTT.

“Kami akan gunakan hak kami yakni hak angket bagi teman-teman mitra yang tidak menghargai DPRD saat dipanggil,” tegas Ince.

Menurut dia, hak angket ini digunakan untuk memaksa agar yang bersangkutan (Dirut Bank NTT) bisa hadir dalam rapat DPRD guna mengklarifikasi berbagai persoalan.

“Saya sedang siapkan materi itu untuk dibahas secara internal di DPRD,”ungkapnya.

Hal Ini dilakukan, katanya, untuk membuat efek jera kepada mitra DPRD yang berulang kali tidak mengindahkan panggilan DPRD guna mengklarifikasi masalah ini.

Dia menjelaskan panggilan DPRD kepada Dirut Bank NTT terkahir pada bulan Februari 2023 lalu juga tidak dihadiri perwakilan Bank NTT dengan berbagai alasan.

“Kami panggil Dirut Bank NTT yang balas surat Komut Bank NTT dan tidak menjawab persoalan,” tegasnya.

Dia mengaku DPRD sudah pernah memanggil BPK dan OJK terkait persoalan yang terjadi di Bank NTT, seperti kredit macetnya, kasus hukum dan lainnya.

“Kami ingin agar BPK komitmen untuk mengawal kasus MTN Bank NTT itu,”kata politisi partai Golkar Provinsi NTT ini .

Menurut dia, BPK punya lembaga internal untuk menindaklanjuti temuannya, sebelum diambil alih Aparat Penegak Hukum (APH).

“Kami berharap semua temuan BPK ditindaklanjuti, sehingga bisa clear. Harusnya BPK bisa gunakan lembaga internal terhadap semua temuan yang berpotensi kerugian negara. Kami sudah ingatkan BPK soal itu,”ujarnya.

Dalam RDP itu, dia berterima kasih kepada pemegang saham seri B, Eddy Nganggus dan Izhak Eduard Rihi atas penjelasannya kepada DPRD.

“Terima kasih atas penjelasannya sehingga lebih memperjelas persoalan di Bank NTT,”pungkasnya (Hiro Tuames)