Suara-ntt.com, Ba’a-Ketua Asosiasi Tambang Rote Ndao (Astero), Endang Sidin merasa heran dan lucu, koq bisa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Rote Ndao baru tahu bahwa ada tambang ilegal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu terendah se-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Endang Sidin mengatakan, pihaknya tidak merasa terganggu atas berita yang dilansir ntt.targetjurnalis.com dengan judul “Tindak Tegas Pelaku Tambang Ilegal dan Tingkatkan PAD Rote Ndao sebagai Daerah dengan PAD Terendah se-NTT”.
Menurutnya, Astero merupakan organisasi yang terdiri dari para pengusaha tambang yang legal, sehingga tidak merasa terusik dengan penyataan Wakil Ketua II DPRD Rote Ndao, Paulus Henuk tersebut.
“Saya tidak merasa bahwa apa yang disampaikan Wakil Ketua II DPRD Rote Ndao Paulus Henuk kepada media tersebut ditujukan kepada kami Astero,” katanya kepada awak media di Ba’a pada Sabtu, 21 Januari 2023.
Endang mengatakan, jika melontarkan penyataan seperti itu harus membuktikan bahwa sejak menjadi anggota DPRD tahun 2019 lalu, tidak pernah tahu bahwa selama ini material tambang seperti batu, pasir, dan sirtu yang digunakan dalam proses pembangunan di Rote Ndao, sebagian besar merupakan tambang ilegal.
“Kalau pun ada izin, hanya berupa diskresi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT,”ungkapnya.
Secara pribadi dirinya menyadari bahwa dalam membuka usaha pertambangan rakyat maupun badan usaha harus memiliki izin. Dengan demikan, tahun 2020 lalu dirinya memfasilitasi sejumlah teman pengusaha untuk mengurus izin usaha pertambangan.
“Tahun 2020 saya mengumpulkan teman-teman untuk bersama-sama mengurus izin. Dan tahun 2021 baru kami sebagian memperoleh IUP Eksplorasi,”pintanya.
“Pada saat itu diskresi dari Pemprov sudah tidak berlaku lagi karena kewenangan sudah ditarik ke Pusat. Jadi semua berjalan menggunakan IUP Eksplorasi. Dan di akhir 2022 baru keluar lagi kebijakan harus mengurus Operasi Produksi (OP), sehingga semua anggota Astero sementara mengurus di PTSP, DLH, dan ESDM Provinsi karena kewenangan sudah dikembalikan lagi dari Pusat ke Provinsi,” jelasnya.
Lebih lanjut kata dia, potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat penambangan liar tanpa izin, sebenarnya sudah terjadi di Desa Mukekuku oleh oknum penabang atas nama Beny Mulik. Bahkan yang bersangkutan sudah diperintahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan mereklamasi kembali kerusakan yang ditimbulkan. Namun sampai saat ini belum ditindaklanjuti.
Dijelaskan, terkait kontribusi PAD berupa retribusi pertambangan itu harus dilihat izinnya keluar kapan? Ada pengusaha yang sudah mengatongi izin sejak tahun 2021 dan 2022.sehingga retribusinya sudah pasti dibayar. Namun jika izinnya keluar di akhir Desember 2022 dan baru melakukan kegiatan di Januari 2023, maka tentunya akan membayar retribusinha pada bulan Pebruari atau bulan depan.
“Saya sebenarnya enggan membahas retribusi karena pada sidang anggaran beberapa waktu lalu juga sudah dilaporkan Bappeda dan sudah dibahas dalam persidangan,”pungkasnya. (HT/TIM)