Suara-ntt.com, Labuan Bajo-Kuasa Hukum Direktur PT Omsa Medic, Sumarno SH mempertanyakan legal standing dari pelapor AG yang bertentangan dengan ketentuan pasal 108 KUHAP dan Perkap no 6 tahun 2019 pasal 1 ayat 14 Jo. Ayat 22.
“Dalam hal ini pelapor jelas tidak memiliki legal standing dalam membuat dan mengajukan laporan polisi tersebut sehingga Laporan Polisi A quo cacat secara hukum dan sudah sepantasnya tidak ditingkatkan ke penyidikan sehingga harus dihentikan penyelidikannya dalam tahap ini. Dan tidak boleh dapat dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka kepada klien saya,”tulis Sumarno dalam rilisnya yang diterima media ini pada Selasa, 22 Agustus 2023 malam.
Sumarno mengatakan, penetapan RK kliennya sebagai tersangka pada kasus dugaan penggelapan jabatan di salah satu perusahaan swasta di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar) oleh Polres Manggarai Barat dinilai cacat hukum.
Menurutnya seharusnya Satreskrim Polres Manggarai Barat (Mabar) tidak memproses laporan polisi yang dilakukan oleh AG yang yang sama sekali tidak memiliki ikatan bisnis dengan kliennya.
Untuk diketahui sebelumnya Polres Manggarai Barat menetapkan RK selaku Direktur PT Omsa Medic Bajo sebagai tersangka penggelapan jabatan pada PT Omsa Medic Bajo. Penetapan ini menindaklanjuti surat laporan polisi yang dilakukan oleh AG yang merupakan kuasa hukum dari rekan bisnis RK pada PT Omsa Medic Bajo yakni Desak Putu Murni.
Tidak terima dengan penetapan ini, RK pun mempraperadilankan Polres Manggarai Barat dalam hal ini Satuan Reskrim Polres Manggarai Barat.
Dalam agenda sidang gugatan praperadilan yang diajukan tersangka RK melalui kuasa hukumnya Sumarno ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada Senin, 14 Agustus 2023.
Kejanggalan lainnya kata Sumarno adalah tidak adanya surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada terlapor yang dilakukan oleh penyidik Reskrim Polres Mabar. Hal ini menjadi cacat hukum karena telah bertentangan dengan salah satu putusan Mahkamah Konstitusi.
“SPDP yang tidak pernah dikirimkan penyidik kepada terlapor (RK) yang bertentangan dengan putusan MK no. 130/PUU-XIII/2015 yang mana mewajibkan penyidik mengirimkan SPDP baik kepada JPU, Terlapor, maupun Korban,”ungkap Sumarno.
Ditambahkan Sumarno, anehnya, dalam penanganan perkara ini, Polres Manggarai Barat justru diketahui telah 3 kali menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan terlapor dan untuk tindak pidana yang sama.
“Hal ini jelas tidak lumrah dan semakin membuat janggal dimana sesuai KUHAP maupun peraturan pendukung lainnya SPDP hanya diterbitkan satu kali, terkecuali bilamana terdapat pelaku baru, atau terdapat tindak pidana baru yang ditemukan dari hasil pengembangan atas penanganan perkara,”jelasnya.
Hal lain yang juga dianggap janggal dan cacat prosedural adalah pasca ditetapkannya sebagai tersangka pihaknya telah mengirimkan surat peninjauan kembali atas penetapan kliennya sebagai tersangka kepada Kapolres Manggarai Barat.
“Surat yang dikirim berisi meminta Kapolres Mabar meninjau kembali penetapan tersangka terhadap klien kami RK karena dinilai cacat prosedur. Namun Surat itu tidak diindahkan malah klien kami ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO),”ucapnya.
Sumarno berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Labuan Bajo bisa mengabulkan permohonan kliennya yaitu mencabut status tersangka dan DPO, menghentikan penyidikan demi hukum; dan rehabilitasi terhadap nama baik terlapor.
Adapun kronologi kasus ini bermula saat Komisaris PT Omsa Medic Bajo, Desak Putu Murni secara sepihak melakukan audit internal keuangan perusahaan tanpa sepengetahuan Rekan bisnisnya RK yang juga memiliki sebagian saham pada perusahan tersebut.
Hasil audit tersebut menunjukan bahwa baik RK maupun pihak manajemen pengelola klinik kesehatan tidak transparan dalam memberikan data. Setelah dilakukan pemeriksaan kembali dengan melibatkan RK dan manajemen, ditemukan fakta bahwa auditor tersebut telah memasukan dua kali pengeluaran sehingga seolah-olah muncul selisih dalam laporan keuangan PT. OMSA MEDIC BAJO, sehingga telah dikirimkan ulang revisi penghitungan audit tersebut melalui email kesemua pihak dengan hasil yang menyatakan perhitungan telah seimbang (balance).
Namun pada tanggal 30 Agustus 2022 lalu, RK justru dilaporkan ke Polisi oleh AG yang disebut sebagai kuasa dari Desak Putu Murni.
RK dilaporkan dengan dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP pada SPKT Polres Manggarai Barat dengan Laporan Polisi bernomor : LP/B/221/VIII/ 2022/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR. (Tim/HT)