Site icon Suara NTT

Keluarga Besar Theo dan Christian Widodo Dikenal Berhati Dermawan dan Nasionalis

Suara-ntt.com, Kupang-Keluarga besar Theo dan Christian Widodo dikenal berhati dermawan dan nasionalis. Buktinya keluarga besar itu menyerahkan tanah seluas 5.000 meter persegi kepada Pemerintah Provinsi NTT, sebagai tempat pembangunan Monumen Flobamora Rumah Pancasila.

Acara penyerahan akta hibah dan sertifikat tanah seluas 0,5 hektar (Ha) atau 5.000 meter persegi tersebut dilakukan pada tanggal 3 September 2017 dijaman Gubernur NTT, Frans Lebu Raya yang dihadiri oleh Notaris, Alex Djari.

“Hari itu tanggal 1 Juni 2017, saya bersama anak dan istri seusai berdiskusi saat makan siang bersepakat menyerahkan tanah seluas 5.000 meter persegi kepada Pemprov NTT untuk dibangun Monumen Flobamora Rumah Pancasila,”ungkap Theo Widodo ketika dihubungi wartawan pada Sabtu (21/09/20240)

Menurut Theo, anak laki-lakinya Christian Widodo menganjurkan untuk menyerahkan tanah tersebut. Sebab baginya, Monumen Rumah Pancasila sebagai salah satu wadah mengingatkan selalu kepada generasi muda tentang persatuan dan kesatuan, semangat cinta tanah air dan Bhineka Tunggal Ika.

“Anak Christian yang duduk di samping saya waktu itu bilang, jangan tanyakan apa yang sudah negara berikan pada kita bapa Theo tapi apa yang bisa kita berikan pada Ibu Pertiwi lebih dulu” kenang Theo Widodo

Sikap nasionalisme yang dimiliki Christian, sebut Theo Widodo sudah terlihat semenjak dia masih di bangku sekolah dasar.

“Christian selalu senang jika saya ajak mengikuti kegiatan upacara, organisasi-organisasi bahkan dia pernah menjadi Ketua OSIS saat bersekolah di SMPK Sta. Theresia dan juga pernah menjuarai lomba pidato bahasa Inggris dalam rangka perayaan HUT RI,”tambah Theo.

Tahun 2017, awal dimulainya pembangunan Monumen Rumah Pancasila yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur NTT, Frans Lebu Raya. Monumen ini berwujud seekor burung Garuda yang hendak terbang dari tanah.

“Ini melambangkan pancasila yang lahir dari Tanah NTT dan akan terbang ke Jakarta membawa nilai-nilai pancasila. Monumen ini direncanakan akan menjadi objek wisata baru dan sekaligus ikon NTT sebagai Bumi Pancasila karena pancasila lahir di Ende-NTT,”ujarnya.

Theo menjelaskan, didalam monumen tersebut menurut master plan akan ada diorama, galeri Bhineka Tunggal Ika, teater dan ruang perpustakaan. Monumen ini dilengkapi dengan tangga dan lift agar pengunjung dapat naik ke puncak kepala burung dan bisa melihat kota Kupang dengan teropong layaknya di puncak monas.

“Monumen sejarah ini, harus terhenti sebentar pembangunannya karena terjerat urusan hukum. Theodorus berharap, Gubernur, Walikota, Bupati Kupang terpilih, nantinya bisa menyelesaikan pembangunan karena banyak nilai historis, semangat kebangsaan, nilai-nilai pancasila untuk anak cucu kita bisa ketahui dan hayati,”jelasnya.

Sikap dermawan dari dr. Christian Widodo ini semata-mata demi merawat persatuan dan kesatuan serta rasa cinta tanah air yang diwariskan dalam nilai-nilai dasar Pancasila.

Mereka ingin meningalkan sebuah legacy (warisan) kepada kita semua agar selalu ingat bahwa Indoneisa rumah kita bersama, yang harus dirawat oleh setiap anak bangsa.

Sikap dermawan ini, pernah dilakukan Sultan Aceh, Sultan Syarif Kasim II yang menyerahkan hartanya berupa uang dan tanah untuk membantu pemerintah di awal kemerdekaan. Ribuan hektar tanah dan uang senilai 120,1 juta dolar (1,074 terliun) diserahkan kepada Presiden RI, Ir. Soekarno.

Rasa cinta pada tanah air, Sultan Syarif Kasim II, Theodorus Widodo dan Christian Widodo bukan bertujuan menyatakan pada publik bahwa mereka orang kaya, tapi berangkat dari rasa cinta tanah air yang begitu besar sampai menggugah mereka mau menghibahkan tanah seluas 5.000 meter persegi untuk pemerintah provinsi. ***

Exit mobile version