Komisi II DPRD NTT Meragukan Budidaya Ikan Kerapu dan Kakap

oleh -186 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTT meragukan kinerja Dinas Kelautan dan Perikanan dalam pengembangan atau budidaya ikan kerapu dan kakap di tiga lokasi pengembangan atau budidaya keramba apung yakni di perairan mulut seribu Kabupaten Rote Ndao, Perairan Semau dan Labuhan Kulambu Ngada.

Hal itu terungkap ketika Komisi II DPRD Provinsi NTT menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT pada Selasa, 8 Juni 2021.

Dalam rapat tersebut Komisi II DPRD NTT menilai budidaya ikan kerapu dan kakap yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT dinilai gagal.

Ketua Komisi II DPRD Provinsi NTT, Kasimirus Kolo  mengatakan, pencapaian dan keberhasilan dari tiga lokasi pengembangan atau budidaya keramba apung yakni di perairan mulut seribu Kabupaten Rote Ndao, Perairan Semau dan Labuhan kulambu Ngada dinilai gagal.

Kegagalan tersebut disebabkan karena investasi Rp 50 juta, hasil yang diperoleh hanya Rp 5 juta. “Ini artinya kerja asal-asalan. Kita meragukan kenerja Dinas kalau hasilnya seperti ini, apa lagi akan ditambah dana yang besar lagi dari dana PEN. Ini harus diklarifikasi dengan data-data yang ada sehingga meyakinkan program tersebut,” ujarnya.

Ia mengharapkan agar pemerintah melalui dinas teknis jangan berorientasi pada upaya menghabiskan uang namun harus bisa mencari dan menambah uang daerah sesuai target penyerapan pendapatan asli daerah (PAD).

Sesuai paparan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan menyebut penyerapan anggaran mencapai 91 persen dan belanja modal hanya 36 persen di tahun 2020. Menanggapi hal itu Kasmirus yang juga selaku Ketua Komisi menilai Dinas hanya bisa menghabiskan uang tapi tidak bisa mencari uang.

“Dinas keenakan betul itu. Tau hanya habiskan duit padahal target pencapaian penyerapan kecil. Ini artinya dinas hanya tau menghabiskan uang sedangkan cari uang mesti didorong lagi,” ujarnya.

Pada tahun 2021 ini target 23,6 miliar sedangkan capaiannya baru 6,56 persen di triwulan ke II. Penyerapan belanja baru 9,24 persen, fisiknya baru 14 persen. “Pencapaian ini jika disamakan dengan keinginan Mendagri tentu masih sangat rendah karena diharapkan pada triwulan ke II itu pencapaian penyerapan anggaran berkisar 30-40 persen,” jelasnya.

Ia menambahkan, Tahun 2021 ini juga NTT memiliki target penyerapan PAD yang tinggi yakni 1,5 Triliun sedangkan ruang fiskal terbatas maka perlu kerja serius dari dinas dalam menunjang PAD dengan demikian apa yang ditargetkan bisa tercapai.

Dana investasi, ia berharap agar skema yang ditawarkan bisa disampaikan kepada masyarakat dan publik sehingga tidak terjadi perspektif yang menyimpang di tengah masyarakat.

Pihaknya mendorong Dinas teknis untuk melakukan kajian, analisis yang cermat. Kata kuncinya untuk meyakinkan masyarakat bahwa akan diinvestasikan sebanyak Rp 165 miliar dari dana PEN harus meyakinkan masyarakat dan DPRD.

“Harus meyakinkan masyarakat dengan hitungan-hitungan untung dan ruginya. Harus kerja keras kalau tidak rencana ini pasti gagal. Bahas baik-baik cara kelolanya, kemudian laporkan kepada Komisi untuk membantu mengawasi,” tegasnya.

Anggota Komisi II DPRD NTT Muhamad Sipriyadin Pua Rake mempertanyakan budidaya kerapu di dua lokasi mulut seribu dan kulambu banyak sekali dana operasional yang dikucurkan akan tetapi manfaat serta panen sampai sejauh ini tidak terlihat.

