Suara-ntt.com, Kupang-Komisi III DPRD Provinsi NTT mempertanyakan sikap pemerintah Provinsi NTT yang ingin menambah penyertaan modal untuk PT. Kawasan Industri Bolok (KIB) NTT. Memang sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2019, penyertaan modalnya sebesar Rp 95 miliar yang dialokasikan dalam empat tahun anggaran berturut-turut.
Rinciannya, tahun 2020 sebesar Rp 23,750 miliar, tahun 2021 sebesar Rp 35 miliar, tahun 2022 sebesar Rp 20 miliar, dan tahun 2023 sebesar Rp16,250 miliar.
“Herannya, dalam APBD murni atau induk 2020 pemerintah hanya mengalokasikan Rp 2 miliar dan meminta agar pada APBD perubahan dialokasikan Rp 21,750 miliar,” kata Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Viktor Watun kepada wartawan di ruang Fraksi DPRD Provinsi NTT, Jumat (19/6/2020).
Politisi PDIP ini mempertanyakan, apakah regulasi memungkinkan penyertaan modal ke KI Bolok pada APBD perubahan lebih besar dari anggaran murni yang telah ditetapkan sebesar Rp 2 miliar. Kalaupun memungkinkan, perlu diketahui besaran deviden yang akan diberikan kepada Pemerintah NTT pada akhir tahun anggaran.
“Manajemen dan dewan direksi PT KI Bolok harus menyajikan atau mempresentasikan tentang jenis usaha dan desain bisnis yang dijalankan sehingga penyertaan modal yang akan diberikan bisa berdampak pada kontribusi untuk daerah melalui deviden,” tegas Viktor.
Sikap Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait pebyertaaan modal di PT Kawasan Industri (KI) Bolok dinilai tidak jelas sesuai amanat Perda Nomor 6 Tahun 2019 tentang Pendirian PT KI Bolok (Perseroda).
Viktor menjelaskan, pada masa sidang kali ini, Komisi III membahas dua rancangan peraturan daerah (Perda) tentang penyertaan modal untuk PT Jaminan Perkreditan Daerah (Jamkrida) dan PT KI Bolok. Untuk penyertaan modal kepada PT Jamkrida NTt tidak ada persoalan karena deviden yang diberikan kepada Pemerintah NTT sangat jelas dan terukur yakni Rp 5 sampai Rp 7,5 miliar setiap tahun. Sehingga penyertaan modal sebesar Rp 25 miliar ke PT Jamkrida dinilai cukup beralasan.
Ia menambahkan, jika pihak PT KI Bolok tidak mampu menjelaskan jenis usaha dan deviden yang akan diserahkan kepada pemerintah, sebaiknya tambahan penyertaan modal dipertimbangkan kembali. Apalagi saat ini akan memasuki semester kedua pengelolaan tahun anggaran. Jangan sampai, penyertaan modal yang ada dipakai untuk membangun infrastruktur sebagaimana pernah dijelaskan manajemen PT KI Bolok dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut kata dia, untuk PT. Kawasan Industri Bolok (KIB) pemerintah dinilai tidak jujur dan transparan. Karena pemerintah hanya alokasikan Rp 2 miliar sedangkan dalam Perda Penyertaan Modal mereka dialokasikan penyertaan modal 30 persen dari Rp 95 miliar atau setara dengan Rp 23 miliar lebih.
“Pada prinsipnya kita setujui tapi harus teliti soal itu. Termasuk prediksi soal kontribusi dan pemberian deviden kepada pemerintah. Karena Perda sudah ditetapkan oleh DPRD terdahulu dan kami tidak bisa bantah,” pungkas mantan Wakil Bupati Lembata ini.
(Hiro Tuames)