Kejari Flores Timur Diminta Hentikan Kasus Martinus Seni Welan

oleh -185 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Kejakasaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta Kejaksaan Negeri (Kajari) Flores Timur (Flotim) menghentikan kasus atas nama terdakwa Martinus Seni Welan alias Jemes, melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Flores Timur.

Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati NTT, A. A Raka Putra Dharmana mengatakan, Bahwa pelaksanaan ekspose Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) tersebut dilakukan oleh Rolly Manampiring,  Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, I Nyoman Sukrawan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Flores Timur dan Jaksa Fasilitator yang dilaksanakan secara virtual dengan aplikasi zoom meeting dengan dipimpin oleh Nanang Ibrahim Soleh, Direktur Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung RI. dan para Kasubdit pada Direktorat Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI., serta diikuti oleh N. Rahmat R, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Mohammad Ridosan, Asisten Tindak Pidana Umum KEJATI NTT, para Kepala Seksi dan Jaksa Fungsional pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur serta Kasi Penerangan Hukum KEJATI NTT.

“Pada hari Selasa, 13 Agustus 2024, sekitar pukul 08.00 WITA sampai 08.30 WITA, di Ruang Rapat Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur telah dilaksanakan ekspose Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam perkara atas nama terdakwa Martinus Seni Welan alias Jemes,”katanya.

Dijelaskan bahwa terhadap perkara tersebut, sebelumnya telah dilaksanakan Tahap II pada tanggal 2 Agustus 2024 dan kemudian pada Senin tanggal 6 Agustus 2024 telah dilaksanakan upaya perdamaian antara Terdakwa Martinus Seni Welan alias Jemes dengan saksi Korban Yosefina Barek Kabelen bertempat di Rumah RJ pada Kantor Kecamatan Lewolema di Flores Timur yang di hadiri oleh keluarga Terdakwa dan keluarga saksi Korban serta dihadiri oleh Kabag Hukum Sekda Kabupaten Flores Timur, Camat Lewolema dan Kepala Desa Riangkemie selaku Tokoh Masyarakat.
Setelah mendengarkan pemaparan yang disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melalui Direktur Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.

Dikatakan Kejati NTT menyetujui Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif terhadap perkara atas nama terdakwa Martinus Seni Welan alias Jemes tersebut karena telah memenuhi syarat formil maupun materil yaitu sebagai berikut :

Terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana, sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restoratif ;

Tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ;

Adanya perdamaian antara korban dan Terdakwa, sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf g dan Pasal 5 ayat (6) huruf b Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, dibuktikan dengan Kesepakatan Perdamaian (RJ-14), Berita Acara Proses Perdamaian Berhasil (RJ-18) dan Berita Acara Pelaksanaan Perdamaian (RJ-27) ;

Masyarakat merespon postif, sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (6) huruf c, Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ;

Nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, berupa biaya pengobatan saksi korban sebesar Rp. 500.000,- lima ratus ribu rupiah) atau tidak lebih dari Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah);

Telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula akibat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dengan memberi biaya pengobatan kepada saksi korban sebesar Rp. 500.000,- lima ratus ribu ripiah);
Antara saksi korban dan terdakwa masih ada hubungan kekeluargaan (sepupu);
Formolir RJ-1 sampai dengan RJ-33 telah terpenuhi serta dibuktikan dengan foto-foto perdamaian antara korban dan Terdakwa.

Lebih lanjut kata dia, setelah mendapatkan persetujuan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum maka Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur akan mengirimkan surat persetujuan untuk Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restoratif (RJ-34) dan akan dilanjutkan dengan dikeluarkan terdakwa dari Rutan berdasarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

“Sampai dengan bulan Agustus Tahun 2024, Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang telah di setujui oleh JAMPIDUM Kejaksaan Agung RI berjumlah 25 (dua puluh lima) perkara,”ungkap Kasi Penkum Kejati NTT ini.

Dengan disetujuinya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut, menunjukan bahwa Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur memiliki komitmen yang kuat dalam menegakkan hukum secara humanis agar tercapai keadilan di tengah masyarakat Nusa Tenggara Timur.***