“setelah dipanen apakah koperasi pada lokasi tersebut sudah berjalan dengan baik atau tidak, sementara program budidaya ini sudah berjalan selama dua tahun,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan, Anggota Komisi II DPRD NTT, Reny Marlina Un. Ia menyampaikan bahwa dari pemberitaan diketahui bahwa sudah melakukan panen pada mulut seribu akan tetapi apakah sudah dipanen atau hanya wacana.

“Kita sudah mendapatkan informasi akan panen dibeberapa lokasi tetapi panen seperti apa tidak pernah tahu, karena dsna yang kita salurkan pada program ini sangat besar pada tahun 2019 sebesar Rp. 7,5 miliar,” ungkapnya.

Dari dana tersebut, disebar 1 juta benih ikan akan tetapi yang dipanen 6 ton saja, jika dihitung maka hasil panen dikisaran Rp. 200 juta. Untuk itu diharapkan Dinas Kelautan dan Perikanan mau menyampaikan penjelasan terkait program tersebut.

“Ini baru program tahun 2019 belum lagi untuk tahun 2020, sedangkan diatas kertas penjelasan Pak Kadis hanya delapan bulan dengan bobot ikan bervariasi sementara sampai hari ini kita belum tahu seperti apa, apalagi pada tahun 2019 lalu sudah masuk untuk PAD tetapi kita tidak melihat hasil tersebut,” jelasnya.

Anggota DPRD Provinsi NTT, Johanis Lakapu dalam kesempatan itu juga mengatakan, bahwa tidak ada kejelasan terkait panen di tiga lokasi yakni mulut seribu, semau dan labuhan kulambu, serta penyerahan 41 unit kapal kepada orang-orang yang tidak jelas.

“Hal ini dapat menyebabkan berurusan dengan hukum, sedangkan tiga lokasi tersebut sampai hari ini tidak ada hasil karena kita sudah melakukan pengecekan tetapi kontribusi PAD terhadap Pemda tidak ada,” tegasnya.

Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT Patrianus Lali Wolo mengatakan, progres untuk tahun 2020 budidaya ikan hanya tercantum pada laporan strategis hanya di pulau semau saja, padahal ada dua di lokasi yakni mulut seribu dan labuhan kelambu.

“Ini yang perlu dijelaskan total anggaran tahun 2020, progres hasilnya seperti apa sehingga kita akan mengarahkan pertimbangan dari rujukan pemerintah terkait investasi tahun 2021. Ketika ada pembicaraan pada badan anggaran akan menjadi referensi dan argumentasi saat penetapan pinjaman,” Ujarnya.

Menanggapi hal itu, Kadis Kelautan dan Perikanan NTT, Ganef Wugianto mengakui penyerapan PAD Tahun 2021 memang rendah tetapi sejak dirinya diangkat menjadi kepala dinas sejak tahun 2017 lalu, PAD Dinas naik mencapai 200 persen lebih karena dari target PAD Rp 1 miliar naik menjadi Rp 2 miliar di tahun 2018, namun di tahun 2019 dinaikan lagi menjadi Rp 11 miliar. Lalu di tahun 2020 target pendapatan naik lagi menjadi Rp 23 miliar.

“Dengan target di tahun 2019 itu kami mulai bekerja keras, segala upaya kami lakukan termasuk dengan mengeluarkan Perda izin perikanan namun hanya mencapai Rp 4 miliar saja tetapi tahun 2020 naik lebih besar lagi. Kami tidak menolak namun kami butuh kewajaran agar bisa dirasionalisasi, kalau tidak, memang sulit tercapai karena potensi tidak mencapai itu,” katanya.

Menurut dia, jika ingin mencapai target itu membutuhkan hal-hal yang besar dengan anggaran yang besar pula sedangkan semuanya akibat dari keterbatasan dana.

Saat ditanya kapan akan melakukan panen, Ganef mengatakan, panen di labuhan kelambu akan segera dilaksanakan satu minggu kedepan.

“Kita akan panen minggu depan akan tetapi masih menunggu kapal pengangkut yang datang dari Denpasar,”tuturnya. (HT)