Suara-ntt.com, Kupang-Bank NTT sebagai Bank Pembangunan Daerah, diharapkan eksistensinya dalam upaya memajukan provinsi ini. Dalam kiprahnya, tentu ada berbagai kendala, seperti kredit macet atau Non Performing Loan (NPL). Karena itu, demi mengantisipasi tingginya NPL, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia meminta kepada Bank NTT untuk menggandeng pihak Kejaksaan Tinggi NTT.
Untuk diketahui, selama beberapa hari ini, tim dari KPK sedang melakukan satu dari tiga tugasnya di NTT, yakni pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi. Dan, salah satu lembaga yang dikunjunginya adalah Bank NTT.
Forum rapat koordinasi (Rakor) ini berlangsung di lantai lima kantor pusat Bank NTT. Hadir Abdul Haris selaku Kasatgas Korsup wilayah V KPK, bersama Abdul Jalil Marzuki, Handayani, Ardiansyah Putra dan Dayat Darwanto masing-masing selaku fungsional KPK.
Sementara dari pihak Bank NTT hadir Direktur Teknologi Informatika dan Operasional (TI & Ops), Hilarius Minggu, bersama Direktur Kredit, Paulus Stefen Messakh, Direktur Dana dan Treasury, Yohanis Landu Praing dan Direktur Kepatuhan, Christofel Adoe.
“Terkait kredit bermasalah, saya ingin ada PKS atau MoU sama Kajati, tentang penagihan kredit macet. Seringkali bank kalah pak. Pemda saja kalah berkali-kali. Saya minta agar disiapkan. Dan terkait dengan lelang (aset yang diagunkan), memang ditangani KPKNL, namun terkadang nilai aset yang dilelang lebih tinggi dari harga pasaran,” tegas Abdul Haris, yang menyentil kredit macet sebagai salah satu materi penting yang disampaikan untuk diwaspadai oleh Bank NTT.
Tidak cukup disitu, melainkan pada kesimpulan Rakor pun masih ditegaskan lagi oleh KPK. “Terhadap gagal proses pembayaran klaim dan juga penagihan terhadap para debitur bermasalah, KPK sangat mendorong Bank NTT segera bisa bekerjasama dengan Asdatun, dan kalau proses MOU dan PKS sementara berjalan, maka kami berharap menjadi satu kerjasama yang mengikat dan terukur,” tegas Handayani.
KPK pun mengakui, untuk sistem pencegahan korusi yang ada di Bank NTT sudah menerapkan ISO 37001: 2016, tentang SMAP (sistem manajemen anti penyuapan).
Disarankan bahwa jika berdasarkan analisa resiko dan ada unit lain yang cukup beresiko untuk diproteksi maka bisa diperluas implementasi ISO ini. Bahkan KPK siap membantu dalam perluasan sistem pencegahan korupsi melalui Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha (Direktorat AKBU).
“Kami bisa memfasilitasinya,” tegas Handayani lagi.
Sementara dari pihak Bank NTT hadir Direktur Teknologi Informatika dan Operasional (TI & Ops), Hilarius Minggu, bersama Direktur Kredit, Paulus Stefen Messakh, Direktur Dana dan Treasury, Yohanis Landu Praing dan Direktur Kepatuhan, Christofel Adoe.
“Terkait kredit bermasalah, saya ingin ada PKS atau MoU sama Kajati, tentang penagihan kredit macet. Seringkali bank kalah pak. Pemda saja kalah berkali-kali. Saya minta agar disiapkan. Dan terkait dengan lelang (aset yang diagunkan), memang ditangani KPKNL, namun terkadang nilai aset yang dilelang lebih tinggi dari harga pasaran,” tegas Abdul Haris, yang menyentil kredit macet sebagai salah satu materi penting yang disampaikan untuk diwaspadai oleh Bank NTT.
Tidak cukup disitu, melainkan pada kesimpulan Rakor pun masih ditegaskan lagi oleh KPK. “Terhadap gagal proses pembayaran klaim dan juga penagihan terhadap para debitur bermasalah, KPK sangat mendorong Bank NTT segera bisa bekerjasama dengan Asdatun, dan kalau proses MoU dan PKS sementara berjalan, maka kami berharap menjadi satu kerjasama yang mengikat dan terukur,” tegas Handayani.
KPK pun mengakui, untuk sistem pencegahan korusi yang ada di Bank NTT sudah menerapkan ISO 37001: 2016, tentang SMAP (sistem manajemen anti penyuapan).
Disarankan bahwa jika berdasarkan analisa resiko dan ada unit lain yang cukup beresiko untuk diproteksi maka bisa diperluas implementasi ISO ini. Bahkan KPK siap membantu dalam perluasan sistem pencegahan korupsi melalui Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha (Direktorat AKBU).
“Kami bisa memfasilitasinya,” tegas Handayani lagi.
Menjawab hal itu, Direktur Kredit Bank NTT, Paulus Stefen Messakh menjelaskan untuk penanganan kredit bermasalah di Bank NTT walau nilainya masih besar namun dalam waktu berjalan, manajemen berusaha menurunkan NPL untuk mencapai target yang ditetapkan dalam RBB.
“Sebagai informasi bahwa penanganan kredit bermasalah, kerjasama dengan pihak Kejaksaan sementara kami komunikasikan, dari legal corporate kita sementara mempersiapkan MoU dan PKS untuk ditindaklanjuti bersma-sama. Minggu lalu kami masih bertemu Asdatun untuk mengisi kekosongan itu,” tegas Stefen.
“(Kejakaan) siap membantu Bank NTT dalam penanganan kredit bermasalah. Kami maksimalkan untuk penagihan. Penyelesaian kredit bermasalah melalui gugatan dan juga pelelangan. KPKNL. Untuk bisa melakukan pelelangan terhadap aset-aset debitur bermasalah yang ada. Dan Puji Tuhan sesuai hasil rapat evaluasi kemarin, dari semua penanganan kredit bermasalah kita, kita telah mencapai recovery rate tepatnya 43 persen,” tambahnya lagi.
Beberapa kali, Bank NTT menegaskan bahwa pelibatan Jaksa sebagai pengacara negara adalah sebuah solusi untuk menangani kredit-kredit bermasalah. Dan Bank NTT pun sedang fokus pada bagaimana mencegah sehingga kedepan permasalahan yang sama tidak terjadi lagi. Dan bahkan Bank NTT mengambil langkah-langkah seperti perbaikan terhadap SOP yang ada.
“Kami kerjasama dengan BPKP untuk mereview kembali semua SOP kami, dan kedua, secara struktur, kami merubah pola kerja struktur pada Direktorat Kredit untuk pemberian kredit yang kami rasa yang lalu-lalu belum maksimal sehingga dalam dalam struktur yang baru ini ada analis kredit yunior, madya dan senior. Dan pembahasan-pembahasan kredit pun dilaksanakan dalam mekanisme komite kredit, tidak seperti dulu lagi,” jelas mantan Kadiv SDM ini. (HT)