Suara-ntt.com, Kupang-Ipda Rudy Soik kembali menjadi sorotan terkait penyelidikan kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi berjenis solar di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ia menemukan praktek penimbunan BBM jenis solar yang menggunakan barcode nelayan, namun ternyata justru menguntungkan pengusaha besar, bukan para nelayan. Kasus ini melibatkan dua pelaku utama, Algajali dan Ahmad Ansar, yang diduga memanfaatkan fasilitas subsidi BBM untuk kepentingan pribadi dengan cara ilegal.
Dalam penanganan kasus ini, Ipda Rudy Soik menahan beberapa kendaraan yang terlibat dalam distribusi ilegal BBM tersebut. Namun, langkah ini memicu kontroversi karena salah satu kendaraan yang ditahan tidak masuk dalam registrasi pengiriman ke Papua, yang kemudian dianggap sebagai tindakan tendensius oleh pihak tertentu.
Lebih lanjut, Rudy menyebutkan bahwa garis polisi (police line) yang dipasang di lokasi penimbunan BBM hingga saat ini belum dibuka, meskipun kasus tersebut sudah berjalan selama tiga bulan. Hal ini menambah rumit situasi yang sedang dihadapi oleh Rudy di bawah penyelidikan oleh Polda NTT.
Kuasa hukum Rudy Soik, Veronika Ata, menyatakan bahwa pihaknya tengah membentuk tim hukum untuk mendampingi Rudy dalam menghadapi berbagai tuduhan yang diarahkan kepadanya.
“Kami sedang membentuk kuasa hukum, melibatkan banyak teman-teman untuk mendampingi pak Rudy Soik baik di pengadilan maupun di luar pengadilan,” ujarnya kepada wartawan di Kantor IRGSC, Jalan R.W Mongonsidi, No. 1, Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang pada Senin, 14 Oktober 2024 siang.
Veronika menegaskan bahwa sejauh ini Rudy masih berstatus sebagai anggota Polri, karena belum ada keputusan hukum yang inkrah (berkekuatan hukum tetap).
Rudy Soik sendiri sebelumnya telah mengajukan banding atas beberapa kasus yang menimpanya. Dia menyatakan bahwa ada tujuh kasus yang dilayangkan kepadanya, termasuk kasus perdagangan orang yang pernah ia tangani di masa lalu. Namun, Rudy juga menyebut bahwa sebagian besar kasus tersebut sudah dibersihkan atau diputihkan.
Meski demikian, Rudy mengaku bahwa dirinya sempat dibuang ke Polda Papua usai menangani kasus perdagangan orang. Langkah tersebut menambah daftar panjang permasalahan yang dihadapinya sebagai anggota Polri yang gigih mengungkap praktik korupsi dan penyalahgunaan BBM subsidi di NTT.
Veronika Ata juga menyoroti masalah kode etik dalam tubuh Polda NTT yang dinilai perlu ditinjau lebih lanjut. “Kami akan terus mengawasi dan melihat siapa yang bertanggung jawab dalam kasus ini,” tegasnya.
Rudy Soik dan tim hukumnya berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan, baik di dalam pengadilan maupun di luar, serta akan terus mengawal kasus ini agar mendapat kejelasan hukum yang adil. ***