Suara-ntt com, Lewoleba-Kabupaten Lembata menghadapi ancaman serius akibat perubahan iklim dan degradasi ekosistem laut yang semakin diperburuk oleh praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan.
Menanggapi tantangan ini, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), bekerja sama dengan International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan didukung oleh Global EbA Fund, meluncurkan Proyek PANTAI (Pengelolaan Adaptasi untuk Tata Kelola Integratif). Program ini bertujuan meningkatkan tata kelola konservasi pesisir berbasis kearifan lokal dengan melibatkan kaum muda, perempuan, penyandang disabilitas, dan komunitas lokal.
Sebagai langkah awal, Plan Indonesia bersama Yayasan Bina Sejahtera Baru Lembata (YBS Baru) mengadakan Start-Up Workshop hari ini. Kegiatan ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari BPBD Lembata, UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan, pemerintah desa, tokoh adat, serta perwakilan kaum muda dan perempuan dari lima desa dampingan proyek ini.
Erlina Dangu, Programme Implementation Area Manager Plan Indonesia, menjelaskan pentingnya kearifan lokal dalam konservasi. “Tradisi seperti Badu dan Muru telah lama berperan melestarikan terumbu karang, mangrove, dan perikanan berkelanjutan. Melalui program ini, kami ingin melibatkan kaum muda untuk menghidupkan kembali kesadaran tentang pentingnya tradisi ini,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Kornelia Penaten, Direktur YBS Baru, menambahkan bahwa setiap komunitas adat memiliki istilah dan praktik unik terkait konservasi laut. “Sebagian menyebutnya Badu, sebagian lagi Muru, atau Muro. Program ini akan menggali lebih dalam istilah dan praktik lokal ini untuk memperkuat tata kelola konservasi.”
Pendekatan Terpadu untuk Hadapi Perubahan Iklim
Proyek PANTAI dirancang untuk meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir terhadap dampak perubahan iklim, seperti tsunami, abrasi, dan cuaca ekstrem. Selain itu, program ini juga bertujuan mengurangi tekanan pada ekosistem laut akibat overfishing dan polusi, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian sumber daya alam.
“Integrasi aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi menjadi kunci dalam program ini. Generasi muda diharapkan menjadi agen perubahan dalam pembangunan berkelanjutan,” tambah Erlina.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Lembata, Yohanes Gregorius Solang Demo, menyampaikan apresiasinya terhadap Proyek PANTAI. “Kami mendukung penuh program ini sebagai upaya pengurangan risiko bencana. Penghargaan terhadap budaya lokal seperti tradisi Muru dan Badu juga menjadi keunggulan dari program ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lembata, Christian Rimba Raya, menekankan pentingnya komunikasi dan perizinan yang sesuai dengan adat serta administrasi. “Pemanfaatan sumber daya alam harus tetap menjaga kelestarian lingkungan, terutama terkait terumbu karang, lamun, mangrove, dan tumbuhan pesisir,” katanya.
Model Konservasi Berkelanjutan
Dalam jangka panjang, pendekatan berbasis kearifan lokal ini diharapkan menjadi model perlindungan ekosistem laut yang dapat direplikasi di desa-desa pesisir lainnya. Model ini tidak hanya menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga meningkatkan ketahanan pangan masyarakat pesisir.
Proyek PANTAI menjadi langkah nyata bagi Lembata dalam menghadapi dampak perubahan iklim sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan melalui kolaborasi semua pihak. ***