Kejari Alor Hentikan Penuntutan Perkara Penganiayaan untuk Pulihkan Hubungan Kekeluargaan

oleh -53 Dilihat

Suara-NTT.com, Kupang-Kejaksaan Negeri (Kejari) Alor menggelar ekspose terkait penghentian penuntutan perkara penganiayaan dengan pendekatan keadilan restoratif.

Perkara tersebut melibatkan terdakwa Fried Paulus Pesingkai yang didakwa melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP. Ekspose berlangsung antara pukul 07.15 hingga 08.00 WITA secara virtual melalui aplikasi Zoom.

Ekspose ini dipimpin oleh Nanang Ibrahim Soleh, Direktur Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, dan dihadiri oleh Mohammad Ridosan, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati NTT, serta beberapa Kepala Seksi dan Jaksa Fungsional. Pemaparan kasus disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Alor, Devi Love Marbuhal Oktario Hutapea beserta tim.

Proses Perdamaian dan Tahap II

Sebelumnya pada 7 Oktober 2024, telah dilaksanakan Tahap II dari proses hukum, disusul dengan upaya perdamaian pada 9 Oktober 2024. Proses tersebut berlangsung di Rumah Restorative Justice (Rumah RJ) di Kelurahan Moru, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor. Terdakwa dan korban, Dina Nely Upunuk, yang merupakan pasangan suami istri, sepakat berdamai. Upaya perdamaian ini juga dihadiri tokoh masyarakat, tokoh agama, serta perwakilan dari pihak kepolisian dan fasilitator keadilan restoratif.

Dalam ekspose, dipaparkan bahwa penghentian penuntutan ini memenuhi syarat formil dan materil, termasuk: terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana kurang dari lima tahun, perdamaian antara terdakwa dan korban, serta adanya dukungan dari masyarakat. Selain itu, terdakwa dikenal aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki perilaku yang baik. Berdasarkan syarat-syarat tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui penghentian penuntutan terhadap terdakwa Fried Paulus Pesingkai dengan mekanisme keadilan restoratif.

Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Zet Tadung Allo menyatakan bahwa penerapan keadilan restoratif sangat penting untuk menciptakan rekonsiliasi dalam masyarakat.

Menurutnya, keadilan restoratif tidak hanya memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri, tetapi juga membangun kembali hubungan sosial melalui perdamaian.

“Keadilan restoratif adalah bentuk penegakan hukum yang mengedepankan hati nurani dan solusi humanis. Dengan adanya perdamaian, kita memperkuat rekonsiliasi di tengah masyarakat,” jelas Kajati NTT.

Ia menambahkan bahwa pendekatan ini akan terus dikembangkan, terutama dalam perkara-perkara ringan.

Penghentian penuntutan ini merupakan yang ketiga di Kejari Alor melalui mekanisme keadilan restoratif sepanjang 2024. Hingga bulan Oktober, Kejaksaan Tinggi NTT telah menghentikan penuntutan 34 perkara serupa di seluruh wilayah NTT, termasuk di Kejari Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Alor, Timor Tengah Utara, Belu, Sumba Timur, Flores Timur, Ngada, Manggarai, Manggarai Barat, dan Lembata.

Melalui penerapan keadilan restoratif, Kejaksaan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang harmonis dan menjunjung tinggi nilai perdamaian. ***